NovelToon NovelToon
Embun Dan Tama

Embun Dan Tama

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dosen / Nikahmuda / Percintaan Konglomerat / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:8.7k
Nilai: 5
Nama Author: Anggi Dwi Febriana

Menikah?

Setelah mengajaknya berpacaran secara tiba-tiba, kini Tama mengajak Embun menikah.

"Pak Tama ngomong apa sih? nggak usah aneh-aneh deh Pak," ujar Embun.

"Aku serius, Embun. Ayo kita menikah!"

Sebenarnya tidak seharusnya Embun heran dengan ajakan menikah yang Tama layangkan. Terlepas dari status Dosen dan Mahasiswi yang ada diantara mereka, tapi tetap saja saat ini mereka berpacaran. Jadi, apa yang salah dengan menikah?

Apakah Embun akan menerima ajakan menikah Tama? entahlah, karena sejujurnya saat ini Embun belum siap untuk menikah.

Ditambah ada mantan kekasih Tama yang belum move on.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anggi Dwi Febriana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Embun Sakit

Embun POV

Entah apa yang sebenarnya terjadi padaku, tiba-tiba saja kepalaku terasa sangat pusing. Padahal semalam aku masih baik-baik saja.

"Ya ampun, kenapa pusing banget gini ya?" gumamku seraya memijat dahi untuk meredakan rasa pusing yang terasa sangat mengganggu ini.

Padahal hari ini aku ada kelas, tapi saat aku mencoba untuk bangun, rasa pusingnya benar-benar membuatku bahkan tidak kuat untuk beranjak dari ranjang. Dan secara otomatis bisa dipastikan kalau hari ini aku tidak bisa berangkat ke kampus. Karena kondisiku benar-benar tidak memungkinkan untuk melakukan itu. Saat ini aku tidak mungkin bisa mengendarai sepeda motorku.

Dengan susah payah aku meraih ponsel yang semalam aku letakkan diatas meja. Sepertinya aku harus meminta tolong Amara untuk membuatkan surat izin untukku. Setidaknya meskipun aku tidak berangkat kuliah, ada surat izin yang sampai ke dosen.

Bisa aku lihat saat ini masih jam setengah 7, sementara kelas akan dimulai jam 8. Semoga saja Amara masih sempat membuatkan surat izin untukku.

Tuuuttt... tuuuttt... tuutttt...

Aku memutuskan untuk langsung menelfon Amara karena aku tidak sanggup kalau harus mengetik. Untuk sekedar membuka mata lama-lama membuat aku merasa semakin pusing. Sepertinya aku memang butuh banyak waktu tidur untuk menghilangkan rasa pusingnya.

"Halo Mbun, ada apa? tumben pagi-pagi gini udah telfon." Suara Amara langsung menyapa telingaku begitu panggilan telfon diangkat olehnya.

"Halo Ra, kamu masih di rumah kan?" tanyaku.

"Iya, aku masih di rumah. Masih terlalu pagi juga kalau ke kampus. Kenapa? suara kamu kayanya agak lemes gitu Mbun."

Ternyata Amara langsung sadar kalau kondisiku sedang tidak baik-baik saja.

"Aku pusing, dan aku telfon kamu mau minta tolong buatin surat izin. Bisa enggak Ra? hari ini aku enggak bisa ke kampus karena kepalaku pusing banget," ujarku memberitahukan kondisiku.

"Kamu sakit? tapi enggak papa kan? atau perlu ke rumah sakit? aku izin aja deh buat anter kamu ke rumah sakit. Dari suara kamu aja kayanya kondisi kamu enggak baik-baik aja, Mbun," ujar Amara yang terdengar langsung mencemaskan kondisiku.

Aku tertawa kecil berusaha untuk membuat Amara lebih tenang.

"Enggak usah Ra, aku enggak papa kok. Kayanya aku cuma butuh waktu buat istirahat lebih banyak. Kamu berangkat aja, nanti kalau udah selesai kelas enggak papa kesini. Tapi jangan malah jadi bolos karena aku," ujarku.

Terdengar Amara menghela nafas pelan.

"Kamu beneran enggak papa kan? soalnya suara kamu tuh lemes banget gitu Mbun. Aku khawatir loh kalau kamu sampai kenapa-napa," ujarnya.

Aku kembali memijat kepalaku yang terasa sangat pusing. Sejujurnya aku sangat ingin segera mematikan sambungan telfon ini dan kembali tidur. Tapi tidak mungkin aku mematikannya disaat Amara sedang sangat mengkhawatirkan kondisiku.

"Iya, aku enggak papa Ra. Percaya sama aku, aku cuma butuh istirahat aja kok," jawabku menenangkan.

"Ya udah, kalau gitu kamu istirahat aja. Soal surat izin biar aku yang urus. Nanti kalau kelas udah selesai, aku ke rumah kamu," ujarnya, "Di rumah ada makanan sama obat enggak? kalau enggak biar aku bawain kesana sekarang," tambahnya lagi.

"Ada Ra, di rumah ada obat sama makanan kok. Kamu tenang aja, nanti kalau udah agak mendingan, aku turun buat makan," jawabku.

Dan untungnya tidak lama setelah itu telefon pun dimatikan. Tanpa menunggu lama lagi, aku memutuskan untuk langsung kembali tidur. Karena tidur menjadi satu-satunya obat yang bisa menghilangkan rasa sakit kepalaku. Untuk sekarang aku belum bisa turun untuk makan dan minum obat karena rasa pusing membuatku hanya ingin berbaring. Lagi pula ini masih sangat pagi, aku bisa sarapan dan minum obat agak nanti.

Sementara itu saat ini keluarga Danesawara sudah berkumpul di ruang keluarga untuk sarapan bersama. Hanya Amara yang belum turun, itulah kenapa sarapan belum dimulai. Sampai tidak lama kemudian, barulah Amara turun.

"Selamat pagi semua." Ucap Amara tanpa ada semangat.

Hal ini tentu saja menimbulkan tanya yang lain.

"Kenapa dek? kok kayanya enggak semangat banget sih?" tanya Papa Rinto kepada Amara.

Amara menghela nafas pelan.

"Embun hari ini enggak berangkat ke kampus, Pa. Dia sakit," jawab Amara.

Tama yang mendengar itu tampak mengerutkan dahinya. Padahal semalam Embun tampak baik-baik saja, lalu kenapa pagi ini tiba-tiba saja jadi sakit? mendengar kabar itu jelas membuat Tama merasa khawatir dengan kondisi Embun.

"Sakit? sakit apa dek?" tanya Bunda Ambar.

"Katanya sih cuma pusing doang. Tadi aku ajak dia buat periksa ke rumah sakit, tapi Embun enggak mau. Katanya dia cuma butuh tidur," jawab Amara.

"Ya mungkin memang Embun kecapean dan emang butuh banyak istirahat aja, dek," ujar Papa Rinto, "nanti selesai kelas, coba Embun nya dijenguk," tambahnya lagi.

Amara menganggukkan kepala.

"Iya, ini nanti rencananya aku mau ke rumah Embun selesai kelas," jawabnya.

Disisi lain, Tama hanya bisa diam. Padahal sebenarnya saat ini dia ingin sekali pergi untuk menghampiri Embun. Tama benar-benar mengkhawatirkan kondisi gadis itu.

Setelah itu mereka pun sarapan bersama. Hanya saja Tama seperti kehilangan nafsu makannya setelah mendengar kabar kalau Embun ternyata sedang sakit. Masakan Bunda yang biasanya terasa sangat enak mendadak terasa hambar. Namun meski begitu Tama berusaha untuk tetap terlihat biasa saja.

Dan setelah selesai sarapan, Amara berangkat ke kampus bersama Tama. Hari ini Tama sendiri tidak memiliki jadwal mengajar, dia akan langsung berangkat ke kantor.

"Abang, hari ini Abang ada rapat enggak?" tanya Amara.

Tama menggelengkan kepala.

"Enggak ada, dek," jawabnya.

"Pekerjaan Abang di kantor banyak?" tanya Amara lagi.

Mendengar itu, barulah Tama menoleh kearah sang adik.

"Enggak juga sih, kenapa dek?" ujar Tama balik bertanya.

"Aku khawatir sama kondisi Embun, dia pasti enggak akan turun buat makan sama minum obat kalau enggak ada orang di rumah."

Tama sendiri hanya diam menyimak ucapan Amara.

"Aku boleh minta tolong sama Abang enggak? tolong Abang ke rumah Embun , terus pastiin dia makan sama minum obat doang kok," ujar Amara.

Tama bisa melihat kalau Amara sangat berharap kepada dirinya.

"Emang enggak papa kalau Abang yang kesana? maksudnya--- abang kan laki-laki, sementara Embun perempuan. Dan kita di rumah itu hanya berdua aja," ujar Tama.

Tama bukannya tidak mau, dia jelas sangat ingin menemui Embun untuk memastikan kondisi gadis itu. Tapi--- ya itu, ada rasa tidak enak yang Tama rasakan. Tama khawatir ada orang yang tau dan malah membuat citra Embun menjadi tidak baik. Tama tidak mau kalau hal seperti itu terjadi pada Embun.

"Enggak papa, aku percaya sama Abang kok. Enggak mungkin juga Abang ngapa-ngapain Embun," jawab Amara.

Padahal maksud Tama bukan seperti itu. Tapi ya sudahlah kalau memang Amara berpikir seperti itu.

"Ya udah kalau emang kamu percaya sama Abang. Abang sih enggak masalah dek," jawab Tama.

Mendengar itu, Amara tampak tersenyum tipis. Kemudian dia mengambil sesuatu dari dalam tas nya.

"Ini kunci rumah Embun, Abang masuk aja pakai kunci ini. Aku yakin Embun enggak bakal denger kalau misal Abang cuma ngetuk pintu doang. Dan kasian Embun juga kalau disaat dia lagi pusing malah harus susah payah turun buat bukain pintu," ujar Amara.

Embun memang memberikan satu kunci rumahnya kepada Amara. Hal ini karena Amara kan memang sering main ke rumahnya. Dan bagi Amara, rumah Embun mungkin seperti rumah ke dua untuk dirinya.

Tama menganggukkan kepala, kemudian menerima kunci rumah Embun yang Amara berikan.

Tidak lama setelah itu, mobil Tama pun sampai di parkiran kampus.

"Nanti Abang kabar-kabar aja gimana kondisi Embun. Kalau emang menurut Abang kondisi Embun enggak baik, paksa aja buat ke rumah sakit. Embun itu paling susah buat diajak ke rumah sakit kalau enggak dipaksa," ujar Amara.

Meskipun baru 2 tahun lamanya mereka bersahabat, tapi Amara sudah sangat hafal kebiasaan-kebiasaan Embun kalau sedang sakit.

Tama yang mendengar itu tampak tersenyum.

"Iya, nanti Abang langsung bawa ke rumah sakit kalau kondisi Embun emang enggak baik," jawab Tama.

"Ya udah, kalau gitu aku turun dulu ya. Abang hati-hati dijalan," ujar Amara.

Tama menganggukkan kepala.

"Iya, kamu juga semangat belajarnya dek. Jangan khawatir soal Embun, Abang pastikan kalau Embun aman sama Abang," ujar Tama.

Amara hanya tersenyum tipis, kemudian dia turun dari mobil.

Dan tidak lama setelah itu, mobil Tama pun langsung pergi meninggalkan area kampus. Tentunya Tama akan langsung ke rumah Embun.

\-*Semoga dengan ini hubungan kamu sama Bang Tama bisa jadi semakin deket ya, Mbun*.-

Dibalik permintaan tolong Amara kepada Tama, tenyata Amara memiliki niat terselubung untuk mendekatkan mereka berdua. Ya, Amara sendiri sangat berharap kalau Embun bisa menjadi bagian dari keluarganya suatu saat nanti.

Membayangkan kalau suatu saat nanti Embun menjadi kakak iparnya selalu membuat Amara merasa sangat bahagia. Semoga saja yaaa.

1
Yorairawan Yorairawan
bagus ceritanya..semangat othor..💪
Sugiharti Rusli
apa jawaban si Embun penolakan, kalo Tama ga bisa meyakinkannya sih seperti nya iya menolak🤭🤭🤭
Sugiharti Rusli
memang yah terkadang yang bikin sebuah pertengkaran antar pasangan atau siapa pun itu adalah diksi dan intonasi yah, kadang bikin salah paham
Sugiharti Rusli
tancap gas bang dengan ide menafkahi si Embun,,,
Hearty💕💕
Menikah adalah keputusan yang tepat
L i l y ⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈💦
Tama bisa aja jurus2 ke sana ngajak nikah 😂😂😂
Lina Mumtahanah
terima aja embun, jadi kamu ada yang jagain
Lina Mumtahanah
cepat ambil tindakan bang tama, jangan ditunda lagi
bimawati
ayo bunnn gaskenlah biar ngk kesepian.
Opi Sofiyanti
kyk di ksh jln aja buat belok k stu... 😁😁
Sugiharti Rusli
semoga juga si Embun ga merasa terganggu yah kamu tungguin tuh sampai selesai kerjanya🙃🙃😉
Sugiharti Rusli
memang sebaiknya didiskusikan sama kedua ortu kamu sih Tam, mana tahu mereka bisa kasih win" solution bagi hubungan kamu dan Embun
Sugiharti Rusli
namanya juga baru jadian dan fall in Love yah Tam, jadi semua sah" aja😅😅😅
L i l y ⁿʲᵘˢ⋆⃝🌈💦
Tama bucin mentok sama Embun😍
bimawati
perbucinan dimulai🤣
Lina Mumtahanah
mulai posesif bang tama
Hearty💕💕
Kak, hanya mau kasih masukkan aja deh. Kayaknya nggak semua harus dijelaskan "kenapa sering" kenapa harus pakai singlet dst dst.
Sugiharti Rusli
sabar dulu bos, jangan buru" dan grasak-grusuk ambil keputusan, nanti malah buat si Embun ga nyaman
Sugiharti Rusli
sebaiknya jangan buru" Embun resign sih Tam, dia pasti akan menolak kalo kalian belum ada ikatan apa"
Sugiharti Rusli
memang yah terkadang ada orang" yang dianugerahi kalo masak apa saja yang simpel pun enak😆😆😆
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!