NovelToon NovelToon
DEMI IBU KU SEWAKAN RAHIM INI

DEMI IBU KU SEWAKAN RAHIM INI

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami / Pelakor / Mengubah Takdir / Angst / Romansa / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:132.6k
Nilai: 5
Nama Author: Cublik

‘Dulu, ibuku pernah menjadi permaisuri satu-satunya, dan aku Putri mahkota dalam istana mahligai rumah tangga orang tuaku, tapi lihatlah kini! Kami tak ubahnya sampah yang dibuang pada sembarang tempat!’

Dahayu – wanita berpenampilan sedikit tomboy, harus menelan pil pahit kehidupan. Sang ayah menjual dirinya kepada sosok asing, yang mana ia akan dijadikan istri kedua.

Tanpa Dahayu ketahui, ternyata dirinya hendak dijerumuskan ke jurang penderitaan. Sampai dimana dirinya mengambil keputusan penting, demi sang ibu yang mengidap gangguan mental agar terlepas dari sosok suami sekaligus ayah tirani.

Siapakah sosok calon suaminya?

Mampukah Dahayu bertahan, atau malah dirinya kalah, berakhir kembali mengalah seperti yang sudah-sudah?

Pengorbanan seperti apa yang dilakukan oleh wanita berpendirian teguh, bersifat tegas itu …?

***
Instagram Author : Li_Cublik

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

04 : Terasa biasa saja

Amran Tabariq mengangguk yakin, sedikitpun tidak terlihat raut enggan, gugup, apalagi tertekan. Ia genggam erat tangan pak penghulu, disebelahnya duduk sang wali hakim, yang tidak lain salah satu staf perkebunan karet dan sawit milik Amran Tabariq.

Ya, sosoknya bukanlah orang biasa, Amran memilih menyembunyikan identitasnya, ia lebih suka berada dibalik layar, memperhatikan serta menggerakkan usahanya dalam senyap.

“Bapak wali, sudah siapkah?” pak penghulu bertanya kepada wali Dahayu, yang sudah diberikan surat kuasa oleh Bandi. Ayah kandung calon istri kedua Amran itu tidak hadir, begitu juga dengan istri mudanya.

“Sudah!” jawab Bondan, pria berumur akhir 37 tahunan, berperut buncit, sampai kancing kemejanya nyaris lepas tertekan benda bulat keras, ia mengangguk yakin.

Pak penghulu kembali fokus ke sang mempelai pria, tadi juga sudah bertanya kepada istri pertama Amran atas kesediaannya di madu.

“Ananda Amran Tabariq bin Daud Tabariq, saya nikahkan dan kahwinkan engkau dengan Dahayu binti Bandi, dengan mas kawin seuntai kalung emas dengan berat 5 gram, dan uang sebesar dua juta dua ratus ribu rupiah, serta seperangkat alat sholat dibayar tunai!” Jabatan tangan itu diayunkan.

“Saya terima nikah dan kahwinnya Dahayu binti Bandi dengan mas kawin tersebut dibayar tunai!”

“Bagaimana saksi?”

"Sah!"

"Sah!"

Randu dan Bondan berseru lantang. Sedangkan Sira mengepalkan erat tangannya, menatap nanar pria yang ia cintai. Kini dirinya tidak lagi menjadi istri tunggal, tetapi telah memiliki saingan.

Di dalam kamar lantai satu villa yang pintunya tidak ditutup rapat, Dahayu mendengar jelas ijab kabul itu. Wanita berpakaian baju kurung polos sederhana, serta wajahnya cuma di makeup tipis, rambut pendeknya digerai biasa, tidak mengenakan perhiasan itu terlihat begitu tenang.

Dua orang asisten rumah tangga saling pandang, jelas mereka bingung harus bagaimana. Istri baru sang tuan begitu berbeda dari nyonya pertama yang memiliki kesabaran setipis helaian rambut.

“Adik!” Bu Warni mengguncang lengan putrinya, ia tidak betah berada di ruangan tertutup.

“Ya, Buk?” Dahayu menatap hangat wajah ibunya yang khusus hari ini mengenakan baju kurung tetapi bawahannya celana, bukan rok.

“Main. Bosan.” Bibirnya mencebik, sedangkan tangannya mulai menarik lengan Dahayu.

“Main sama saya saja ya, Mbak?” Bik Lis berusaha membujuk.

“Mau tidak, Buk? Main kartu dengan teman baru?” tanyanya lembut, tangannya membenahi rambut ibunya yang dikepang dua.

Bu Warni menyipitkan mata, menatap serius sosok sebaya dengan dirinya, begitu melihat raut ramah di wajah Bik Lis, ia mengangguk.

Dahayu berdiri, melangkah ke pojok ruangan di mana tergantung tas selempangnya, mengambil kartu domino dan plastik yang berisi lima buah batu kecil.

“Bik, tolong temani Ibuk saya ya. Bila dia bosan dengan kartu, ajak saja main gateng, tapi Bibik harus banyak mengalah, biar Ibuk saya tidak tantrum,” pintanya lembut seraya mengulurkan mainan ibunya.

Bik Lis pun mengangguk, lalu menggandeng tangan Bu Warni, membawanya ke teras belakang yang sepi.

Tinggallah Dahayu dan salah satu asisten rumah tangga lebih muda daripada Bik Lis.

“Nyonya, sepertinya sudah waktunya kita keluar,” lirihnya seraya menunduk, sungkan untuk menatap.

Dahayu memandang sekilas wanita yang ia taksir berumur di pertengahan 20 tahunan. “Panggil nama saja!”

“Maaf, saya tidak berani Nyonya. Tuan sudah memberikan perintah untuk memanggil Nyonya.” Ia memberanikan diri menatap majikan barunya.

‘Siapa sebenarnya dia? Sepertinya bukan orang biasa. Dan apa-apaan ini? Ia memerintahkan para pekerjanya memanggil Nyonya? Tak salahkah itu?’

“Bila sungkan memanggil nama, cukup panggil Kakak saja! Lain daripada itu saya takkan menanggapi!” Dayu menatap tegas, auranya mengintimidasi membuat lawan bicaranya sampai tersentak dengan manik bergetar.

“Baik, K_ak,” sahutnya terbata-bata.

Dahayu membenahi selendang renda yang ia kenakan, lalu mulai melangkah keluar kala pintu dibuka lebar oleh Wiwin.

Wanita yang sudah berganti status menjadi seorang istri itu melangkah tegas dengan ekspresi datar, tidak ada senyum simpul apalagi gesture gugup, netranya menatap tajam pada sosok yang menatapnya dalam.

Amran sedikit menggeser posisi duduknya, memberikan ruang bagi sang istri kedua, bergantian mereka menandatangani buku nikah.

Bila biasanya pengantin lain akan memasangkan cincin kawin, tapi tidak dengan pasangan baru ini.

Pria berpeci hitam dan mengenakan kemeja satin berwarna putih itu mengambil kalung berliontin bunga Daisy, membuka kaitan nya. “Menunduk lah!”

Dahayu menurut seraya menutup rapat mulutnya, tubuhnya terhenyak kala jemari jenjang itu sepertinya sengaja menelusuri kulit lehernya, gerakannya begitu lamban, ingin rasanya ia tepis tangan yang sudah lancang menyentuhnya, tetapi urung saat mengingat tujuannya sampai mau menjadi istri kedua.

Amran tidak langsung menarik diri, jari telunjuk dan jempolnya menjepit dagu istri barunya, menatap penuh misteri netra coklat tanpa binar bahagia itu, lalu turun pada kalung yang ia pilih sendiri. “Cantik ….”

Setelahnya, Dahayu meraih punggung tangan terulur milik pria yang baru saja menikahinya, ia cium takzim tanpa menaruh rasa apapun selain hambar. Pun, pada waktu pucuk kepalanya dikecup dalam, semua terasa biasa saja.

Dahayu kembali menegakkan badan, ekor matanya melirik wajah Masira yang meradang. ‘Kau sendiri yang mengundang penyakit untuk datang, tapi mengapa wajahmu terlihat begitu tertekan? Menyesal kah?’

“Tuan Amran dan Nyonya Dahayu, sekarang kalian telah resmi menjadi sepasang suami istri sah secara agama maupun negara. Semoga pernikahannya Sakinah Mawadah Warahmah. Teruntuk Nyonya Dahayu serta Nyonya Masira – semoga kalian selalu lapang dada, bisa menjadi saudara walaupun tak sedarah. Berbagi suami itu sulit, tapi bila berhasil, hadiahnya juga luar biasa. Saya berharap, setiap pihak bisa berlaku adil seadil-adilnya.”

Pak penghulu menjabat tangan Amran dan Dahayu, lalu wali dan para saksi. Kemudian ia pamit undur diri.

Begitu pak penghulu sudah keluar dari hunian, kini tinggal Amran dan kedua istrinya, sedangkan Randu dan Bondan duduk jauh dari pasangan suami istri itu.

“Sudah selesai bukan? Berarti saya sudah diperbolehkan pulang ‘kan?” Dahayu mulai menarik jepit lidi yang menahan selendang di atas kepalanya, lalu beranjak dari lantai karpet, ia hendak ganti baju di dalam kamar.

“Ck … dasar tak punya adab sopan santun kau!” Sira berdecak, tatapannya begitu tajam menusuk sang madu.

Dayu menoleh, menatap sosok cantik berwajah bengis, yang duduk tepat disamping suami mereka. “Lantas, Anda ingin saya bagaimana? Mencium suami mu kah? Atau langsung bercinta dengannya, di hadapanmu?”

“Kau!” Sira menuding wajah Dayu, ia kesulitan mencari kata-kata tepat.

Namun, yang dituding hanya mengedikkan kedua bahunya, kemudian kembali melangkah masuk ke dalam kamar tadi, tanpa mengunci pintu, Dayu mulai membuka kancing baju kurung nya, gerakannya terhenti kala mendengar langkah kaki, ia berbalik.

“Mau apa Anda ke sini?” netranya membulat ketika melihat Amran membuka peci, mulai mengikis jarak.

‘Dia tak berniat meniduri ku di saat masih ada istrinya dirumah ini, kan ...?’

.

.

Bersambung.

1
Hanipah Fitri
lanjut
Alfiah Putri Pangalila
sangat mengandung bawang, semangat thor
tiap karyamu selalu ku pantau ☺️😍
imau
emang Dayu punya salah apa sama kamu Fiya?
imau
wkwkwk😂 sdh kena suap Randu ya bu
imau
jangan lupa, belahan dagunya 😄
imau
gimana g bergetar rahimnya Nelli 🤣🤣🤣
imau
ini nih gurunya Bu Warni 😄
imau
pengertian sekali
siauwdidola
seru, menarik
Kaka Shanum
tertawalah sepuasnya kamu nafiya karena setelah itu jangankan bisa tertawa,bicara pun tak sanggup kalau kau tau siapa amran tabariq......
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
perkosaaaa aja itu si dayu itu mran.. tuman banget cangkemnya...🤣🤣🤣🤣🤣
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
bukan akal akal an sih,,, tapi biang keladi nya...🤣🤣🤣🤣
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
laaaaahhh sana minum obat dulu,,,, kayaknya dosismu perlu ditambah deh biar agaj warasan dikit...
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
sak karepmu jem jem..... eh... aku ngomong apa ya... jem jem kayaknya ada terusannya deh...🤣🤣🤣🤣
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
abang amran.... kawinin aku bang...🤣🤣🤣🤣
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
matamu pengen tak colok ya peyang... segala macam orang dibilang ganteng, mungkin kalo orang utan dikasih jas celana sama sepatu pantofel paling juga dibilang ganteng sama si peyang ini...
Nurul Boed
Karena Dayu masih beranggpan dia hanya istri sementara,, 🤔🤔🤔
Nurul Boed
Beee,, model an begini gpp dech jadi yang ke tiga 😆😆😆😆
hidagede1
wah... ganteng banget abang amran,,, ah.. ini mah c'nafi gak bakalan bisa tidur 7hari 7 malam, wkwkwk
Marlina Prasasty
untung Bondan gak satu mobil dgn sang tuan pasti dia akan kema sadaran dr perang dunia ke3 ini
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!