Rahim Bayaran Mr. M

Di depan rumah Amelia, terlihat seorang lelaki dengan ragu ingin mengetuk pintu. Tapi, Ia memberanikan diri dan mengetuk pintu.

Tok...Tok...Tok...

Suara ketukan di pintu, Amelia yang tengah di duduk di ruang tamu langsung menghampiri.

"Iya, sebentar!"

Amelia menarik kenop pintu dan mata mereka saling menatap. Apalagi lelaki itu yang melihat Amelia sedang hamil besar nampak membulatkan matanya.

"Kamu hamil, Mel?" Tanya lelaki itu.

Amelia menganggukkan kepalanya dan mengajaknya untuk masuk ke dalam. Mereka duduk di ruang tamu dan asisten rumah tangga langsung memberikan teh hangat, beserta dengan cemilannya.

"Apa apa, dok?" Tanya Amelia mengawali pembicaraan.

Dokter Farel masih tak percaya dengan apa yang di lihatnya, Ia benar-benar tak habis pikir bahwa wanita yang sangat di cintanya telah hamil oleh lelaki lain.

Amelia mengulangi pertanyaannya dan dokter Farel terbangun dari lamunan. Matanya nampak berkaca-kaca karena sedih dengan nasibnya.

"Kamu sudah menikah?" Tanya Dokter Farel.

"Iya, seperti yang kamu lihat sendiri!" Jawab Amelia.

Dokter Farel tersenyum sambil meneteskan air mata. "Kamu tahu, aku selalu mencari keberadaan mu! Aku khawatir sana kamu dan ternyata kekhawatiran ku tak ada artinya." Ucapnya.

Amelia mengerti apa maksud dari ucapan Dokter Farel dan Ia tak berani menatap wajahnya.

"Aku baik-baik saja! Aku bahagia dengan suamiku dan seperti yang kamu lihat, aku sedang mengandung. Dan keadaan ku jauh lebih baik dari yang dulu." Jawab Amelia sambil tersenyum.

"Syukurlah, dengan begitu aku tidak perlu mencemaskan mu lagi." Jawab Dokter Farel.

Amelia menganggukkan kepalanya dan tersenyum. Ia berusaha untuk tegar dan tak ingin mengatakan yang sebenarnya.

Dokter Farel bangkit dengan hati penuh kecewa, dulu waktu di rumah sakit dia di tolak. Tapi rasa sakitnya, tidak sesakit ini. Dokter Farel berjalan menjauh, dengan wajah yang merah menahan amarahnya.

Dan akhirnya semua itu tidak bisa di bendung lagi. Dokter Farel kembali, ke arah Amelia dan memeluknya dengan erat.

"Kenapa...? Kenapa...?" Tanyanya.

Amelia nampak ikut bersedih, Ia meneteskan air mata dan tak membalas pelukan dari dokter Farel.

"Kamu tahu, dari dulu sampai sekarang cintaku hanyalah untukmu! Aku terus berjuang, demi meluluhkan hatimu tapi inilah balasannya." Ucap Dokter Farel yang tak melepaskan pelukannya.

Amelia juga ikut bersedih, Ia juga punya perasaan yang sama tapi keadaan lah yang memisahkan mereka. Amelia melepaskan pelukan dokter Farel dengan paksa.

"Cukup, dok! Sekarang aku istri orang dan tak sepantasnya anda melakukan ini." Teriak Amelia.

"Mel, aku tahu kamu tidak bahagia. Aku yakin, cintamu hanyalah untukku!" Tutur dokter Farel.

"Dulu, itu dulu! Sebelum orang tuamu menghinaku, aku sudah berusaha tapi aku hanya di pandang sebelah mata karena keadaan ku yang miskin." Jawab Amelia dengan penuh emosi.

Dokter Farel menggenggam tangan Amelia dengan tatapan penuh kasih.

"Mel, aku bisa melakukan apapun untuk bisa bersamamu. Termasuk menentang kedua orang tuaku. Kita bisa bahagia bersama dan aku akan memperjuangkan mu." Ucap Dokter Farel.

Amelia tertegun dan air matanya sudah tak bisa di bendung lagi. Ia benar-benar tak tega melihat lelaki yang pernah singgah di hatinya memperjuangkan cintanya sampai seperti ini.

"Tolong kamu jangan seperti ini! Aku sudah menikah dengan lelaki lain dan itu adalah keputusanku." Ucap Amelia.

"Mel..." Ucap dokter Farel terhenti.

"Cukup, tolong pengertian anda! Aku tidak ingin suamiku salah paham karena kehadiran anda." Ucap Amelia sambil menghempaskan dokter Farel.

"Baik, kalau itu yang kamu mau! Aku akan pergi, pergi dari hidupmu. Aku tidak akan pernah datang di hidupmu lagi!" Ucap dokter Farel sambil melenggang pergi.

Amelia menatap kepergian dokter Farel dengan hati yang terluka, tubuhnya terasa lemas dan terduduk di lantai.

"Aku tidak tahu, kenapa kita harus berakhir seperti ini!" Batinnya sambil menangis.

Tanpa di sadari, Marcell memperhatikan mereka dari kejauhan. Hatinya merasa sakit melihat kebersamaan mereka. Apalagi melihat Amelia di peluk lelaki lain, Ia nampak memukul tembok dengan tangannya melampiaskan kekesalannya.