S 2. Novel "Jejak Luka"
Alangka baiknya membaca Novel tersebut di atas, sebelum membaca Novel ini. Agar bisa mengikuti lanjutan kisah 'rudapaksa yang dialami oleh seorang gadis bernama Enni bertahun-tahun.
Setelah berhasil meloloskan diri dari kekejaman seorang pria bernama Barry, Enni dibantu oleh beberapa orang baik untuk menyembuhkan luka psikis dan fisiknya di sebuah rumah sakit swasta.
"Mampukah Enni menghapus jejak trauma masa lalu dan berbahagia?"
Ikuti kisahnya di Novel "Menghapus Jejak"
Karya ini didedikasikan untuk yang selalu mendukungku berkarya. Tetaplah sehat dan bahagia selalu. ❤️ U. 🤗
Selamat Membaca
❤️🙏🏻💚
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sopaatta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
31. Keluarga Mathias.
...~•Happy Reading•~...
Di sisi yang lain ; Seni, ART keluarga Ambar dan Mathias baru selesai membersihkan dapur dan perangkat makan setelah makan siang bersama Nyonya nya dan Juha. Dia menuju ke ruang makan untuk melihat apa yang masih tertinggal dan belum rapi, sebelum dia istirahat.
"Tuaaan..." Seni terkejut melihat tuan nya sedang meletakan barang bawaan di atas meja makan.
^^^Teriakan Seni membuat Mathias yang sedang fokus pada semua bawaannya, jadi terkejut. Ia langsung melihat ke arah Seni yang baru masuk ke ruang makan dengan tergesa-gesa. Ia tersenyum melihat wajah terkejut Seni yang lucu.^^^
"Ssssstttt... Nyonya mana?" Bisik Mathias sambil meletakan jari di bibirnya, agar Seni bisa berbicara dengan menurunkan nada suaranya.
"Di kamar Baby, tuan..." Seni jadi ikut berbicara pelan, lalu berjalan cepat mendekati tuan nya.
^^^Melihat gerakan Mathias, Seni mengerti maksud tuan nya yang mau buat kejutan. Sebab Nyonya nya tidak katakan apa pun untuk mempersiapkan kedatangan tuan nya.^^^
"Lalu Juha di mana...?" Mathias masih berbicara dengan suara rendah. Seni menunjuk ke atas, sebagai tanda Juha sedang ada di kamarnya.
"Baik... Ngga usah kasih tau mereka kalau saya sudah pulang. Tolong simpan yang ini buat kita di sini. Yang ini buat di rumah Eyang." Mathias berkata pelan sambil menunjuk semua bawaan yang ada di atas meja makan.
^^^Seni mengangguk kuat, mengerti. Sebab dia sudah tinggal bertahun-tahun di keluarga itu, sebelum Ambar menikah dengan Mathias. Jadi dia sudah mengerti maksud tuan dan nyonya nya dengan baik.^^^
^^^Melihat Seni sudah mengerti yang ia maksudkan, Mathias mengangkat jempol ke arah Seni lalu mendorong kopernya ke kamar.^^^
^^^Kemudian ia masuk ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya sebelum bertemu dengan istri dan anak-anaknya. Suatu kebiasaan yang ia lakukan dan Ambar jika baru pulang dari luar rumah.^^^
Ambar yang sudah selesai memberikan minum dan menidurkan putrinya, menutup pintu dengan perlahan, lalu berjalan ke kamarnya untuk istirahat. Sebab ia melihat rumah sudah sepi, pertanda Seni dan Juha sudah istirahat.
"Maaaassss..." Ambar terkejut melihat Mathias keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.
"Sssssstttt... Nanti didengar Juha. Kacauuu..." Mathias meletakan jari di bibirnya, agar Ambar menurunkan nada suaranya.
"Mas, ko' sudah pulang sekarang. Katanya belum selesai." Ambar protes, tapi berlari untuk memeluk suaminya dengan hati yang merindu.
"Belum selesai, tapi pulang dulu. Tadi pagi setelah telponan, langsung angkat koper. Kalau ikut kerjaan, masih lama. Kangen kalian..." Mathias berkata pelan, lalu balas memeluk Ambar yang sudah memeluknya dengan erat.
"Miracle sudah tidur?" Mathias bertanya tentang putri mereka yang baru berusia tiga bulan, lalu mencium puncak kepala istrinya, lama.
"Iyaa, baru saja tidur. Mas mau minum atau makan sesuatu?" Ambar bertanya sambil mengangkat wajahnya melihat suami yang dirindukannya.
"Tadi sudah minum dan makan di pesawat... Mau istirahat sebentar. Eehh, mau ajak gulat dulu. Hahaha..." Ucap Mathias lalu menunduk dan mencium bibir Ambar yang sedang menengada, melihatnya.
Sambil berciuman, Mathias langsung menggendong Ambar. Ketika meletakan Ambar di tempat tidur dan berbaring di sampingnya, tiba-tiba pintu kamar diketok. Sontak mereka berhenti ciuman, lalu Mathias membalikan badannya, sambil menahan senyum. Begitu juga dengan Ambar yang langsung memukul pelan punggung Mathias.
^^^Mereka tahu siapa yang mengetuk pintu kamar. Sebelum Ambar bangun untuk buka pintu, Juha sudah membuka pintu dan melongokan kepalanya.^^^
"Ma.... Papa Thiaaaasss..." Teriak Juha yang sudah buka pintu kamar dan hendak memanggil Mamanya. Tetapi melihat ada tubuh yang dikenal sedang tidur, Juha langsung berlari masuk dan berteriak girang.
^^^Mathias yang sedang berpura-pura tidur, tidak bergeming. Apa lagi merasa Juha sudah naik tempat tidur dan berada di punggungnya. Mathias coba bertahan sekuat tenaga untuk tidak bergerak.^^^
^^^Ambar tidak bisa berkata-kata, ia hanya bisa menutup mulut dengan tangan untuk mencegah Juha melihat ia yang sedang menahan tawa.^^^
"Paaa... Papa Thias cape, yaa..." Bisik Juha di punggung Mathias sambil memeluk belakangnya.
Mendengar suara Juha, Mathias tidak tahan, menggerakan badannya hingga posisi badannya jadi celentang. "Hhhhmmmm... Siapa..." Suara Matias pelan dan dibuat serak, tanpa membuka matanya.
"Juha, Paaa... Papa Thias ngga bisa buka mata?" Juha sudah duduk di samping sambil melihat Mathias yang masih merem.
"Juha...?" Mathias bertanya sambil membuka sebelah matanya, untuk melihat.
"Iya, Pa... Papa Thias sudah lupa Juha...?" Juha bertanya dengan wajah mulai sedih, membuat Mathias menggaruk kepalanya. Ia berpikir keras agar tidak membuat Juha makin sedih.
"Ooh... Juha brem breemm... Ko' sekarang sudah besar?" Mathias membuka kedua matanya untuk melihat Juha, agar tidak menangis.
"Benarkah, Pa... Juha sudah besar? Sudah bisa naik breem breemm sendiri?" Juha berubah girang. Dia membahasakan motor sport Mathias dengan brem breemm.
"Coba berbaring... Sudah besar sama dengan Papa Thias, belum. Kalau belum, ngga boleh naik brem brem sendiri." Juha tidak berbaring di samping Mathias, tapi langsung tidur di dada Mathias.
"Yaaa, masih lama. Papa Thias besar sekali." Juha berkata setelah melihat tubuh kecilnya di atas tubuh Mathias. Dia langsung memeluk Mathias yang sudah mengangkat tangan untuk memeluknya.
"Juha... Papa Thias sudah bilang, jangan uyek-uyek wajahmu ke dada. Nanti wajahmu bisa lecet." Mathias berkata cepat, saat merasakan Juha sedang mencium dadanya sambil menggesek wajahnya dengan senang. Ia khawatir t-shirt yang ia kenakan bisa membuat wajah Juha lecet.
"Lihat wajahmu sudah merah semua." Mathias mengangkat wajah Juha dengan kedua tangannya.
"Benarkah, Pa... Mengapa wajah Mama ngga lecet kalau peluk Papa Thias?" Pertanyaan Juha membuat Mathias terkejut dan berpikir keras untuk menjawab pertanyaan sederhana, tapi sulit dijawab untuk anak berusia tujuh tahun.
"Wajah Mama ngga lecet? Juha tau dari mana ngga lecet? Eeeehhh, salah... Papa Thias sudah kasih pe..." Mathias tidak melanjutkan ucapannya, karena Ambar segera menutup mulutnya dengan tangan.
^^^Ambar sudah tahu, ucapan Mathias akan memancing pertanyaan Juha berikutnya. Sehingga dia segera menghentikan Mathias sebelum akan timbul banyak pertanyaan dari Juha.^^^
^^^Mathias langsung mencium tangan Ambar dan mengucapkan 'thanks.' Ia tahu arti tindakan Ambar untuk menolongnya.^^^
"Mama mencium begini saja, ngga pake uyek-uyek seperti yang Juha lakukan. Nanti bukan saja lecet, tapi hidung Juha akan rata." Ambar mempratekan caranya mencium dada Mathias, membuat Mathias tersenyum dan mencium kepala Ambar.
"Benarkah, Pa... Nanti hidung Juha ngga mancung seperti Papa Thias? Tapi Juha suka begini..." Juha kembali melakukan seperti sebelumnya, membuat Mathias memegang kepalannya.
"Cukup sekali saja..." Ucap Mathias, lalu mencium kepala putra sambungnya dengan sayang. Membuat Juha senang dan memeluk Mathias dengan erat.
"Coba, duduk di sini..." Sambil menunjuk perutnya, lalu Mathias mendudukan Juha di perutnya.
"Selama Papa Thias ngga di rumah, Ade El'el rewel, gak." Mathias bertanya tentang Miracle dengan nama panggilan Juha, El'el.
"Ade El'el rewel sedikit saja, Pa..." Ucap Juha sambil melihat ke arah Mama nya yang sedang melihat mereka sambil menutup mulut.
"Sedikit saja? Lalu yang banyak siapa?" Mathias curiga melihat Juha menjawab, tapi melihat ke arah Mama nya.
...~▪︎▪︎▪︎~...
...~●○¤○●~...