Claire Jenkins, seorang mahasiswi cerdas dari keluarga yang terlilit masalah keuangan, terpaksa menjalani prosedur inseminasi buatan demi menyelamatkan keluarganya dari kehancuran.
Lima tahun kemudian, Claire kembali ke Italia sebagai penerjemah profesional di Istana Presiden. Tanpa disangka, ia bertemu kembali dengan anak yang pernah dilahirkannya Milo, putra dari Presiden Italia, Atlas Foster.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Melon Milk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
4 🩷
Cahaya senja memancar lembut melalui jendela-jendela tinggi menciptakan bayangan panjang di koridor marmer yang megah. Atlas melepaskan jas hitam Armani-nya dengan gerakan yang elegan namun dipenuhi ketegangan. Matanya yang gelap memindai ruangan dengan tatapan yang dingin dan menyelidik.
"Siapa wanita berkacamata berbingkai hitam yang berdiri di ujung ruangan tadi, dan siapa yang mengizinkannya bekerja di sini?" tanya Atlas kepada direktur kantornya, Patrick Palmer, dengan suara rendah yang menggema di ruang kerja yang luas.
Patrick, seorang pria berusia hampir lima puluh tahun dengan rambut beruban yang rapi, merenungkan sejenak sebelum menjawab dengan hormat, "Ah, itu Claire Jenkins, Tuan. Dia baru saja lulus dengan gelar master dari Universitas Sorbonne. Dia adalah penerjemah yang direkomendasikan oleh Menteri Luar Negeri Marcel Dottore beberapa waktu lalu. Anda telah menyetujui perekrutannya saat itu." Patrick mengatur kacamata bacanya. "Saya dengar dia tidak hanya mahir dalam bahasa Prancis, tetapi juga fasih berbahasa Spanyol dan Jerman. Dia adalah bakat langka dalam bidang penerjemahan."
Atlas, yang sedang memegang dokumen diplomatik penting, berhenti sejenak dan melirik Patrick dengan pandangan yang tajam. "Jadi, dia menguasai empat bahasa?"
"Tepat sekali, Yang Mulia. Kemampuannya sangat mengesankan untuk seseorang seusianya."
Suasana tenang di ruangan itu tiba-tiba terganggu ketika suara ceria seorang anak laki-laki terdengar dari sofa kulit yang mewah di sudut ruangan. "Wah, sungguh menakjubkan! Kebetulan aku tidak mengerti beberapa kata dalam bahasa Prancis, aku akan mencarinya!"
Milo, anak laki-laki berusia lima tahun dengan mata biru cerah yang mirip ayahnya, meluncur turun dari sofa dengan semangat dan berlari menuju pintu.
"Milo Foster, berhenti!" perintah Atlas dengan suara yang tegas namun tidak kasar.
Bocah itu langsung terdiam, berdiri kaku seperti patung kecil, tidak berani bergerak seinci pun. Meskipun masih kecil, Milo sudah memahami otoritas yang dimiliki ayahnya.
"Bawa dia ke ruang tamu sebelah, dan pastikan dia menyelesaikan tugas sekolahnya sebelum boleh pergi," Atlas memerintahkan Patrick tanpa mengalihkan pandangan dari dokumen di tangannya.
"Baik, Yang Mulia," Patrick mengangguk dan tersenyum ramah kepada Milo. "Tuan Muda, mari kita pergi."
Milo mengerucutkan bibirnya, melirik ayahnya dengan mata yang berkilat kesal, lalu mengambil tas sekolah kecilnya. Sambil berjalan keluar dengan langkah yang berat, dia bergumam dengan suara yang hampir tidak terdengar, "Ini jelas menunjukkan aku bukan anak kandungmu."
"Apa yang kau katakan?" Atlas mengangkat kepalanya, menatap putra kecilnya dengan mata yang gelap dan penuh otoritas.
Milo berbalik dan menatap Daddy-nya dengan wajah yang keras kepala, meskipun suaranya masih cempreng seperti anak kecil. "Sudah kubilang, aku jelas bukan anak kandungmu!"
Daftar tugas sekolahnya begitu panjang. Anak-anak lain mungkin membutuhkan seminggu untuk menyelesaikannya, tetapi dia harus menyelesaikannya dalam satu hari. Hidup memang tidak adil untuk seorang anak berusia lima tahun.
Atlas mengangkat kepalanya sepenuhnya, menatap Milo dengan sepasang mata hitam yang dalam dan berkata tanpa ekspresi, "Tentu saja aku tidak bisa melahirkanmu karena aku laki-laki, tapi aku tetap Daddy-mu."
Milo cemberut dengan kesal, suaranya bergetar sedikit, "Jika Ibu bisa bangun dan bicara, dia pasti tidak akan sekeji dirimu!"
Mendengar kata-kata itu, Atlas merasakan sesuatu yang menyakitkan di dadanya, tetapi wajahnya tetap tenang. Dia menatap Milo dengan pandangan yang sedikit melembut, kemudian berkata dengan suara yang lebih rendah, "Kerjakan tugas sekolahmu."
Milo menghentakkan kaki kecilnya dan berjalan keluar dengan Patrick.