Niat hati hanya ingin menolong seorang pria yang baru saja mengalami kecelakaan motor tunggal di jalanan, namun keadaan itu malah dimanfaatkan oleh seorang wanita yang tidak bertanggung jawab.
Alana dipaksa menikah hari itu juga oleh segerombolan orang-orang yang menangkap basah dirinya bersama seorang pria di sebuah kontrakan. Alana tidak dapat membela diri karena seorang wanita berhasil memprovokasi massa yang sudah berdatangan.
Bagaimanakah cara Alana menghadapi situasi ini?
Bisakah dia mengelak atau malah terpaksa menikah dengan pria itu? Pria yang tidak dia kenal sama sekali.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kopii Hitam, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31.
Di luar sana, Ira tengah berdiri di depan pintu ruangan Azzam, dia mengetuknya pelan tapi tidak ada yang menyahut.
Dia pun memberanikan diri mendorong pintu itu, dia harus menyampaikan jadwal meeting siang ini pada Azzam.
Sorot mata Ira mengarah pada meja kerja Azzam, tapi tidak melihat siapapun di sana. Ira mengernyit, bukankah tadi Alana memasuki ruangan itu, lalu kemana perginya mereka?
Ira tidak berani masuk, dia takut dinilai tidak sopan. Tapi saat menangkap pintu lain yang terbuka, dia pun mengayunkan langkah perlahan.
Deg...
Ira tersentak kaget dengan mata membulat sempurna, dia menutup mulut dengan cepat, tidak percaya dengan apa yang tengah dia lihat, kakinya tiba-tiba gemetaran.
Ah, bodohnya dia memasuki ruangan itu tanpa berpikir terlebih dahulu.
Saat hendak berbalik, pinggang Ira tidak sengaja menyenggol sudut lemari. Suara yang dihasilkan gesekan itu membuat Azzam dan Alana terkejut, pagutan mereka sontak terlepas, keduanya lantas menoleh ke arah pintu.
Tiba-tiba muka Alana berubah warna menjadi merah padam, alangkah malunya dia melihat Ira yang reflek menatap ke arahnya, berbeda dengan Azzam yang nampak biasa saja.
"Ma-maaf, aku tidak melihatnya." ucap Ira berbohong dengan suara bergetar, dia sangat gugup dan malu tertangkap basah menyaksikan pemandangan di dalam tadi.
"Ada apa?" tanya Azzam dengan santai.
"I-itu, me-meeting..." Ira gelagapan, lidahnya tiba-tiba kelu untuk berbicara.
Bagaimana tidak, keduanya berciuman dengan panas, Ira tidak menyangka akan melihat itu.
"Ya, tunggu di luar saja!" sela Azzam yang sudah mengerti maksud ucapan wanita itu.
Ira menatap Alana sekilas, sedetik kemudian dia cepat-cepat berbalik badan lalu mengayunkan langkah besar meninggalkan ruangan itu.
Ira tampak syok, dia belum bisa mempercayai ini sepenuhnya.
Sebenarnya ada hubungan apa antara Alana dan Azzam? Kenapa keduanya bisa berada di kamar pribadi bos itu?
Entahlah, Ira benar-benar tidak mengerti, lagian dia merasa tidak ada hak untuk mengetahui hubungan mereka.
Di dalam sana, Alana menundukkan kepala, dia sangat malu. Kemana mukanya akan dia sembunyikan jika bertemu Ira nanti?
Azzam yang melihat itu hanya tersenyum dan mengangkat dagu Alana, tatapan keduanya kembali menyatu.
"Kenapa?" tanya Azzam seraya mengelus bibir istrinya yang nampak pucat, lipstik yang melekat di bibir Alana sudah hilang akibat keganasan suaminya itu.
"Malunya hingga ubun-ubun." desis Alana mengerucutkan bibir.
Azzam lantas tertawa terkekeh-kekeh melihat wajah menggemaskan istrinya itu.
"Kenapa harus malu, bukankah aku ini suamimu? Lagian cuma ciuman doang kok, malu tuh kalau lagi-"
"Azzam..." Alana membuka mata lebar-lebar memotong ucapan suaminya itu, tangannya bergerak mencubit perut kotak Azzam yang terbungkus kemeja.
"Awhh... Sakit, sayang." keluh Azzam tersentak kaget.
"Makanya ngomong tuh dipikirkan dulu!" Alana benar-benar kesal dan lekas berdiri, lalu berjalan meninggalkan Azzam sendirian.
Azzam mengerutkan kening bingung. Memangnya dia bicara apa barusan?
Azzam langsung bangkit dan berlari menyusul Alana yang hendak pergi.
"Sayang, kamu mau kemana?" seru Azzam menghentikan langkah Alana.
"Pulang." jawab Alana dengan nada ketus.
"Loh, kok pulang sih? Katanya mau di sini dulu?" keluh Azzam, dia mendekati Alana dan meraih tangannya.
Azzam mendekap Alana di dadanya dan berkata. "Jangan pulang ya, aku tidak bisa fokus kalau kamu tidak ada."
Alana mengangkat sudut bibir membentuk senyuman tipis. Entah mengapa dia merasa senang mendengar ucapan suaminya itu.
"Please, tunggu di sini sebentar ya! Aku ada meeting penting, aku akan kembali secepatnya." bujuk Azzam, dia sudah dikejar waktu tapi Alana lebih penting dari apapun baginya.
Alana mendongak mematut mata Azzam, dia kemudian mengangguk seraya mengulas senyum.
Azzam yang melihat itu seketika tersenyum lebar lalu mengesap bibir Alana dengan kuat. "Kalau malu bertemu Ira, tunggu saja di dalam, tidur juga boleh!"
Lalu Azzam mencium kening Alana dengan sayang dan membawanya ke kamar tadi. Setelah itu Azzam meninggalkan ruangannya terburu-buru.
Selepas kepergian Azzam, Alana memberanikan diri keluar ruangan, dia harus bertemu Ira dan menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya.
Baru saja membuka pintu, Alana sudah gemetaran saat sorot mata Ira mengarah padanya. Alana menelan ludah dengan susah payah dan melangkah menghampirinya.
"Mbak..." Alana menarik kursi lain dan duduk tepat di samping wanita itu.
Alana nampak sangat gugup, dia mencengkeram ujung bajunya dengan tangan basah mengeluarkan keringat.
Sementara Ira dengan cepat menutup laptop yang tengah menyala di atas meja kerjanya lalu memutar kursinya sedikit.
"Mbak, a-aku..." Alana gelagapan, dia bingung bagaimana cara menjelaskannya.
"Kenapa? Apa yang mau kamu jelaskan?" tanya Ira dengan nada sedikit ketus, sorot matanya sangat tajam.
Ira memang kecewa pada Alana, dia pikir gadis itu tidak sebaik yang dia kira.
Baru bekerja beberapa hari tapi sudah berani menggoda pemimpin perusahaan, bahkan bermesraan di kamar pribadi bos itu.
Ira paling tidak suka pada wanita seperti itu, menghalalkan segala cara untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.
"Sudah biasa seorang sekretaris menggoda bosnya, itu sudah lumrah. Yang aku sesalkan, kamu ternyata sama saja seperti mereka." imbuh Ira dengan tatapan dingin.
Alana terkejut bukan main, matanya membola, dia tidak menyangka bahwa Ira akan menilainya serendah itu.
"Tidak Mbak, bukan begitu, Mbak salah paham." geleng Alana mencoba membela diri.
"Salah paham apanya? Sudah jelas aku melihatmu berciuman dengan Tuan Azzam." sergah Ira.
"Ingat Alana, kamu itu seorang wanita, jangan merendahkan dirimu sendiri di depan pria seperti dia. Orang kaya seperti itu tidak akan pernah menghargaimu. Setelah dia puas, dia akan membuangmu seperti sampah."
Bukan tanpa alasan Ira marah sampai sekeras ini. Dia sudah menganggap Alana seperti adiknya sendiri, dia tidak ingin gadis itu dimanfaatkan oleh pria kaya yang biasanya hanya mencari kepuasaan sesaat dari sekretaris secantik Alana.
Alana tiba-tiba mengerjap, kini dia mengerti maksud ucapan Ira itu.
Alana sontak tersenyum dan meraih tangan wanita itu. "Aku tau Mbak khawatir padaku, tapi sayangnya kekhawatiran Mbak itu salah. Aku tidak menggoda Azzam dan dia juga tidak memanfaatkan aku seperti yang Mbak pikirkan."
Ira mengerutkan kening mendengar itu. "Seyakin itu kamu padanya?"
"Hmm... Aku sangat yakin." angguk Alana.
"Bodoh kamu Al, aku tau persis kelakuan pria kaya seperti dia. Tapi ya sudahlah, terserah kamu saja, jika disakiti maka tanggung sendiri akibatnya!" geram Ira geleng-geleng kepala.
"Tidak, Azzam tidak seperti itu. Dia sangat mencintaiku, mana mungkin dia tega menyakiti istrinya sendiri."
Deg...
Ira terkesiap mendengar kata-kata terakhir yang diucapkan Alana.
"Istri?" desis Ira mengulangi kata itu, tentu saja dia sangat terkejut.
Alana sontak tersenyum dan memeluk lengan Ira. "Ya, aku istrinya dan dia suamiku. Kami sudah menikah sebelum aku bekerja di kantor ini."
Alana pun menceritakan semuanya pada Ira. Meski pada awalnya Alana tidak menginginkan pernikahan itu, seiring berjalannya waktu dia mulai merasa nyaman berada di sisi Azzam.
Ira benar-benar syok mendengar itu, dia sampai menjitak kepala Alana karena merasa dibohongi.
tukaran tok