Di dunia di mana kekuatan spiritual menentukan segalanya, Yu Chen, seorang pelayan muda dengan akar spiritual abu-abu, berjuang di dasar hierarki Sekte Awan Hening. Di balik kelemahannya tersembunyi rahasia kuno yang akan mengubah takdirnya. Dari langkah kecil menuju jalan kultivasi, ia memulai perjalanan yang perlahan menantang langit itu sendiri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Morning Sunn, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 4: Lolos dari Ujian Pelayan, Menuju Kota Pedalaman
Kabut tipis menggantung di lereng bukit ketika Huang Zan dan Chen Luo sampai di gerbang batu besar bertuliskan Sekte Awan Hening. Dindingnya menjulang, dan di atas gerbang terpahat simbol awan melingkar dengan naga kecil yang meliuk di tengahnya. Udara di sekitar terasa sejuk dan lembut, penuh energi spiritual yang membuat napas terasa ringan.
Di depan gerbang berdiri seorang pria berwajah tegas mengenakan pakaian biru muda. Tatapannya tajam tapi tenang, seperti seseorang yang sudah terbiasa menghadapi ratusan calon murid setiap tahunnya. Chen Luo segera maju dan menunduk sopan.
“Penjaga Gao! Ini temanku, dia ingin mencoba ujian pelayan. Aku jamin dia tidak akan membuat masalah.”
Gao Wen menatap bocah di samping Chen Luo. Pakaian compang-camping, wajah kotor, dan mata hitam pekat yang tampak terlalu dalam untuk anak seusianya. Ia menilai diam-diam, lalu bergumam, “Anak seperti ini ingin jadi pelayan sekte?”
Zan tidak menjawab. Ia hanya menatap lurus ke depan, mencoba menahan rasa gugup. Napasnya berat, tapi dadanya terasa hangat oleh energi yang entah kenapa mulai bergetar lagi setiap kali ia mendekati tempat penuh Qi seperti ini.
Gao Wen akhirnya menghela napas pendek. “Baiklah. Ikut barisan di halaman ujian. Kalau dia benar-benar punya niat, biarkan Tetua Ming yang menilai.”
Chen Luo tersenyum puas. “Terima kasih, Penjaga Gao!”
Halaman sekte ramai oleh anak muda dari berbagai wilayah. Ada yang mengenakan jubah bersih dan mahal, ada pula yang membawa pedang di punggung. Semua berdiri berbaris di depan altar batu besar di tengah lapangan. Di sana berdiri seorang pria tua berjanggut putih, tubuhnya kurus tapi matanya berkilat tajam. Dialah Tetua Ming, penguji utama penerimaan murid.
“Calon murid Awan Hening,” suaranya tenang tapi bergema jelas di udara, “kita akan memulai ujian pertama: pengukuran akar spiritual.”
Ia menunjuk ke sebuah batu besar di sampingnya. Batu itu memancarkan cahaya samar biru dan berdenyut seperti jantung.
“Letakkan tangan kalian di atas Batu Akar Spiritual. Warnanya akan menunjukkan kualitas dasar kalian.”
Satu per satu peserta maju. Beberapa mendapat cahaya hijau, beberapa biru, dan satu anak berwajah angkuh memunculkan cahaya kuning terang, membuat orang-orang kagum.
Ketika giliran Huang Zan tiba, bisik-bisik langsung terdengar.
“Lihat, anak itu bahkan tidak punya sepatu.”
“Mungkin datang cuma buat cari makan gratis.”
Zan menunduk dan melangkah ke depan. Ia menaruh tangan di atas batu dan menarik napas dalam. Dalam hatinya, ia memohon agar kristal di dadanya tidak bereaksi aneh. Ia hanya ingin lolos, tak perlu menonjol.
Batu itu bergetar pelan. Cahaya abu-abu kusam muncul, nyaris tidak terlihat di bawah sinar matahari. Suara tawa kecil terdengar di antara peserta lain.
“Abu-abu? Itu akar spiritual terburuk.”
Tetua Ming menggeleng pelan. “Sayang sekali, anak ini tidak punya bakat kultivasi yang menonjol.”
Huang Zan menunduk, tapi di dalam dirinya ada sesuatu yang terasa berdenyut. Batu itu sempat memancarkan kilatan ungu samar, tapi terlalu cepat untuk disadari siapa pun kecuali satu orang: Gao Wen, yang mengawasi dari jauh. Ia menatap tajam, matanya sempat menajam, namun tak berkata apa-apa.
“Baik,” kata Tetua Ming, “lanjut ke ujian berikutnya. Tes ketahanan.”
Ujian kedua diadakan di arena batu bulat dengan ukiran formasi di sekelilingnya. Para peserta berdiri di dalam lingkaran sementara formasi mengeluarkan tekanan Qi yang semakin meningkat setiap tingkatnya. Yang tak tahan akan terdorong keluar secara otomatis.
Beberapa peserta berwajah percaya diri gagal di tingkat ketiga. Ada yang roboh sambil menjerit di tingkat keempat. Suara tepuk tangan dan komentar memenuhi udara.
Ketika nama Huang Zan dipanggil, sebagian menatapnya dengan pandangan meremehkan. Ia masuk ke lingkaran, menelan ludah, dan berdiri tegak. Tekanan pertama datang, menekan dadanya. Napasnya berat, tapi ia bertahan. Kedua, ketiga, tubuhnya mulai gemetar.
Namun saat tekanan keempat datang, sesuatu di dalam tubuhnya menyala. Qi dari Teknik Naga Mengubah Tulang mengalir cepat ke tulang dan sendinya, memperkuat otot yang hampir patah. Ia menggertakkan gigi, dan rasa sakit itu berubah menjadi hangat.
Kelima. Keenam.
Kerumunan mulai bersorak kecil. Tak ada yang percaya anak dengan akar abu-abu bisa bertahan sejauh itu. Di tingkat keenam, tubuhnya terhuyung, darah menetes dari bibirnya, tapi matanya masih terbuka. Cahaya keemasan samar berkilat di pupilnya.
Akhirnya, tekanan berhenti. Tubuhnya jatuh ke tanah dengan napas tersengal.
Tetua Ming menatapnya lama sebelum berkata pelan, “Menarik. Akar buruk, tapi daya tahan seperti binatang spiritual.”
Chen Luo bersorak dari tepi arena, melambaikan tangan. Gao Wen hanya mengamati diam-diam, ekspresinya sulit ditebak.
Sore hari, Huang Zan terbangun di sebuah kamar sederhana dari bambu. Udara di dalamnya wangi kayu dan teh. Chen Luo duduk di samping ranjang, menggoyang-goyang kursi sambil tersenyum lebar.
“Kau berhasil, Yu Chen.”
Zan mengerjap lemah. “Yu Chen?”
Chen Luo menepuk dahinya. “Nama samaranmu. Aku baru saja mendaftarkanmu di buku murid pelayan. Kalau kau sebut nama asli, siapa tahu mereka mulai bertanya-tanya dari mana asalmu.”
“Yu Chen…” Zan mengulang pelan, mencoba membiasakan diri. “Baiklah.”
Tak lama kemudian, Gao Wen muncul membawa papan kayu kecil bertuliskan huruf nama barunya. Ia meletakkannya di meja. “Mulai hari ini, kau resmi diterima sebagai pelayan Sekte Awan Hening.”
Nada suaranya datar, tapi di matanya ada secercah rasa ingin tahu. “Kau anak yang aneh, Yu Chen. Jangan sia-siakan kesempatan ini.”
Zan bangkit pelan dan menunduk hormat. “Terima kasih, Penjaga Gao.”
Gao Wen mengangguk, lalu berbalik pergi. Chen Luo menatap Zan dengan semangat. “Lihat? Aku bilang apa! Kau berhasil. Tidak penting apa kata mereka tentang akar abu-abu itu. Yang penting kau di sini sekarang.”
Huang Zan menatap papan kayu itu lama. Di balik nama samaran barunya, jantungnya berdetak keras. Ia masih anak pelarian, tapi kini berada di tempat di mana semuanya dimulai.
Malam turun perlahan di atas Sekte Awan Hening. Dari jendela bambu, cahaya bintang menembus kabut lembut yang mengambang di lembah.
Zan berbaring dan menatap langit. Di dalam dadanya, kristal itu kembali bergetar halus, seperti napas naga yang sedang tidur. Ia tahu, perjalanannya baru saja dimulai.
“Terima kasih, Kakek Mo,” bisiknya lirih. “Aku sudah sampai sejauh ini.”
Di kejauhan, gong sekte berdentang, menandakan hari latihan baru akan dimulai esok pagi. Dan di hati bocah bernama Yu Chen, semangat yang sama mulai tumbuh—keinginan untuk menjadi kuat, apapun caranya.