Freya Zalika Adifa seorang gadis cantik yang memiliki kepribadian menyenangkan. Tapi hidupnya penuh dengan kesengsaraan. Tinggal bersama keluarga angkat, yang sebenarnya adalah paman kandungnya sendiri.
Tapi, Freya tidak pernah diperlakukan sebagai keluarga. Melainkan seperti pembantu. Freya harus memasak, membersihkan rumah, mencuci baju dan juga wajib mencukupi kebutuhan dapur rumah itu.
Nadya Anindya adalah kakak sepupu Freya yang telah menikah dengan kekasihnya semasa masih kuliah dulu. Hampir 5 tahun usia pernikahan mereka, dan belum ada anak di tengah rumah tangga mereka.
Nadya menyebar fitnah jika Gibran Kavi Mahendra seorang pria mandul. Karena selama pernikahan, Nadya merasa tidak pernah puas dengan Gibran.
Gibran seorang pria pekerja keras yang terlahir yatim piatu merasa harga dirinya semakin diinjak-injak oleh Nadya semenjak dirinya diPHK.
"Lahirkan anak untukku, maka aku akan mengajakmu keluar dari neraka ini." Ucap Gibran pada Freya.
UPDATE SETIAP HARI.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tuduhan Terhadap Freya
"APA-APAAN INI, KENAPA RUMAHKU DIJUAL?" Teriak Nadya di depan gerbang rumah mewah milik Gibran.
"Coba telepon suamimu itu, di mana dia sekarang. Lagian kamu itu bodoh, 5 tahun menikah tapi seluruh aset masih tetap nama Gibran." Cecar Budhe Ruhama.
Nadya pun mengikuti saran Mamanya, tapi justru hanya centang satu.
"Sial, aku sudah diblokir Ma."
"Apa kamu melakukan kesalahan yang membuat Gibran marah?" Tanya Mamanya.
"Ke... Kesalahan apa?" Tanya balik Nadya tergagap takut ketahuan boroknya.
"Yah mana Mama tahu, awas saja kalau kamu bikin nama baik keluarga hancur. Papamu pasti tidak akan tinggal diam. Dia akan murka." Ucap Budhe Ruhama.
Nadya dan Mamanya pun pergi dari rumah mewah milik Gibran dengan perasaan dongkol. Nadya menyesal karena dulu tidak berfikir jika Gibran akan berani pergi meninggalkannya. Mengingat pria itu cinta mati terhadapnya. Jadi, Nadya tidak waspada untuk mengambil alih semua harta.
"Awas saja kamu Gibran, kamu tidak akan bisa lepas dariku."
Setelah dari rumah Gibran, Ibu dan Anak itu pun tiba di rumah mewah milik Freya. Karena sejatinya keluarga itulah yang menumpang tinggal. Tapi justru berlakon seperti Nyonya besar pemilik rumah.
"Freya... Aku haus, buatkan jus alpukat." Teriak Nadya setelah menghempaskan bokongnya di sofa empuk ruang tamu bersama dengan Budhe Ruhama.
"Ma, apa sampai saat ini kita masih belum bisa menyingkirkan Freya dari sini?" Tanya Nadya.
"Belum bisa, karena kita masih butuh tanda tangan dia di setiap transaksi besar. Apalagi semua aset masih atas nama ayahnya. Dalam surat wasiat yang tertulis secara legal dan telah disahkan semua harta menjadi milik Freya."
"Kita harus bisa membuat dia menandatangani peralihan aset untuk kita. Apa pun caranya, aku ingin gadis liar itu hidup menderita." Ucap Nadya berapi-api, entah dendam apa dia terhadap Freya. Tapi kebencian itu nyata, tidak pernah Nadya tutupi dari Freya.
"Aku punya rencana, kita pasti dapat memiliki semua setelah ini."
Waktu terus berganti, seperti biasa Freya sudah berkutat dengan pekerjaan rumah tangga. Tapi kali ini ada yang berbeda, Freya sedikit lebih berseri. Apa mungkin karena ajakan menikah dari Gibran? Entahlah.
"Freya, kemarin kata Mama kamu antar makanan di rumahku. Apa kamu bertemu dengan suamiku berdua di dalam rumah?" Tanya Nadya.
Deg
Meskipun jantungnya bergemuruh, tapi Freya berusaha bersikap setenang mungkin.
"Tidak, aku mencari Kakak tapi karena Kakak sudah berangkat kerja jadi aku titipkan makanan itu pada suami Kakak. Lagi pula aku terburu-buru ke kampus karena ada janji dengan dosen pembimbing. Memangnya ada apa Kakak bertanya seperti itu?" Tanya Freya.
"Kamu sedang tidak berbohong kan Freya, aku tahu kamu mencintai suamiku. Bahkan sebelum dia menikahiku. Untuk itulah aku menerima lamarannya, meskipun aku tidak pernah mencintainya. Membuat hidupmu menderita dan sakit hati lebih menyenangkan." Ucap Nadya.
"Kamu tidak akan bisa memiliki apa pun yang kamu inginkan, termasuk cinta dari seorang Gibran."
"Gibran begitu tergila-gila denganku sejak kuliah, sedangkan kamu hanya anak SMA buluk yang mengharapkan cinta dari sang pangeran. Mimpimu terlalu tinggi Freya, sadar dirilah." Usai mengatakan semua kalimat yang menyakitkan itu, Nadya menyiram wajah Freya dengan air cucian piring. Ya, Nadya benci wajah cantik Freya, karena wajahnya pas-pasan.
Sepeninggalan Nadya, Freya langsung membersihkan wajahnya. Rasa perih sabun tidak terasa karena kini dia menangis.
"Apa salahku Kak Nadya, sampai kamu berbuat seperti itu terhadapku. Bahkan aku hidup susah, sementara kalian berfoya-foya dengan hartaku." Tidak mau larut dalam kesedihan, Freya melanjutkan kegiatannya memasak. Dia harus segera pergi ke kampus.
Siang hari di sebuah kantor firma hukum, Gibran sedang menghitung lembaran demi lembaran uang hasil penjualan mobil kepada seorang wanita.
"Merepotkan, siapa sih yang beli mobil kenapa tidak ditransfer saja." Gerutu Gibran di depan Aksa.
"Orang kaya mah bebas, dia itu istri pemilik perusahaan Wijaya. Jadi, duitnya banyak." Ucap Aksa.
"Tapi, gak gitu juga kali masak lebih suka ribet bawa-bawa uang dalam koper. Mending pergi ke bank, transaksi, beres."
"Sudah, gak usah ngomel. Sudah belum ngitungnya. Lama amat, kayak orang gak pernah pegang duit banyak kamu ini." Ejek Aksa.
"Hufff... Udah selesai. Pas tidak kurang selembar pun." Jawab Gibran.
"Lalu, apa rumahnya juga sudah laku?" Tanya Gibran penuh semangat.
"Hari ini, akan ada yang melihatnya. Kamu mau temui pembelinya langsung atau tidak?" Tanya Aksa.
"Jangan, perwakilanmu saja. Aku masih harus bersembunyi sampai pengadilan agama mengeluarkan akte ceraiku." Jawab Gibran.
"Kenapa sih, harus sembunyi. Kamu takut terjerat pesona mantan istri?"
"Sama sekali tidak, tapi aku tidak ingin dia mempersulit semua urusan dengan drama-drama murahan yang pasti diperankan ulang olehnya."
"Dia itu manipulatif dan playing victim, aku baru sadar sekarang. Oh ya, apa orang kamu sudah berhasil menemukan bukti perselingkuhan Nadya?" Tanya Gibran tidak sabar memutuskan status pernikahan bersama Nadya.
"Sudah, dan aku juga telah mendaftarkan perceraian kalian. Tunggu dalam seminggu ini, surat cerai itu pasti sampai ke alamat rumahnya. Apa kamu akan hadir pada saat sidang perdana?" Tanya Aksa.
"Tidak, aku tidak akan datang. Kalau bisa jangan terlalu lama prosesnya, karena aku juga tidak mau ada mediasi." Ucap Gibran.
"Sepertinya kamu begitu terburu-buru, apa yang sedang kamu sembunyikan. Apa kamu sudah punya kekasih baru, dan dia ingin segera kamu nikahi? Kamu tidak mungkin menghamili perempuan lain kan, Gibran?"
"Lebih tepatnya, aku akan menghamili perempuan lain setelah kami menikah nanti. Tapi kamu salah, jika berfikir aku sudah punya kekasih."
"Karena itu, aku ingin segera mengakhiri pernikahan tidak sehat ini. Dan membina rumah tangga bersama gadis baik yang butuh pertolongan. Karena, aku akan merepotkanmu lagi untuk misi selanjutnya. Dia butuh bantuan untuk mengambil kembali, apa yang direbut paksa orang lain. Karena itu pernikahan keduaku nanti bisa dikatakan pernikahan saling menguntungkan."
Tidak terasa seminggu sudah berlalu sejak Gibran meninggalkan rumah mewahnya. Rumah itu juga sudah laku. Sedangkan Nadya masih kelabakan mencari keberadaan suaminya, sementara hubungan gelapnya bersama bosnya tidak mendapat restu. Irvan menjadi menutup diri dan bersikap dingin terhadap Nadya. Karena pria itu sudah mendapat ultimatum keras dari kedua orang tuanya.
Melangkah gontai, Nadya pulang ke rumah. Akhir-akhir ini badannya sering merasa sakit, mual dan muntah sepanjang hari. Bahkan dia menjadi kesusahan berkonsentrasi saat bekerja.
Saat sedang tiduran di atas sofa, terdengar bel rumah berbunyi.
"Siapa sih yang menggangguku." Gerutunya tapi tetap bangkit dari tidurnya lalu berjalan membukakan pintu rumah.
"Dengan Ibu Nadya? Ada surat untuk Anda." Ucap seorang kurir.
Tanpa mengucapkan terima kasih, wanita sombong itu langsung mengambil suratnya. Membuat kurir menyumpahi dalam hati.
"Surat apa ini kenapa amplopnya ada kop dari pengadilan agama." Nadya berjalan sambil merobek amplop. Kemudian membaca perlahan hingga satu kata membuatnya menjerit histeris.
"GIBRAN..."
"Ada apa sih ribut-ribut, loh kok kamu baru jam 3 sore sudah sampai rumah." Tanya Budhe Ruhama Mamanya Nadya.
"Aku sedang tidak enak badan, lihat ini Gibran kurang ajar. Berani sekali dia menggugat ceraiku. Memangnya aku mau diceraikan begitu saja tanpa harta gono gini. Jangan harap, aku akan memudahkannya."
"Ini pasti karena Freya, setelah Mama menyuruh dia datang ke rumahku pagi itu semua berubah. Asal Mama tahu, waktu itu Freya hanya bertemu dengan suamiku di rumah." Ucap Nadya menggebu.
"Kurang ajar, apa mungkin Freya menjadi pelakor dalam rumah tanggamu? Kalau begitu, kamu harus menuntut balik Gibran." Timpal Budhe Ruhama.
"Tentu saja, aku tidak akan tinggal diam. Freya harus hancur. Dia tidak boleh hidup bahagia, apalagi bisa bersama pria yang dicintainya. Gibran hanya boleh menjadi milikku." Gumam Nadya dalam hati.
Sementara itu, sepulang dari kampus Freya kembali bertemu dengan Gibran.
"Kak, aku takut dijadikan kambing hitam atas perceraianmu." Ucap Freya.
"Kamu tidak perlu takut, karena kita memang bukan pasangan selingkuh. Jika Nadya memfitnahmu, langsung hubungi aku. Biar aku buka kebusukannya. Aku sudah mendapatkan bukti perselingkuhannya. Ternyata bukan hanya satu pria."
Sementara itu, Nadya menyeringai di dalam kamar mandi usai melakukan tes urin. Dia akan menggunakan kehamilannya untuk menggagalkan proses perceraian.
mma Gibran perlu di eksekusi thor
karena saat ini kau akan menjadi opa. freya lagi hamil muda, tuan gunawan walaupun dia blm menyadarinya.
punya gibran itu hanya mau on jika berhadapan dengan pawangnya.
kau sungguh murahan sekali bella.
bell kamu dalam bahaya Freya murka habis kamu