NovelToon NovelToon
Terpaksa Menjadi Madu

Terpaksa Menjadi Madu

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikah Kontrak / Cinta Seiring Waktu / Menjual Anak Perempuan untuk Melunasi Hutang
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Julia And'Marian

Alya adalah gadis mandiri yang bekerja sebagai perawat di sebuah rumah sakit swasta. Hidupnya sederhana namun bahagia, hingga suatu hari ia harus menghadapi kenyataan pahit, ayahnya terlilit utang besar kepada seorang pengusaha kaya, Dimas Ardiansyah. Untuk melunasi utang itu, Dimas menawarkan satu-satunya jalan keluar—Alya harus menikah dengannya. Masalahnya, Dimas sudah memiliki istri.

Dengan hati yang terpaksa dan demi menyelamatkan keluarganya, Alya menyetujui pernikahan itu dan menjadi madu. Ia masuk ke dalam kehidupan rumah tangga yang dingin, penuh rahasia, dan ketegangan. Istri pertama Dimas, Karin, wanita anggun namun penuh siasat, tidak tinggal diam. Ia menganggap Alya sebagai ancaman yang harus disingkirkan.

Namun di balik sikap dingin dan keras Dimas, Alya mulai melihat sisi lain dari pria itu—luka masa lalu, kesepian yang dalam, dan cinta yang belum sempat tumbuh. Di tengah konflik rumah tangga yang rumit, kebencian yang mengakar, dan rahasia besar dari masa lalu,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Julia And'Marian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 4

Pagi itu, saat matahari belum tinggi, Alya dikejutkan oleh suara notifikasi beruntun di ponselnya. Puluhan pesan masuk. Sebagian dari teman-teman lamanya, sebagian dari nomor tak dikenal.

Begitu ia membuka media sosial—ia membeku.

Foto dirinya dan Dimas tersebar. Ia mengenakan gaun biru tua dari pesta ulang tahun ayah Dimas. Judul headline yang menyertainya menyentak dada:

"Pengusaha Muda Dimas Aryaputra Diduga Menikah Diam-diam, Siapa Wanita Berjilbab yang Kini Tinggal di Apartemen Mewahnya?"

"Istri Kedua? Heboh Dugaan Poligami Terselubung di Lingkaran Elite!"

Di bawahnya, komentar-komentar pedas membanjir.

“Madu baru ya? Cantik sih, tapi nggak etis!”

“Kasian Karin, istri sah ditusuk dari belakang.”

“Yang beginian nih merusak citra perempuan berhijab!”

Alya menutup ponselnya. Tangannya gemetar.

Ia belum siap. Ia belum siap menjadi wajah dalam cerita yang bahkan bukan ia pilih dari awal.

Tak lama kemudian, pintu apartemen diketuk keras.

Dimas masuk dengan ekspresi tegang, ponsel di genggamannya.

“Aku nggak tahu ini bisa bocor,” katanya cepat. “Aku pastikan bukan dari keluargaku.”

Alya berdiri diam, tak menjawab. Dimas berjalan ke arahnya.

“Kamu harus tetap di sini sementara. Jangan keluar. Aku akan atur supaya semua tenang.”

“Tenang?” Alya mengangkat suaranya, suaranya pecah. “Orang-orang menyebutku pelakor, penusuk dari belakang. Ibuku di kampung bisa lihat semua ini. Ayahku di rumah sakit bisa baca berita ini!”

“Alya, aku janji akan selesaikan ini. Aku akan lindungi kamu.”

“Sejak kapan kamu benar-benar melindungi-ku, Dimas?” tatanya menusuk. “Bahkan aku menghadapi Karin sendirian. Bahkan saat aku tahu kamu punya anak dari perempuan lain, kamu malah pergi dan bungkam!”

Dimas tak menjawab. Ia terlihat seperti seseorang yang kehabisan kata.

Lalu, suara notifikasi telepon rumah berbunyi. Interkom dari resepsionis.

“Pak Dimas, ada tamu atas nama Ibu Karin dan dua orang pengacara. Mereka bersikeras ingin naik ke unit Bapak.”

Alya menoleh tajam.

“Kamu panggil dia ke sini?”

“Tidak,” jawab Dimas cepat. “Dia tahu alamat apartemen ini dari adikku. Aku... aku minta maaf.”

Dimas bergerak ke pintu. Tapi terlambat. Dalam hitungan detik, suara bel berbunyi keras. Sekali. Dua kali.

Dimas membuka pintu.

Karin masuk tanpa diundang, mengenakan kemeja putih elegan dan celana panjang hitam. Wajahnya tak menunjukkan amarah, melainkan… kemenangan.

“Cantik juga apartemen ini,” ujarnya sambil melirik sekeliling. “Pantesan kamu betah di sini, Alya.”

Di belakangnya, dua pria bersetelan jas berdiri kaku, membawa map dokumen.

“Cukup, Karin. Jangan buat drama di sini,” ucap Dimas, menahan nada suaranya.

Karin menoleh padanya. “Ini bukan drama, Dimas. Ini pembalasan.”

Ia menaruh dokumen di meja.

“Surat gugatan cerai,” katanya tenang. “Dan surat pembekuan sementara hak atas saham perusahaan yang ayahku wariskan padamu.”

Dimas menegang. “Kamu... nggak serius.”

“Serius.” Karin tersenyum. “Karena sekarang, aku ingin kamu jatuh. Sama seperti aku yang kamu jatuhkan.”

Alya berdiri di belakang Dimas, membeku. Ia merasa dunia di sekitarnya seperti sedang runtuh perlahan.

Karin berjalan mendekat padanya.

“Kamu pikir kamu sudah menang, Alya? Bukan. Kamu hanya boneka kecil yang dipakai Dimas untuk memberontak. Setelah dia bosan? Dia akan kembali ke dunia lamanya. Kamu cuma akan jadi nama di gosip yang dilupakan.”

Alya menatap Karin, bibirnya bergetar. Tapi kali ini ia tidak mundur.

“Saya mungkin tidak sehebat Ibu. Tidak punya nama besar. Tidak punya saham. Tapi saya tahu satu hal: Saya tidak pernah menyakiti siapa pun dengan sadar. Saya tidak pernah sengaja merebut siapa pun.”

Karin mengerutkan kening.

“Saya tidak minta dicintai. Tapi saya juga tidak akan membiarkan siapa pun menginjak saya hanya karena saya 'madu'. Dunia bisa menilai apa saja. Tapi saya tahu siapa saya.”

Sejenak, keheningan mengisi ruangan. Lalu Karin tertawa kecil. Pahit.

“Semoga kamu kuat, Alya. Karena badai sebenarnya baru saja dimulai.”

Ia melangkah pergi, bersama pengacaranya. Pintu tertutup kembali.

Dimas menghela napas berat, lalu duduk di sofa. Kepalanya tenggelam di tangan.

“Semua akan kacau sekarang,” gumamnya.

Alya berdiri di ambang ruang tamu, menatapnya dalam-dalam.

“Bukan semua, Dimas. Tapi kamu yang kacau. Kamu selalu menyimpan luka tanpa pernah menyembuhkannya. Kamu paksa orang lain mengisi ruang kosong yang bahkan kamu sendiri tidak tahu bentuknya.”

Dimas mengangkat kepala. Matanya tampak lelah, tapi ada kilatan baru—seperti seseorang yang akhirnya dipaksa bercermin.

“Kamu masih mau di sini?” tanyanya pelan.

Alya menatapnya lama.

“Aku tidak tahu,” jawabnya jujur. “Tapi kalau kamu ingin aku bertahan... kamu harus mulai jujur pada dirimu sendiri. Karena aku tidak akan terus tinggal di tempat yang hanya melihatku sebagai pelarian.”

Malam itu, Alya menghabiskan waktu di balkon apartemen. Lampu-lampu kota berkedip di bawahnya, seperti bintang yang ragu untuk jatuh.

Ia sadar—kehidupan yang ia pilih bukan jalan damai. Tapi dalam luka-luka yang dibuka hari ini, ia merasa satu hal: ia tidak takut lagi.

Karena kini, ia tak hanya ingin bertahan. Ia ingin berdiri.

Dan untuk pertama kalinya, ia ingin menang.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!