NovelToon NovelToon
Pembalasan Anak Korban Pelakor

Pembalasan Anak Korban Pelakor

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Pelakor / Cerai / Keluarga / Balas dendam pengganti / Balas Dendam
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Tiga Dara

"Aku akan menghancurkan semua yang dia hancurkan hari ini."
Begitulah sumpah yang terucap dari bibir Primordia, yang biasa dipanggil Prima, di depan makam ibunya. Prima siang itu, ditengah hujan lebat menangis bersimpuh di depan gundukan tanah yang masih merah, tempat pembaringan terakhir ibunya, Asri Amarta, yang meninggal terkena serangan jantung. Betapa tidak, rumah tangga yang sudah ia bangun lebih dari 17 tahun harus hancur gara-gara perempuan ambisius, yang tak hanya merebut ayahnya dari tangan ibunya, tetapi juga mengambil seluruh aset yang mereka miliki.
Prima, dengan kebencian yang bergemuruh di dalam dadanya, bertekad menguatkan diri untuk bangkit dan membalaskan dendamnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiga Dara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Cinta Arthur

Air panas sudah tersedia di bathtub saat Prima sampai di apartemennya. Dalam perjalanan pulang dari rumah William tadi, ia meminta asisten rumah tangganya untuk menyiapkan air hangat dan menyalakan diffuser aromaterapi. Iya ingin segera merendam tubuhnya dalam air hangat untuk merilekskan otot-otot tubuhnya.

Sepanjang perjalanan di dalam mobil, Prima berusaha keras untuk mengalihkan gemuruh di dalam dadanya dengan bernyanyi sekeras-kerasnya. Perempuan 26 tahun ini sudah lupa bagaimana caranya menangis dengan bersuara.

"Ah...."

Primordia mendesah nyaman membenamkan seluruh tubuhnya ke dalam air hangat. Aroma bunga Camomile berpadu dengan aroma Rose yang lembut memenuhi kamar mandi Prima. Iya juga membunyikan musik country keras-keras sembari ikut berdendang.

Satu jam telah berlalu, dan Prima masih belum keluar dari kamar mandi. Bahkan suara musik yang ia putar kencang mulai bersahut-sahutan dengan suaranya yang ikut bernyanyi tak kalah kencang.

Hal ini membuat Mika, asisten rumah tangganya merasa khawatir dan menghubungi Arthur.

"Sudah berapa lama dia di kamar mandi?"

"Sudah lebih dari satu jam tuan."

"Tapi masih ada suaranya?"

"Masih tuan. Nona Prima mandi sambil nyanyi, teriak keras-keras"

"Ya sudah selama dia masih bersuara biarkan saja. Kalau nanti sudah tidak ada suara dan tidak juga segera keluar dari kamar mandi, hubungi aku lagi. Kalau perlu dobrak saja pintunya."

"Baik Tuan, saya ada kunci cadangan untuk kamar mandi."

"Baguslah kalau begitu, buka saja tidak apa-apa. Tapi kalau dia masih ada suara bernyanyi biarkan saja. Jangan diganggu.

"Baik Tuan."

Arthur tahu betul bagaimana Prima jika sedang tak enak hati, apalagi ia juga tahu bahwa Prima baru saja kembali dari rumah William. Ia memahami pasti suasana hati Prima sedang tidak baik-baik saja.

Tak mau berdiam diri di rumah, Arthur akhirnya memutuskan untuk mendatangi apartemen Prima tak jauh dari rumahnya.

"Jadi Prima belum keluar kamar mandi juga?"

Begitu sampai di sana Arthur disambut lega oleh Mika. Sudah satu jam lebih Prima asyik berteriak-teriak di dalam kamar mandi, membuat Mika merasa khawatir dan tidak tega untuk meninggalkannya di rumah sendirian. Padahal ini sudah terlewat dari jam kepulangannya seharusnya.

"Belum Tuan, sudah hampir 2 jam Nona Prima di kamar mandi. Saya jadi khawatir. Saya tidak tega mau meninggalkan non Prima pulang, tapi ini sudah jadwal saya untuk pulang, kalau tidak saya akan kemalaman."

"Ya sudah kalau begitu, kamu pulanglah. Biar aku yang menunggu Prima. Terimakasih ya sudah menelponku."

Mika bergegas bersiap untuk pulang. Kedatangan Arthur sungguh tepat waktu.

"Di mana kamu menyimpan kunci kamar mandi Mika?"

"Oh ini Tuan, sudah saya bawa."

Mika menyerahkan salinan kunci kamar mandi kepada Arthur sebelum ia pulang. Sekedar untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu dan Arthur harus membuka paksa dari luar.

"Prima, Prim! Primordia!"

Arthur mencoba mengetuk pintu kamar mandi namun suaranya terhalang oleh dinding serta musik yang mengalun begitu keras dari dalam kamar mandi.

"Prim! Primordia!! Sudah, ayo keluar! Kamu sudah terlalu lama di dalam kamar mandi!"

Masih tak ada sahutan, hal ini membuat Arthur menjadi sedikit khawatir karena sudah beberapa menit yang lalu tidak ada suara prima yang terdengar menyanyi dari dalam kamar mandi. Arthur mulai berpikir untuk membuka pintu kamar mandi dari luar menggunakan kunci cadangan yang diberikan oleh Mika.

"Prima tolong dengarkan aku! Keluarlah jangan membuatku terpaksa masuk ke dalam kamar mandi!"

Tidak berselang lama, pintu kamar mandi terbuka keluar dari dalam kamar mandi. Prima mengenakan piyama handuk dengan rambut basah dan mata yang sembab.

Iya berjalan gontai menuju kursi malas yang ada di ruang tengah, tak mempedulikan kehadiran Arthur yang melihatnya dengan iba.

Arthur mengekor Prima yang duduk di kursi malas, dengan pandangannya matanya ia menghembuskan nafas panjang melihat kondisi prima yang sangat memprihatinkan apa yang telah terjadi di sana batin Arthur. Arthur hanya mampu diam mengamati Prima dari atas sofa ruang tengah apartemen Prima.

"Prim, keringkan dulu badan dan rambutmu. Ganti bajumu supaya kamu tidak kena flu."

"Kak hidupku penuh dengan dosa."

Prima yang duduk berayun di kursi malas memejamkan matanya, ada bulir-bulir air yang jatuh dari sana.

"Aku tidak tahu sejak kapan hidupku jadi seperti ini, tapi rasanya sakit sekali."

"Prima, berhentilah jika memang kamu merasa sudah tidak sanggup. Kita bisa memulai hidup dari awal, jauh dari sini."

"Hidup baru seperti apa yang kakak maksud?"

"Hidup yang jauh dari kebencian dan dendam. Maafkanlah semua yang telah terjadi dalam hidupmu, dan kita bisa memulai hidup baru dengan tenang."

"Tapi rasa sakitku harus aku tuntaskan kak. Aku tidak akan hidup dengan tenang jika orang-orang yang pernah menghancurkan keluargaku masih bisa tertawa senang."

"Kalau memang begitu keinginanmu, kamu tidak punya pilihan lain selain kamu harus menjadi kuat . Kalau kamu begini, rasa sakitmu akan berlipat-lipat Prima."

Prima tak menyahut, ia hanya mencoba menarik dan menghembuskan nafasnya teratur untuk membuat sesak di dadanya berkurang.

"Jangan memaksakan dirimu Prima. Kamu harus tahu batas kekuatanmu. Kalau kamu memang merasa sudah tidak mampu lagi berhentilah, kita pergi sejauh mungkin dari Indonesia dan kita bisa memulai hidup baru. Tapi kalau kamu merasa harus menuntaskan semua yang sudah kamu mulai, maka kuat lah, jangan mudah goyah dan tersakiti."

Prima bangkit dari kursi malas, ia menatap Arthur yang duduk di sofa dengan mata nanarnya. Mendekati perlahan pria itu lalu kemudian Prima duduk di lantai tepat di bawah Arthur.

Prima menyandarkan kepala di atas lutut Arthur.

"Aku akan membuat hidup Nyonya Julia hancur sehancur-hancurnya, sama seperti dia yang juga menghancurkan hidupku, menghancurkan kebahagiaan masa kecilku. Aku tidak akan bisa hidup tenang ssbelum berhasil melakukannya."

Arthur mengusap rambut kepala Prima dengan lembut, ia tidak menyala prima yang sedang mengeluarkan isi hatinya. Ia berharap dengan ini kesedihan Prima akan berkurang dan semangatnya akan kembali.

" Setelah aku berhasil mengambil kembali apa yang perempuan itu rampas, dariku tolong bawa aku pergi sejauh mungkin dari sini kak."

"Kamu tidak usah khawatir Prima, apapun akan aku lakukan untuk membuat hidupmu kembali normal."

Prima mengangkat wajahnya dari lantai tempat ia duduk, ia menatap wajah Arthur yang ada di atasnya. Bulir air mata kembali menetes.

"Kak Arthur, bolehkah aku meminta sesuatu darimu?"

"Ya katakanlah apa yang bisa kulakukan."

"Kamu pernah bilang padaku bahwa kamu sangat mencintaiku, apakah sampai hari ini cintamu masih belum berubah?"

Arthur mengusap air mata Prima yang menetes di pipi ia tersenyum lembut.

"Tentu sayang, sampai kapanpun perasaanku tidak akan berubah. Aku sudah bertekad menyerahkan hidupku untuk kebahagiaanmu."

"Kalau begitu tolong ciumlah aku."

Arthur terlonjak mendengar permintaan prima yang tiba-tiba, selama ini Prima tak pernah sekalipun mau disentuh oleh Arthur.

"Aku mohon kak, ciumlah aku, sentuh lah tubuhku. Aku tidak mau ada jejak tubuh William tersisa di tubuhku di kulitku."

Mata Prima yang kembali berair, sungguh membuat hati Arthur seperti tersayat. Jadi, Prima mengurung diri di dalam kamar mandi dan berendam dalam bathup karena William baru saja menyentuhnya, batin Arthur bergemuruh.

Tanpa berpikir panjang, Arthur mengangkat dagu Prima dan menempelkan bibirnya ke setiap jengkal wajah Prima.

Malam semakin larut, gairah prima dan Arthur yang tercipta dari rasa sakit semakin memanas. Arthur tidak membiarkan satu inci pun dari tubuh Prima yang terlewatkan dari sentuhan tubuhnya dan tangannya.

***

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!