Mungkin berat bagi wanita lain menjalankan peran yang tidak ia inginkan. Tetapi tidak dengan Arumi yang berusaha menerima segala sesuatunya dengan keikhlasan. Awalnya seperti itu sebelum badai menerjang rumah tangga yang coba ia jalani dengan mencurahkan ketulusan di dalamnya. Namun setelah ujian dan cobaan datang bertubi-tubi, Arumi pun sampai pada batasnya untuk menyerah.
Sayangnya tidak mudah baginya untuk mencoba melupakan dan menjalani lagi kehidupan dengan hati yang mulai terisi oleh seseorang. Perdebatan dan permusuhan pun tak dapat di hindari dan pada akhirnya memaksa seseorang untuk memilih diantara mereka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon LaQuin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 4. Berbelanja
Bab 4. Berbelanja
Arumi tampak canggung mengenakan out fit dari atas sampai bawah yang setara dengan gajinya selama satu bulan. Namun perintah Dimas tidak mungkin ia tolak. Karena walau bagaimana pun, Arumi harus menurut kata suami seperti apa yang sudah di ajarkan oleh orang tuanya.
Ragu-ragu Arumi melangkahkan kakinya menuruni tangga. Suara ketukan sepatu tentu keras terdengar sehingga membuat Dimas menoleh padanya untuk melihat hasil dari apa yang ia perintahkan.
Tidak ada ucapan yang keluar dari bibir Dimas ketika melihat Arumi sesaat. Hanya tatapan tanpa ekspresi yang lagi-lagi menghiasi raut wajah tampan bagai pahatan karya seni.
"Ayo pergi."
Satu kalimat pendek terucap dan yang selalu terkesan dingin membuat bibir Arumi mengerucut. Walau demikian, Arumi tetap menurut dan mengekori langkah kaki Dimas menuju pintu utama.
Sebuah mobil dengan supir pribadi sudah menunggu mereka di halaman rumah. Dimas dan Arumi pun duduk bersama di kursi belakang, namun menyisakan jarak di bagian tengah bagai area terlarang untuk di tempati.
"Ke Departemen Store."
"Siap Pak!"
Satu kalimat dari Dimas mengarahkan kemana mereka akan di bawa oleh supir mereka. Arumi hanya diam tanpa berani untuk bertanya, kenapa mereka pergi kesana.
Pasangan pengantin yang baru 2 hari terikat ikatan suci itu tidak terlihat mesra sama sekali. Bahkan masa yang harusnya di lakukan untuk berbulan madu malah hanya dijadikan waktu beristirahat dari pekerjaan seperti hari libur biasa.
Keheningan di antara dua pasangan itu malah membuat sang supir canggung dan berkeringat dingin. Ia sudah biasa dengan sikap dingin tuannya, namun kali ini ia belum terbiasa menghadapi sepasang pengantin baru yang hanya duduk diam tanpa kata.
Sesekali sang supir melirik ke arah kaca spion yang berada di atas kepala untuk melihat para majikannya di belakang sana. Namun aura dingin begitu mencekam hingga membuat sang supir begitu sulit menelan salivanya.
Sungguh berbeda pemandangan dulu dan yang ia lihat sekarang. Dulu waktu bersama Renata, suasana dalam mobil itu tidak sedingin sekarang karena Dimas dan Renata menghabiskan waktu dalam perjalanan dengan mengobrol santai sambil sesekali bercanda. Namun berbeda dengan sekarang. Padahal status Arumi adalah istri sah, tetapi tuannya yang dingin terasa lebih dingin sehingga sang supir cemas akan hubungan pernikahan mereka.
"Ada yang salah Pak Hasan?"
Supir yang di panggil Hasan itu sedikit terlonjak kaget ketika Dimas menegurnya. Rupanya sejak tadi Dimas peka, Hasan sesekali melirik dirinya dan Arumi meski ia diam seribu bahasa.
"Oh, tidak Pak."
"Fokus!" Perintah Dimas.
"Baik Pak."
Dimas memejamkan matanya, dan Hasan pun kembali fokus mengemudi tanpa berani lagi melirik ke belakang. Sedangkan Arumi, terlihat tenang dan hanya diam memandang keluar jendela.
Tidak lama kemudian mobil pun sampai ke sebuah salah satu Departemen Store terbesar di kota itu. Dimas pun turun di ikuti oleh Arumi.
Berjalan gagah tanpa mempedulikan orang-orang di sekitarnya yang memandang, Dimas tetap melangkahkan kakinya ke depan. Beberapa pegawai di tempat itu terlihat menundukkan kepala ketika Dimas melintas di depan mereka.
Arumi yang sedikit bingung melihat adegan itu, hanya diam tanpa berani bertanya. Dalam hatinya hanya bisa berasumsi sendiri, kalau para pegawai itu mengenal Dimas sebagai seorang pelanggan VIP kaya yang sudah biasa menghamburkan uangnya disana.
Arumi bisa berpikir demikian melihat dari pakaian-pakaian yang di kenakan oleh Dimas. Di tambah lagi deretan pakaian mahal dalam lemarinya yang semakin memperkuat dugaan Arumi.
" Pilihlah sesukamu."
"Eh..., apa?" Arumi kebingungan.
"Ganti isi lemari itu dengan pakaian yang kau pilih sekarang."
"I...itu, tidak perlu. Pakaian ku sangat banyak di rumah. Aku tinggal membawanya saja." Tolak Arumi merasa tidak nyaman dan pakaian-pakaian mahal itu terasa membebani dirinya.
"Tolong jaga, harkat dan martabat ku. Kau bukan milik dirimu atau orang tuamu sendiri sekarang."
Arumi tertegun memikirkan ucapan Dimas sejenak. Perlahan ia pun paham maksud ucapan Dimas. Status Dimas dan keluarganya yang merupakan orang kaya raya, tentu tidak selevel dengan dirinya dan orang tuanya yang banyak memiliki hutang dimana-mana. Dan status barunya yang kini menjadi istri dari seorang yang kaya raya tersebut tentu tidak boleh membuat malu Dimas dan keluarganya dengan penampilannya yang biasa itu.
"Padahal cuma bekerja membersihkan rumah, kenapa harus berpakaian mahal?!" Gerutu Arumi dalam gumam lirihnya yang ternyata terdengar oleh Dimas, samar-samar.
Dimas mendekati Arumi. Sangat dekat hingga membuat jantung Arumi berdegub ketakutan dan tubuhnya pun menegang. Apalagi sampai Dimas mendekatkan wajahnya ke telinga Arumi dan berkata lirih.
"Kau sudah memilih menjadi seorang istri pengganti, jadi kau seharusnya diam dan menurut saja apa yang aku perintahkan!"
Bulu tubuh Arumi meremang. Ini pertama kalinya wajah laki-laki begitu dekat dengan wajahnya. Lebih lagi dia adalah pria dingin yang sejak pertama kali sudah membuat Arumi takut padanya.
Arumi menghela napas. Ia pun mengangguk pelan menuruti perintah Dimas.
"Aku akan menunggu disini." Kata Dimas sembari mendudukan dirinya di sebuah sofa yang disediakan untuk pelanggan VIP yang ingin menunggu. Lalu dirinya fokus berselancar pada layar handphonenya.
Baju-baju disini pasti mahal-mahal. Yang paling murah pun sudah termasuk mahal karena merk ini kan? Yah, sebaiknya aku pilih yang paling murah saja. Tapi berapa banyak? Apa pilih 5 setel saja? Sebaiknya begitu saja.
Begitu lah batin Arumi berkecamuk. Bertanya sendiri, dan menjawab sendiri.
Beberapa saat kemudian Arumi sudah selesai memilih dan kembali ke tempat dimana Dimas berada. Ragu-ragu ia pun memberanikan diri untuk berbicara kepada Dimas.
"Emm, aku sudah selesai memilih."
Dimas mengalihkan pandangannya dari handphonenya dan melihat beberapa pakaian yang berada di tangan Arumi. Kemudian ia pun memasukan handphonenya ke saku celananya dan berdiri.
"Pelayan?"
"Ya Pak."
Seorang karyawan outlet yang tidak jauh dari mereka segera mendekat begitu Dimas memanggil.
"Bawakan lagi yang cocok dipakai olehnya. Dan pilihkan yang terbaik!"
"Baik Pak."
Kemudian beberapa karyawan segera bergerak menarik beberapa deret pakaian yang cocok di kenakan oleh wanita berhijab. Mereka segera memilih dan tanpa melihat harga yang sangat di khawatirkan Arumi sejak tadi.
Setumpuk pakaian bagai gunung berkumpul di meja kasir. Tanpa ragu Dimas mengeluarkan kartunya dan membayar semua pakaian tersebut.
"Antarkan ke alamatku."
"Baik Pak."
Para karyawan itu langsung paham dengan ucapan Dimas layaknya sudah terbiasa. Namun Arumi yang tidak terbiasa itu ternganga di buatnya.
"Rif, singkirkan lemari berserta isinya di kamar tamu. Beli yang baru dan susun pakaian yang akan datang dengan rapi."
Satu perintah lewat telepon pintar sekali lagi mengejutkan Arumi yang mendengarkannya. Sepertinya Arumi harus membiasakan diri untuk kedepannya dengan tindakan Dimas, melihat bagaimana latar belakang suaminya itu.
"Ayo pindah." Ujar Dimas kepada Arumi tanpa menoleh dan melangkah maju ke depan.
Arumi yang merasa canggung dan tidak nyaman Dimas main pergi saja tanpa menyapa para karyawan disana, terpaksa tersenyum tidak enak hati sambil menundukkan sedikit kepalanya kepada para karyawan tadi, tanda ia pamit dan berterima kasih atas pelayan mereka.
Dalam hati Arumi kesal. Tidak hanya padanya, tetapi suami dinginnya itu juga melebarkan hawa dinginnya kepada orang lain di sekitarnya.
Bersambung...
Jangan lupa dukung Author dengan like dan komen ya, terima kasih 🙏😊
hari ini apes bener arumi.. bertemu org2 ##$$@## dpt tlp dr pamannya yg juga sama2 ##$@##$🙄
suka dgn gaya rumi yg tdk mudah memperlihatkan kelemahannya pd lawan bicara yg pd nyebelin itu..meski dlm hatinya remuk redam... pasti berat bagi rumi dlm situasi yg spt ini.. semangat arumi... semoga semua masalah cpt berlalu n kamu bisa hidup dgn lbh baik kedepannya
kamu yg ninggalin dimas... tp sekarang malah gk tau malu minta balikan... maksudmu piye? jgn takut arumi lawan aja itu si renata.. bkn kamu yg salah.. dia yg ninggalin dimas jd jgn kepengaruh sama renata...