"Tidak heran ini disebut Jurang Neraka, aku sudah jatuh selama beberapa waktu tapi masih belum menyentuh dasar..." Evindro bergumam pelan, dia tidak mengingat sudah berapa lama dia terjatuh tetapi semua kilas balik yang dia lakukan memakan waktu cukup lama.
Evindro berpikir lebih baik dia menghembuskan nafas terakhir sebelum menghantam dasar jurang agar tidak perlu merasa sakit yang lainnya, tetapi andaikan itu terjadi mungkin dia tetap tidak merasakan apa-apa karena sekarang pun dia sudah tidak merasakan sakit yang sebelumnya dia rasakan dari luka yang disebabkan Seruni.
Evindro akhirnya merelakan semuanya, tidak lagi peduli dengan apapun yang akan terjadi padanya.
Yang pertama kali Evindro temukan saat kembali bisa melihat adalah jalan setapak yang mengeluarkan cahaya putih terang, dia menoleh ke kanan dan kiri serta belakang namun hanya menemukan kegelapan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hendrowidodo_Palembang, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Nacha
Udara dingin menghembus memasuki jubahnya, membuat tubuh Evindro menggigil pelan.
Evindro kemudian mendengar suara yang berasal tidak jauh darinya, seperti suara tanah yang sedang digali. Evindro menggunakan seluruh kekuatannya untuk menggerakkan lehernya agar dapat melihat yang terjadi dari sumber suara tersebut. Butuh beberapa saat sebelum dia berhasil mengalihkan pandangannya.
Evindro menemukan seseorang berambut putih keperakan dengan panjang hampir menyentuh pinggang, dia tidak bisa melihat wajah orang tersebut namun postur tubuh orang itu langsing dan kulitnya tidak kalah putih dengan rambutnya. Orang keturunan Pagaralam yang terkenal dengan warna kulit putih sekalipun tidak bisa dibandingkan dengan kulit seputih susu yang ada di hadapan Evindro sekarang.
Warna putih kulitnya semakin terasa karena orang tersebut memakai gaun merah yang biasa dipakai oleh pengantin perempuan. Evindro menebak orang yang ada di hadapannya adalah perempuan.
Evindro mengerutkan dahinya ketika menyadari orang itu sedang menggali tanah menggunakan sesuatu yang tidak asing baginya. Benar! orang itu menggali tanah menggunakan Pedang Penguasa Malam seperti cangkul tanpa terbebani.
'Apa itu artinya yang barusan aku alami bukan mimpi? Sungguh ada roh pedang di dalam Pedang Penguasa Malam?' Evindro masih mengingat jelas pertemuannya dengan Zulfikar, dia masih bingung apakah semua itu hanya mimpinya atau kenyataan. Melihat Pedang Penguasa Malam digunakan sebagai cangkul seperti kata Zulfikar, membuat Evindro mulai yakin itu bukanlah mimpi.
"Fiuh... Akhirnya selesai juga..." Orang itu berhenti menggali lalu menyeka keningnya yang tidak berkeringat dengan jubahnya, saat itulah Evindro bisa melihat wajah cantik orang yang berbaju merah tersebut. Nafas orang itu teratur, tidak ada tanda-tanda kelelahan tetapi dia bergaya seolah menyelesaikan sesuatu yang menguras seluruh tenaganya. Suaranya terdengar lebih berat dari perempuan pada umumnya.
"Baik, tinggal menguburnya-... Aaaah!" Orang itu keluar dari lubang dan berjalan ke arah Evindro, dia terkejut ketika mengetahui Evindro sedang memandanginya sampai akhirnya dia terjatuh ke dalam lubang itu lagi.
Beberapa saat kemudian kepala orang itu terlihat mengintip dari lubang, pandangannya dan Evindro bertemu. "Kau bukan hantu bukan? Kau tidak jadi mati?"
"Aku masih hidup..." Suara Evindro terdengar begitu lemas.
Orang itu melompat keluar dari lubang setelah mendengar suara Evindro diikuti dengan dengusan kesal. "Jika kau tidak mati harusnya kau bangun lebih awal. Aku sudah menggali lubang kuburanmu sampai selesai baru kau terbangun... Padahal aku yakin nafasmu sudah berhenti tadi, apakah kau benar bukan hantu? Aku tidak takut dengan siluman tetapi kalau hantu..."
"Aku manusia biasa..." Evindro berusaha tersenyum.
"Ah? Ini?" Orang itu memandang Pedang Penguasa Malam, lalu melemparkannya pada Evindro. "Pedangmu cukup bagus."
Evindro menangkap pedang tersebut, lalu memandang orang itu dengan sedikit keheranan tetapi dia berterima kasih karena orang itu mengembalikan Pedang Penguasa Malam miliknya.
"Terima kasih, Bagaimana aku memanggil Senior? Perkenalkan namaku Evindro ..."
Evindro menebak meskipun orang yang berada di hadapannya terlihat berusia dua puluhan tahun tetapi usianya bisa jadi jauh lebih tua lagi di atasnya.
"Ah, aku khawatir kau akan menangis atau mati lagi karena terlalu terkejut setelah mengetahui namaku..."
"Benarkah? Kau tidak mencoba menipuku lalu merasuki tubuhku bukan? Tidak ada manusia yang pernah bertahan hidup setelah jatuh dari Gunung Tanpa Batas." Orang itu menyipitkan matanya berusaha membaca Evindro lebih jauh, "Apa kau bisa bergerak sendiri?"
Evindro mencoba bergerak namun tidak berhasil, dia kemudian menyadari masih ada sedikit tenaga dalamnya yang tersisa. Evindro mengalirkan tenaga dalamnya dan dia berhasil menggerakkan tubuhnya walaupun terasa begitu lemas.
Butuh waktu beberapa saat tetapi akhirnya Evindro bisa berdiri dengan kemampuannya sendiri. "Maaf, bisa kau kembalikan pedangku? Dia tidak senang karena kau menggunakannya seperti itu..."
Evindro sadar orang di hadapannya mungkin menyadari nilai dari Pedang Penguasa Malam dan menolak mengembalikannya bahkan bisa jadi berniat mencelakainya demi pedang tersebut.
Orang itu mengelus dagunya sendiri kemudian menoleh ke lubang yang telah dia gali sebelumnya. "Ngomong-ngomong kau sungguh ingin tetap hidup? Lubang ini sudah aku buat sesuai ukuranmu, apa kau tidak ingin mencobanya dulu? Jika terasa nyaman mungkin kau akan berubah pikiran."
Evindro menaikkan alisnya, dia mulai curiga ada yang salah dengan otak orang yang ada di hadapannya.
"Baik, akan sulit kita berkomunikasi jika kau tidak mengetahui namaku. Aku akan memberitahumu tetapi kuharap kau siapkan mentalmu agar tidak terjadi sesuatu yang tidak kita berdua inginkan..." Orang itu mulai tertawa kecil.
Evindro menggaruk kepalanya lalu mengangguk pelan.
"Bersiaplah! Yang sekarang berada di hadapanmu tidak lain adalah... Nacha!" Orang itu menyebutkan namanya dengan lantang diikuti dengan tawa yang keras dan panjang.
Evindro memiringkan kepalanya, dia memandangi Nacha dengan tatapan heran seolah berkata 'Apa aku harus terkejut mendengarnya?'
Nacha menemukan reaksi Evindro jauh dari harapannya, "Hem? Kau tidak pernah mendengar namaku? Nacha, Angin Dari Timur?"
Evindro menggeleng pelan, "Aku cukup yakin ini pertama kalinya aku mendengar nama Senior."
"Kau tidak pernah mendengar tentang Pendekar Empat Penjuru? Petir Dari Barat, Api Dari Selatan, Air Dari Utara dan yang paling tersohor Angin Dari Timur, kau sungguh tidak pernah mendengarnya?" Justru Nacha yang sekarang terlihat terkejut.
"Aku tidak pernah mendengar satupun nama tersebut." Evindro yakin dengan ingatannya.
Nacha mengerutkan dahinya, dia sampai berpikir keras dalam posisi berjongkok. "Tidak mungkin... Apa secepat itu kami dilupakan? Seharusnya aksi kami dikenang selamanya..."
Evindro merasa sedikit bersalah. "Senior, aku tidak banyak membaca, mungkin kesalahanku tidak mengenal nama besar Senior..."
Nacha langsung berdiri dan tersenyum lebar sambil menepuk pundak Evindro. "Tidak masalah, tidak perlu dipikirkan. Kau bisa mendengarnya langsung dariku nanti."
Nacha terlihat begitu antusias, Evindro sendiri hampir kembali tumbang karena ditepuk olehnya.
"Ngomong-ngomong, kau tidak perlu memanggilku Senior, itu membuat jarak antara kita terasa jauh. Panggil saja aku Nacha. Ini akan membuat kita lebih cepat akrab."
Nacha kembali tertawa dan membawa Evindro menuju kediamannya.
"Evindro, kau adalah orang pertama yang berhasil hidup setelah jatuh dari Gunung Tanpa Batas. Aku yakin kau sudah tidak bernafas saat kutemukan, seluruh organ tubuhmu juga hancur dan tidak ada tulangmu yang utuh. Kau bisa hidup seperti ini lagi, apakah kau menguasai Ilmu Rawarontek?"
Evindro tersenyum canggung, dia tidak terbiasa dengan panggilan yang disematkan Nacha padanya.
"Ilmu Rawarontek? Ilmu apa itu Senior?"
"Kau tidak mengetahui ilmu itu? Kau sungguh kurang membaca Evindro... dan sudah berulang kali kukatakan, jangan panggil aku Senior, panggil aku Nacha."
Nacha mulai menjelaskan Ilmu Rawarontek adalah ilmu legendaris yang bisa membuat orang yang menguasainya bangkit dari kematian bahkan menjadi lebih kuat. Dari deskripsi yang disampaikan Nacha, Evindro cukup yakin ilmu itu jika benar-benar ada maka jauh lebih berharga daripada Kitab Kaisar Naga sekalipun.