Ini cerita tentang gadis yang periang, cantik dan pintar. Nina namanya, sekarang berusia 17 tahun dan telah masuk Sekolah Menengah Atas, dia tinggal bersama 2 saudarinya dan kedua orangtuanya. Mereka tinggal di sebuah desa kecil dengan pemandangan alam yang indah. Tinggal di sana bagaikan tinggal di surga, penuh dengan kebahagiaan. Namun, ada satu masalahnya. Dia diam-diam suka sama seseorang,....Ayo tebak siapa yang dia sukai yah??...
lanjut baca part-nya !
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hijab Art, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 22
"Eh!...", manik mata Nina tak sengaja menemukan dua sosok orang yang tengah berpelukan di dalam kelas. Lebih terkejutnya, satu orang itu adalah Iyan dan satu lainnya adalah Aldy.
'Jangan bilang, mereka....', Nina memikirkan sesuatu yang bukan-bukan. Bagaimana tidak, dengan posisi mereka yang begitu dekat, semua orang pun akan terkejut melihat mereka berduaan di dalam kelas.
'Apa ini yang mereka bilang ada urusan tadi?, huh, aku nggk nyangka, seorang wakil ketua osis dan ketua kelas melakukan hal semacam itu', batin Nina.
Nina berusaha untuk tak menggubris mereka, dia tetap masuk untuk mengambil dompet di laci mejanya.
Tapi, Iyan melihatnya saat terkejut tadi. Manik matanya tak sengaja bertemu dengan mata Nina.
" Aku tidak melihat apa-apa, tidak melihat apa-apa....aku hanya mau mengambil dompet ku yang ketinggalan ", ucap Nina dan segera berlalu ketika telah mendapatkan dompetnya.
" Tunggu, Nina!", teriak Iyan.
"Kamu sih!, pake peluk, peluk. Geli tau!", lanjut Iyan dingin pada teman laki-lakinya itu dan segera pergi mengejar Nina.
" Nina, tunggu!", Iyan berusaha menyejajarkan langkah kakinya dengan langkah kaki Nina yang terburu-buru.
"Aku tidak melihat apa-apa", perkataan Nina yang selalu ia ucapkan setelah melihat kejadian itu. Ia berusaha tenang dan tidak memedulikan hal yang baru saja ia lihat.
" Itu bukan seperti apa yang kamu pikirkan yah!", Iyan berusaha menjelaskan, takut terjadi kesalahpahaman diantara mereka.
Tiba-tiba Nina berhenti. Langkahnya berhenti pas didepan ruang guru yang sudah kosong. Iyan pun ikut berhenti.
Nina berusaha untuk tidak memedulikan kejadian barusan, tapi hatinya berkata lain.
"Aku tidak mau peduli dengan urusanmu. Tapi, lebih baik jangan berhubungan seperti itu apalagi dengan sesama jenis. Jangan sampai ada kaum Luth di sini!", marah Nina menekan pada kaum Luth sebagai perumpamaan dan kemudian melanjutkan langkahnya.
Walaupun Nina masih dalam tahap hijrah, ia sudah paham, bahwa perilaku LGBT itu sangat dilarang dalam agama. Dilarang berarti bukan tanpa alasan. Hal seperti itu pun telah terjadi pada masa lampau di masa Nabi Luth. Apakah hal seperti itu mau dibiarkan terjadi pada masa kita juga?.
"Hahaha.....", Iyan malah tertawa mendengar ucapan Nina.
" Kenapa kamu ketawa?",
"Kamu jangan berpikiran yang aneh-aneh yah. Bukan begitu maksud kami tadi....",
" Maksud kalian?, jadi apa maksud kalian. Aku pikir kamu udah paham agama lebih dari aku, Iyan. Ternyata...kamu mengecewakan!", kesal Nina.
"Astaga, anak ini.", Iyan hanya tersenyum tipis mendengar gadis itu marah-marah tak jelas.
" Aldy hanya senang karena aku memberikannya sesuatu. Dan dia spontan memelukku, tau. Nggk ada hubungan begitu pada kami. Jangan pikir yang aneh-aneh deh!",
"Betul, Nin. Jangan salahpaham, kami nggk seperti itu.", Ucap Aldy nimbrung pada obrolan mereka berdua.
Aldy sengaja menyusul, takutnya Iyan butuh bantuan untuk menjelaskan perilakunya tadi, membuat kesalahpahaman. Dan benar saja, Nina memikirkan yang bukan-bukan tentang mereka.
"Kamu jangan cemburu.", ucap Aldy lagi.
" Ih!, siapa juga yang cemburu",
"Tadi marah-marah, apa bukan cemburuan namanya.", goda Aldy sambil melirik Nina dan Iyan secara bergantian.
"Kamu jangan salah paham!", jawab Nina dan Iyan secara bersamaan.
Aldy hanya terkekeh sebentar melihat wajah mereka yang saling tatap setelah mengucapkan kata itu bersamaan dan kemudian berjalan mendahului mereka berdua. Entah kenapa, tapi menurut Aldy, mereka berdua cukup cocok.
Iyan dan Nina hanya terdiam. Dan kemudian melanjutkan langkah mereka kembali.
"Lagian, dengan posisi kalian yang seperti tadi. Apa nggk menimbulkan kesalahpahaman apa?, jelas-jelas itu menimbulkan kesalahpahaman, tau.", jelas Nina.
" Tapi, kami berdua laki-laki. Nggk perlu khawatir ", jawab Aldy.
" Justru bikin khawatir tau. Sekarang itu, jamannya LGBT, emang bahaya laki-laki sama perempuan berduaan, tapi lebih bahaya juga sesama jenis.", Nina kembali menjelaskan.
"Iya, iya sih Nin.", jawab Aldy singkat. Aldy tahu, Nina itu orangnya religi banget, tentu akan diceramahi panjang kali lebar kalau udah bertentangan dengan agama.
" Intinya, kami nggk seperti yang kamu pikirin. Ok!", dingin Iyan. Jika Iyan yang bicara, rasanya hawanya berubah drastis.
"Orang aku cuman ngingetin", gerutu Nina tapi masih bisa didengar oleh Iyan. Sedangkan Aldy sudah berjalan beberapa meter dari mereka berdua.
"Kamu harus ngelupain dia", ucap Iyan tiba-tiba setelah Aldy cukup jauh dari mereka.
Walaupun spontan, tapi Nina tahu betul maksud Iyan.
" Nggk ada hubungannya sama kamu. Nggk usah sok peduli", dingin Nina.
Nina heran, kenapa juga Iyan selalu peduli dengan perasaannya pada Roni. Semenjak Iyan telah membaca buku Diary miliknya.
"Bukannya apa, ujung-ujungnya juga pasti nanti kamu yang rugi.",
"Apanya yang rugi?, rasa suka itu fitrah pada manusia. Nggk salahkan kalau aku suka sama seseorang.",
" Terus?",
"Apa?", tanya Nina.
" Terus, kamu berharap bisa pacaran sama dia?", Iyan melanjutkan pertanyaannya.
"Bukan urusanmu!", Nina berjalan mendahului Iyan dan langsung menuju motornya.
Dia cukup kesal dengan pertanyaan Iyan. Memang kemungkinan cintanya tidak terbalaskan, apalagi ada Dila di hati Roni. Pacaran?, tentu tidak bagi Nina. Pacaran dalam agama itu sama saja dengan mendekati zina. Tapi, masih ada peluang dalam pernikahan, bukan?.
Nina kemudian menjalankan motornya dan melaju meninggalkan Iyan dan Aldy yang masih bersiap di motornya masing-masing.
"Hati-hati, Nin!", teriak Aldy sengaja.
" Ngapain sih, teriak-teriak di!", protes Iyan.
"Kalau cewek tuh, perlu di perhatiin Iyan. Jangan malah dicuekin",
" Kalian tadi ngobrol apa?", lanjut Aldy bertanya pada Iyan. Karena tadi dia mendahului mereka, jadinya tidak mendengar mereka lagi bicara apa.
"Kepo!",
" Ish!, bisa juga lu!",
"Brum!",
Masing-masing mereka menjalankan motornya dan keluar dari area sekolah.
___
" Dret!, dret!....",
Ponsel Nina dari tadi berdering menandakan ada telepon masuk.
"Halo!, Assalamu'alaikum..."
"Waalaikumsalam, lama banget sih Nin!", teriak seseorang dari seberang telepon.
" Ya, maap. Soalnya tadi aku ke toilet dulu. Ada apa sih, telepon aku di jam segini?", tanya Nina seyara melirik jam dinding dikamarnya yang sudah menunjukkan pukul 22.00 WITA.
"Aku nih sahabat mu loh Nin. Emang nggk boleh aku nelpon kamu yah?", ngambek Dila.
" Ya, boleh ajah. Tapi juga ngapain harus di jam segini Dil?, kenapa bukan dari tadi?", Nina sedikit kesal dengan sahabatnya yang polos itu. Untungnya, Nina belum tidur di jam segitu.
Tapi, biasanya orang-orang kan udah pada tidur. Nina juga penasaran, apa yang membuat sahabatnya itu perlu menelponnya di jam segitu.
"Yah, maaf. Sebenarnya dari tadi aku mau telepon. Cuman, aku teleponan sama seseorang tadi.",
"Sama Aldy?", tanya Nina penasaran. Ia berharap bukan Roni, apa iya hubungan sahabatnya itu udah sejauh itu bisa teleponan sampai malam dengan Roni.
" Tentunya, bukan. Ngapain juga teleponan sama Aldy bengek. Bikin bosan, juga.",
"Terus, sama siapa?",
" Roni",
***Next