Seperti halnya alinea yang membutuhkan penggabungan beberapa rangkaian kata dan kalimat untuk bisa terbentuk sempurna, begitu pula dengan kisah cinta yang membutuhkan rangkaian perasaan untuk menjadi sebuah kisah cinta yang sempurna.
Berangkat dari sebuah tikaman tak kasat mata yang membuat hati begitu terluka, seonggok daging yang bernyawa mempunyai harapan untuk bisa mendapatkan sebuah cinta layaknya Rasulullah yang begitu mencintai Khadijah.
Mungkin semua orang bisa menentukan tujuan mereka, tapi tidak dengan apa yang akan mereka temukan. Allah selalu memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Disinilah perjalanan diantara suka dan duka dalam kehidupan yang terakit indah menjadi sebuah ALINEA CINTA.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lin Aiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30
Setelah melihat Almeer pergi, Sky kembali masuk ke dalam rumahnya. Ia harus meluruskan sesuatu dengan adik bungsunya.
"Dek, tunggu dulu. Kakak mau bicarain sesuatu denganmu." Sky mengejar langkah Mina yang hendak menaiki tangga.
"Apa, Kak?" tanya Mina.
"Ini tentang Almeer."
Raut wajah Mina sedikit terkejut. "Kenapa dengan kak Almeer, Kak?"
"Kakak tahu kamu memiliki perasaan padanya."
Kali ini Mina benar-benar terkejut. "Kak Sky mendengar pembicaraanku dengan kak Almeer tadi?" tanya Mina.
Sky menggeleng, "Aku mendengarnya dari Almeer."
"Bagaimana menurut Kak Sky? apa aku cocok bersanding dengannya?"
Sky diam sejenak. Ia benar-benar harus hati-hati jika berbicara dengan Mina, sebab adik bungsunya ini lebih sensitif dan ia tak mau terjadi kesalahpahaman.
"Almeer menolak permintaan ta'aruf kamu kan, Dek?"
Mina mengangguk. "Dia bilang kalau dia tak pantas jadi imamku. Mungkin dia menolakku karena segan bicara jujur kalau aku masih kurang sempurna untuk bersanding dengannya, Kak. Karena itu aku akan berusaha lebih keras lagi untuk memperbaiki diri."
Sky menggeleng tidak sependapat dengan pemikiran Mina. Ia memagang kedua bahu adiknya, sedikit membungkukkan badannya untuk menatap kedua mata Mina. "Kamu bisa berhenti, Dek. Kamu sudah cukup baik, tapi mungkin memang bukan dia yang akan mendapatkanmu."
Mina mencermati kata-kata Sky kemudian menampik kedua tangan Sky dari bahunya. Air mata mulai memupuk di pelupuk mata Mina yang teduh itu, hanya sekali kedipan sudah bisa pastikan air matanya akan terjatuh membasahi pipi.
"Dek, gini loh—"
"Kak Sky lebih mendukung Kak Sora, kan?" tebak Mina.
"Ini bukan tentang siapa mendukung siapa, Dek. Ini hanya tentang sebuah rasa..."
"Kak Sky mau menyuruhku untuk menyerah dan membiarkan kak Sora memiliki kak Almeer?"
Sky tak bisa langsung meng-iya-kan tebakan Mina walau sebenarnya tebakan itu betul.
"Apa aku bisa meminta dukunganmu kali ini padaku, Kak?" tanya Mina memelas. "Bisakah kakak mendukungku kali ini? dia cinta pertamaku, Kak... Dia satu-satunya yang ku inginkan. Ini bukan rasa yang baru timbul sebulan yang lalu dan bisa ku relakan dengan begitu mudahnya." Pipinya kini sudah benar-benar basah karena air mata.
"Deeek...," Sky kembali merengkuh bahu Mina.
"Aku hanya mencintai satu orang laki-laki sejak usiaku sepuluh tahun. Aku bukan kak Sora yang mudah jatuh cinta dengan laki-laki yang baru ditemui, Kak. Bukankah harusnya kak Sora yang menyerah disini? dia lebih mudah membuka hati untuk laki-laki. Semua orang tahu itu!" Teriak Mina melampiaskan emosinya, ia kembali menampik kedua tangan Almeer dari bahunya dan berlari menaiki tangga.
Sky menarik napas panjang dan membuangnya kesal, Ia mengacak rambutnya yang masih basah usai mandi.
"Haargh!!" Teriaknya kesal.
"Tuan...,"
Sky kaget ketika mendengar suara Aga yang muncul dari ruang tamu. Ia kembali terkejut melihat Sora juga ada disana dengan mata berkaca-kaca.
"Sejak kapan kalian disini?" tanya Sky, ia menghampiri Sora dan Aga. Ia khawatir melihat saudara kembarnya yang sedang berusaha menegarkan diri.
"Telingaku terasa gatal mendengar mulutmu membicarakan tentang perasaan." Sora mencoba menghibur diri. "Jangan sok sok-an ngurusin perasaan orang lain. Sembuhin aja hatimu dulu."
Sora menepuk dada Sky beberapa kali kemudian melangkah pergi.
"Sora!" Panggil Sky.
"Aku ngantuk, semalam aku gak tidur. Aku mau tidur, jangan ada yang ganggu aku..." Ucapnya dengan terus berjalan ke depan.
Sky kembali menghela nafas panjang dan merebahkan dirinya di sofa ruang tamu.
"Apa dia mendengar semuanya, Ga?" tanya Sky.
"Hanya dibagian paling menyakitkan saja." Jawab Aga.
"Kenapa mama harus ngasih tugas ginian? Mending aku suruh ngurus perusahaan yang hampir bangkrut daripada disuruh ngurusin urusan percintaan." Keluh Sky.
***
Sampai dikamar, Sora tak lekas merebahkan diri diatas tempat tidur. Matanya memang lelah, tetapi bukan karena kantuk melainkan karena lelah menangis. Langkahnya gontai menuju meja rias. Kalimat Mina masih terngiang cukup jelas dipikirannya.
Ia duduk di kursi meja rias, diam menatap pantulan dirinya dikaca. Sisa air mata yang ia miliki masih cukup deras mengaliri pipinya. Tak ada isak tangis, Sora hanya diam tak berekspresi.
Tok tok tok.
"Kaaak....,"
Suara Mina dari balik pintu membuat Sora menghapus air matanya dan berlari kecil untuk membuka pintu kamarnya.
"Ya, Dek?" Sora melengkungkan bibirnya, berusaha untuk tersenyum.
"Ada yang mau Mina bicarakan." Pinta Mina.
Sora sudah bisa menebak apa permintaan adiknya itu. "Masuk, Dek."
Mina masuk ke kamar Sora dan duduk di tepi tempat tidur, Sora ikut duduk disamping Mina.
"Kak...," Mina menghadap Sora, ia meraih kedua tangan kakaknya dan menggenggamnya erat.
"Hm?"
"Maafkan aku, Kak." Ujar Mina. "Aku tahu kak Sora menyukai kak Almeer, tapi..."
Mina diam sejenak, Sora berusaha sabar mendengar kelanjutan kalimat Mina.
"Bolehkah aku bersikap egois? aku tidak ingin menyerah dengan perasaanku."
Sora sudah bersusah payah menahan air matanya, namun satu permintaan adiknya itu mampu menghancurkan benteng pertahanannya. Ia mengatupkan rapat-rapat bibirnya dan menganggukkan kepalanya.
"Maafkan aku sudah menyakitimu, Kak." Mina ikut menangjs dan kemudian memeluk kakaknya.
"Enggak, Dek. Kamu gak perlu minta maaf... Kakak kan sudah berjanji untuk mendukungmu..." Sora menepuk pelan punggung Mina. Bukan untuk menabahkan Mina, tetapi lebih untuk menguatkan diri sendiri.
"Maafkan aku memperlakukan kakak sejahat ini. Jika memang kak Almeer bukan jodohku, biarlah Allah mengikis rasaku padanya."
Mina menarik diri dari pelukan Sora. "Maafkan aku, Kak."
Sora mengangguk, ia mengusap air mata di pipi Mina. "Semoga do'amu selama ini segera terjawab ya, Dek."
Mina mengangguk dan kembali memeluk Sora. "Maafkan Mina, Kak. Maafkan Mina...,"
Air mata Sora kembali mengalir lebih deras, seperti ini kah akhir kisah cintanya?
***
Gorden tipis di jendela kamar Sora barayun indah tertepa angin malam. Langit sudah gelap, adzan isya' sudah berkumandang beberapa waktu lalu. Beberapa bapak-bapak bersarung terlihat melintas di depan rumah Sora setelah usai melaksanakan sholat isya' di masjid.
Pria yang sudah Sora tunggu-tunggu pun mulai terlihat, ia membuka jendela kamarnya.
"Almeer!!" Panggil Sora.
Pria itu berhenti dan menatap ke jendela kamar Sora, ia tak menyangka wanita cantik yang sudah ia lukai perasaannya itu masih mau menyapanya.
"Tunggu disitu...," Kata Sora, Ia menutup jendela kamarnya dan berlari keluar kamar untuk. menghampiri Sora.
"Al..., Sibuk gak?" tanya Sora ketika keluar dari pagar rumahnya.
Almeer menggeleng. Ia masih heran dengan wanita didepannya itu. Bagaimana bisa ia tersenyum selebar itu walau matanya terlihat sembab.
"Aku mau minta waktumu sebentar..., ceritakan padaku kisah semut dan nabi sulaiman." pinta Sora.
"Sekarang?" tanya Almeer.
Sora mengangguk. "Aku ingin mendengarnya sekarang..., aku menagih janjimu."
Almeer mengangguk, "Kamu mau aku menceritakannya dimana?"
"Di cafe kamu aja lah, aku gak punya tenaga lebih buat jalan-jalan keluar...," Sora mendahului langkah Almeer masuk ke halaman cafe.
Seperti biasa Sora memilih tempat duduk di bawah pohon trengguli, beruntung masih ada meja kosong disana. Almeer pun menyusul dan duduk didepan Sora.
"Mau ku pesankan minum?" tanya Almeer.
"Enggak, aku sudah terlalu banyak minum hari ini." Tolak Sora. "Kamu bisa memulainya, Al. Aku akan mendengarkanmu."
Almeer masih diam menatap Sora, matanya begitu resah melihat Sora yang sedang berusaha menunjukkan pada Almeer jika dia sedang baik-baik saja.
Ditatap seperti itu membuat Sora menghilangkan senyumnya. Meskipun ia berusaha untuk tetap tegar, tapi pria didepannya itu sudah tahu benar bagaimana sedang terlukanya hati dan perasaannya. Ia memberanikan diri menatap Almeer.
"Aku ingin menunggumu...," Ujar Sora, "Jika bisa," lanjutnya lirih dan tertunduk.
"Ra, ada banyak kisah tentang semut dan Nabi Sulaiman. Aku akan menceritakan satu untukmu kali ini."
Sora mengangguk, "Aku akan mendengarnya."
"Menurut sejumlah riwayat, pernah suatu waktu Nabi Sulaiman bertemu dengan seekor semut. Nabi bertanya berapa banyak rezeki yang diperolehnya dari Allah dalam waktu setahun? Semut menjawab rezeki yang didapatnya sebesar biji gandum. Dan diberikanlah semut itu satu biji gandum dan Nabi menyimpan mereka dalam sebuah botol.
Setelah genap setahun, Nabi Sulaiman membuka botol semut itu dan melihat semut itu masih menyisakan setengah biji gandumnya."
"Semut membohongi nabi Sulaiman?" tanya Sora.
Almeer menggeleng, "Tidak. Semut punya alasan sendiri tidak menghabiskan biji gandum itu."
"Lalu?"
"Semut takut jika Nabi melupakannya. Jika ia berada di luar botol, ia bisa menyerahkan semua rezekinya pada Allah dan Allah tak mungkin melupakan hambanya walau dia hanya seekor semut. Sedangkan kali ini dia berada didalam botol dan itu membuat rezekinya ada di tangan Nabi Sulaiman, ia tahu jika seistimewanya Nabi tetap saja beliau seorang manusia yang bisa melupakannya. Sebab itulah ia tak memakan semua gandum dan menyisakan untuk setahun berikutnya."
"Semut tak percaya sama Nabi Sulaiman, Al?"
Almeer menggeleng, "Nabi Sulaiman memang kaya, namun kekayaan manusia itu nisbi dan terbatas. Yang maha kaya dan mutlak hanya Allah SWT saja. Nabi memang baik dan penuh kasih sayang, namun yang maha baik dan maha pengasih adalah Allah SWT. Semut bukan tak percaya pada Nabi Sulaiman, ia hanya khawatir jika Nabi Sulaiman tak bisa menepati janjinya lantaran beliau adalah manusia yang tidak akan pernah tahu kapan masih bisa menikmati dunia ini.
Semut hanya percaya dan tawakal pada Allah, Ra. Sekaya-kayanya Nabi dan sebaiknya beliau, ia tahu manusia bukanlah tempat untuk menggantungkan harapan dan ia tahu dimana ia harus menggantungkan harapannya..., pada Allah SWT."
Sora terdiam mencerna cerita dari Almeer.
"Kamu tahu kenapa aku memilih cerita ini?" tanya Almeer.
Sora ragu akan menjawab pertanyaan Almeer.
"Kita serahkan semuanya pada Allah, Ra. Hari ini Allah mengizinkanku membayar janjiku yang ku buat bertahun-tahun yang lalu padamu. Dan kali ini aku tak mau membuat janji lagi ataupun membuatmu berharap padaku. Bahkan aku sendiri takut berharap pada diriku sendiri."
Sora mengangguk, "Aku akan berusaha, Al. Aku akan berusaha..." Ucapnya lirih, ia tak yakin bisa melakukannya.
Almeer mengangguk, "Biar Allah yang mengatur hati kita, Ra. Dan maafkan aku yang terlalu pengecut...,"
Sora menganggukkan kepalanya, ia sudah sangat lelah menangis hari ini. Tapi apalah daya, air matanya kembali menetes meskipun ia berusaha menahannya.
Entah ini sudah keberapa kalinya Sora menangis karena putus cinta dengan seorang pria. Namun, diantara rasa sakit itu, rasa sakit inilah yang paling pedih ia rasakan. Ia selalu berfikir, penghianatan adalah titik terberat yang pernah ia rasakan. Tapi ternyata, saling mencintai tapi tak bisa bersama juga hal yang berat baginya.
Diantara banyaknya manusia di dunia ini, ia tahu bahwa tak semua kisah cinta selalu sederhana dan berjalan mulus-mulus saja.
"Terimakasih untuk semuanya, Al. Terimakasih sudah menepati janjimu." Ucap Sora. "Sebenarnya aku sudah berusaha untuk tidak menangis, tapi aku malah menangis." Ia tersenyum, mengejek dirinya sendiri.
Sora mengusap air matanya, tertunduk sebentar mengisi kekuatan untuk menatap Almeer.
"Ra...,"
Sora mengangkat kepalanya dan tersenyum, "Aku besok pagi akan pulang ke Jakarta, Al."
Keduanya terdiam.
Almeer tak terlalu kaget, tapi ia berat ingin menganggukkan kepalanya.
"Al...,"
"Ya?"
"Aku harap kamu bisa benar-benar berdamai dengan dirimu sendiri. Aku mau kamu bahagia,"
Almeer tersenyum dan mengangguk.
"Aku akan pulang, Al."
"Tunggu, Ra. Aku ingin memberikan sesuatu padamu. Tunggu disini sebentar saja."
Almeer berdiri dan berlari ke rumahnya meninggalkan Sora beberapa saat. Saat ia kembali, ia membawa kantong plastik di tangannya.
"Untukmu, Ra." Ia duduk dan memberikan kantong plastik itu pada Sora.
Sora membukanya, ada tumpukan kain didalamnya. Sebuah gamis berwana pink coral terlihat disana.
"Aku sudah lama membelinya, niatnya untuk mengganti bajumu yang terkena es krim di jalan dulu." Ujar Almeer, "Mungkin akan kurang nyaman kamu gunakan, bahannya biasa saja dan bukan keluaran butik ternama."
"Aku pasti akan sering memakainya, Al." Sora mendekap kantong plastik itu di dadanya kemudian berdiri. "Aku pulang, Al." Ujar Sora.
Almeer ikut berdiri, "Hati-hati, Ra. Semoga Allah selalu menjagamu."
Sora mengangguk kemudian melangkah pergi. Almeer hanya bisa menatapi Sora yang semakin menjauh darinya. Sudah, kisah ini sudah usai. Batin Almeer.
***
Suara adzan subuh sudah terdengar samar dari arah masjid. Pemuda bersarung yang usai melaksanakan sholat malam itu masih duduk di sofa ruang santai dilantai dua rumahnya. Ia sedang menatapi gerimis yang turun sejak dini hari tadi. rumah tetangganya didepan sana. Entah kemana arah pandangannya itu tertuju. Hujan, ataukah rumah tetangganya didepan sana.
"Al...,"
Almeer melihat papanya duduk di depannya. "Ya, Pa."
Hiko menatap putranya dengan serius, membuat Almeer marapikan duduknya.
"Ada apa, Pa?"
"Maafkan papa, Nak." Ujar Hiko kemudian. "Karena kesalahan papa, kamu mendapat perlakuan yang tidak adil. Kamu menanggung beban cukup berat karena perbuatan papa."
"Paaa...," Almeer tak mau membahas hal ini, ia tahu pembicaraan ini membuka luka lama papanya.
"Papa tak menduga perbuatan papa akan mempersulit hidupmu, Nak. Seharusnya papa yang menanggung semua ini, bukan kamu."
"Aku masih bisa mengatasi ini semua, Pa. Papa gak perlu ikut memikirkan ini..." Pinta Almeer.
"Al, jangan menyakiti dirimu sendiri. Papa mohon padamu, Nak. Kamu harus bahagia..." Hiko menepuk bahu putranya.
"Aku sudah cukup bahagia, Pa. Papa gak usah khawatir."
"Berhenti membohongi dirimu sendiri, Nak. Dengerin apa yang papamu ini bilang. Kejar apa yang kamu ingin kejar, jangan menjadi seorang pengecut yang sudah menyerah bahkan sebelum berusaha lalu menyesali semua keputusan yang kamu buat sendiri."
"Aku tidak mau membuatnya tersiksa berada didekatku, Pa."
"Nak, jika kamu masih seperti ini, kamu akan melewati hari-harimu dengan penyesalan. Lakukan apa yang kamh ingin lakukan, jangan berusaha menyenangkan orang lain sedangkan kamu menderita. Kamu tak perlu memikirkan omongan orang lain. Kamu punya Allah yang akan selalu menjaga aib-aibmu."
Almeer terdiam.
"Papa hanya bisa mendukung dan mendo'akanmu, Nak. Semua keputusan ada ditanganmu. Kami hanya ingin kamu bahagia...,"
Hiko berdiri, ia menepuk bahu putranya beberapa kali sebelum kemudian pergi meninggalkan Almeer sendirian.
Almeer diam cukup lama untuk berfikir. Semua kalimat papanya tak ada yang salah. Ia membenarkan itu. Tapi, rasa ragunya tetap tak berkurang sedikitpun.
Ia berdiri dari duduknya dan kembali ke kamar untuk melaksanakan sholat subuh. Usai sholat dan berdzikir, ia berdo'a. Kali ini dia berdo'a lebih lama dan berakhir dengan sebuah sujud yang juga lebih lama dari biasanya. Setelah merasa cukup, Ia berdiri dan menatap ponselnya.
Almeer mengambil ponselnya dan membuka phonebook-nya. "Bismillahirrahmanirraahim..." Ucapnya, dengan satu tarikan nafas ia menekan tombol call di layar ponselnya.
Tuuuut... tuuuut...
Suara nada sambung itu membuat jantung Almeer berdegub lebih cepat.
"Hallo, Al. Assalamu'alaikum..."
Almeer terdiam tak langsung menjawabnya, Ia sedang menenangkan degub jantungnya.
"Al..., Hallo."
"Iya, Ra. Wa'alaikumsalam...,"
"Ada apa? tumben telepon pagi-pagi gini."
"Apa aku bisa bertemu denganmu sekarang?" tanya Almeer. "Sebentar saja."
"Iya, boleh."
"Aku akan ke rumahmu sekarang."
"Iya, Al. Aku tunggu...,"
"Assalamu'alaikum..."
"Wa'alaikumsalam...,"
Almeer menutup sambungan teleponnya dengan Sora, ia melempar asal Ponselnya ke atas tempat tidur dan berlari keluar kamar.
"Hati-hati, Al...," Ruby mengingatkan putranya yang menuruni anak tangga dengan cepat.
"Mau kemana?" tanya Hiko.
"Ke depan bentar, Pa." Almeer mengambil payung yang ada sudut ruang tamu.
"Jam segini?" Tanya Hiko.
Almeer mengangguk, "Pa, cara kerja waktu itu mengejutkan. Aku takut sedetik kemudian keberanianku hilang." Ujarnya kemudian keluar rumah.
Hiko dan Ruby tersenyum melihat putranya yang menemukan kepercayaan dirinya lagi.
***
Dibawah rintik hujan, Almeer yang masih berlari kecil di halaman rumahnya bisa melihat Sora yang sudah berdiri didepan pagar dengan sebuah payung yang melindunginya dari hujan. Almeer bergegas menghampirinya.
"Maaf ya, Ra. Hujan-hujan gini aku datang...," Ucapnya.
"Ada apa, Al?" tanya Sora penasaran.
"Jam berapa pesawatmu berangkat?"
"Jam delapan empat lima. Kenapa Al?"
Almeer menarik napas dalam kemudian menghembuskannya pelan, ia sedang memupuk keberaniannya.
"Al...,"
"Bisa aku ikut denganmu ke Jakarta?"
"Hah!? untuk apa?" Sora heran.
"Aku ingin bertemu papa dan mamamu, aku ingin bertanya langsung pada mereka. Bisakah mereka merelakan putrinya untuk menjadi istri dari seorang yang bernama Sagara Almeer?"
Sora terbelalak mendengar kalimat Almeer. Ia hampir menjatuhkan payung ditangannya namun Almeer segera menahannya hingga tak sampai terjatuh.
"Al..."
Almeer mengangguk, "Aku ingin mengkhitbahmu, Sora."
-TAMAT-
tapi bo'ong
.
.
.
.
.
BERSAMBUNG
INFO DULU.
BAGI PEMBACA YANG BELUM TAHU JAM UPDATE ALINEA CINTA, KU KASIH TAHU NIH.
ALINEA CINTA UP TIAP JAM 3 SORE, SATU EPISODE. JANGAN MINTA CRAZY UP DARIPADA USUS DUA BELAS JARI KALEAN KU BUAT PITA DI PARU-PARU KALEAN.
OKE... LAF LAF.
Jangan lupa BAYAR AKU dengan tekan LIKE, ketik KOMENTAR, kembali ke halaman sampul buat KASIH BINTANG LIMA dan kalo ada yang punya lebihan poin kasih VOTE novel ini ya.
Terimakasih sangat dukungannya para pembaca terlaf-laf.
narsis nya gen papa hiko banget
/Facepalm/
orang tua begitu tuh karena sayang ,peduli ,care .bukan maksud merendahkan,meremehkan .
laa haula wa laa quwwata illaa billaah /Sob//Sob//Sob//Sob/