Desa Semilir dan sekitarnya yang awalnya tenang kini berubah mencekam setelah satu persatu warganya meninggal secara misterius, yakni mereka kehabisan darah, tubuh mengering dan keriput. Tidak cukup sampai di situ, sejak kematian korban pertama, desa tersebut terus-menerus mengalami teror yang menakutkan.
Sekalipun perangkat desa setempat dan para warga telah berusaha semampu mereka untuk menghentikan peristiwa mencekam itu, korban jiwa masih saja berjatuhan dan teror terus berlanjut.
Apakah yang sebenarnya terjadi? Siapakah pelaku pembunuhannya? Apakah motifnya? Dan bagaimanakah cara menghentikan semua peristiwa menakutkan itu? Ikuti kisahnya di sini...
Ingat! Ini hanyalah karangan fiksi belaka, mohon bijak dalam berkomentar 🙏
Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zia Ni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sedikit Titik Terang
Keesokan paginya, di jalan utama Desa Semilir, melintaslah 2 buah truk militer ukuran besar dan sebuah mobil berwarna hitam menuju ke rumah Pak Udin. Rombongan tim pencari itu terdiri dari personel polsek, kodim dan seorang haji yang bernama Pak Mashuri, yang memiliki kelebihan 3 kali lipat dari Pak Ustad Mahmud.
Sejak masuk ke Desa Semilir, Pak Haji Mashuri sudah merasakan aura jahat yang lumayan kuat hingga membuat pria tersebut terus memanjatkan doa-doa di dalam hati sambil memutar biji-biji tasbihnya.
"Bagaimana Pak Haji? Bapak merasakan sesuatu?" tanya Pak Sodiq, salah satu personel polsek yang berpangkat Bripka. Dua pria itu lah yang berada di dalam mobil dengan disopiri oleh Pak Mamet, salah satu ART Pak Sodiq, karena mobil tersebut memang mobil pribadi milik polisi berpangkat Bripka itu.
"Saya merasakan ada energi jahat yang lumayan kuat di desa ini, Pak Sodiq," sahut Pak Haji Mashuri jujur.
"Kemarin sewaktu saya diberitahu oleh bawahan saya terkait kasus orang hilang ini, saya sempat kurang percaya, Pak Haji," ucap polisi itu terus terang.
"Percaya tidak percaya, di negara kita ini khususnya di daerah-daerah tertentu, masih ada unsur mistisnya yang kental, Pak Sodiq," balas Pak Haji Mashuri.
"Iya, Pak Haji. Selama ini saya tahunya kejadian-kejadian di luar nalar itu juga dari TV atau HP, kalau pengalaman pribadi sih belum pernah," tutur Pak Sodiq.
Tak lama kemudian sampailah rombongan itu di depan rumah Pak Udin, yang mana di halaman rumah pria tersebut dan sekitarnya telah berkumpul puluhan kaum adam yang akan bergabung dalam pencarian kembali.
Ketika rombongan itu turun dari kendaraan, di kejauhan, tepatnya di ranting pohon yang paling pucuk, terdapatlah seekor kelelawar yang bergelantungan sambil sepasang mata merahnya mengawasi kerumunan manusia yang ada di depan rumah Pak Udin. Tak berapa lama, binatang bersayap itu pun terbang menjauh menuju ke hutan terlarang.
Setelah saling bertegur sapa dan berdiskusi sebentar, kerumunan manusia tersebut mulai bergerak dalam beberapa kelompok dan mereka pun berpencar.
Selama melakukan penyisiran, Pak Haji Mashuri terus memanjatkan doa dalam hati sambil memutar biji-biji tasbihnya karena dia semakin yakin jika desa itu sedang tidak baik-baik saja.
Ketika kelompok Pak Haji sedang menelusuri area dekat pemakaman, sepasang matanya melihat sosok perempuan yang sedang berdiri di bawah pohon kamboja yang cukup besar yang ada di tengah pemakaman.
"Dia sudah mati... Dia sudah dibawa pergi... Kalian bukan tandingan mereka..."
Sayup-sayup terdengar suara seorang perempuan di telinga Pak Haji Mashudi, yang menurut mata batinnya, suara tadi berasal dari arwah perempuan yang saat itu masih berdiri di bawah pohon kamboja.
"Berhenti," suara Pak Haji menghentikan langkah anggota kelompoknya.
"Ada apa, Pak Haji?" Pak Sodiq yang juga sekelompok dengan Pak Haji Mashuri merasa penasaran dengan sikap aneh pria itu, begitu juga dengan yang lainnya.
"Siapa diantara kalian yang bersedia saya jadikan perantara agar saya bisa berkomunikasi dengan arwah seorang perempuan yang ada di sana itu?" tanya Pak Haji tersebut dengan memberikan sedikit isyarat gerakan kepala ke arah pemakaman.
Mendengar perkataan Pak Haji Mashuri, spontan semua anggota kelompoknya menoleh ke arah pekuburan, tapi mereka tidak bisa melihat penampakan arwah itu.
"Arwah seorang perempuan? Jangan-jangan jin qorin nya Sari lagi?" celetuk Pak Dikun.
"Sari? Dia siapa, Pak?" tanya Pak Haji Mashuri seraya menoleh ke arah bapaknya Seno.
"Anaknya Pak Mardi yang meninggal secara tidak wajar sebelum Andri menghilang, Pak Haji," ungkap bapaknya Seno.
"Kemarin lusa malam, saat kami sedang menyisir area tegalan, jin qorin itu muncul dan berkata kalau Andri sudah dibawa pergi ke hutan terlarang," tambah Pak Dikun.
"Astaghfirullah al-adziim...," Pak Haji Mashuri beristighfar.
"Bagaimana kalau saya saja yang dijadikan perantara, Pak Haji? Saya siap kok," bapaknya Seno dengan mantap menyediakan dirinya untuk dipakai sebagai media.
"Baiklah."
Sesaat kemudian, mereka pun melangkah menuju ke gerbang pemakaman lalu duduk bersila sambil melantunkan surat-surat pendek dengan suara pelan, sesuai yang diinstruksikan oleh Pak Haji Mashudi.
Sementara itu, mulut Pak Haji tampak komat kamit tanpa bersuara di dekat Pak Dikun dan mengundang jin qorin Sari agar masuk ke raga bapaknya Seno. Ketika arwah itu masuk ke tubuh Pak Dikun, raga pria tersebut sempat tersentak sebentar.
"Assalamu'alaikum," Pak Haji Mashudi menyapa arwah yang sudah merasuk di tubuh Pak Dikun.
"Wa'alaikum salam," suara bapaknya Seno sudah berubah seperti suaranya Sari.
"Namamu siapa?" tanya Pak Haji.
"Sari," jawab jin qorin itu.
"Kamu tahu dimana Andri?" Pak Haji Mashuri langsung to the point.
"Dia dibawa pergi, dia sudah mati seperti aku," sahut arwah tersebut.
"Andri dibawa pergi kemana?" lanjut Pak Haji.
"Hutan terlarang," balas jin qorin itu.
"Siapa yang membunuh Andri?" tambah Pak Haji Mashuri yang dibalas gelengan kepala oleh arwah tersebut.
"Dia tidak bisa kembali... Kamu bukan tandingan mereka... Mereka jahat... Jangan dicari lagi...," ucap jin qorin itu.
"Aaaa! Sakiit! Sakiit! Ampuun!" tiba-tiba arwah yang merasuk di tubuh Pak Dikun berteriak kesakitan lantas raga pria itu pun ambruk tak sadarkan diri bersamaan dengan raibnya jin qorin Sari. Segera saja Pak Haji Mashuri menyadarkan Pak Dikun dengan bacaan doa-doanya.
"Bagaimana keadaan panjenengan, Pak? Merasa ada yang tidak nyaman di tubuh panjenengan?" tanya Pak Haji pada bapaknya Seno.
"Badan saya rasanya lemes, Pak," jawab Pak Dikun jujur.
"Minum dulu Pak, biar seger kembali," Pak Shodiq menyodorkan sebotol air mineral ukuran tanggung yang dia ambil dari tas ranselnya yang kemudian langsung diminum oleh bapaknya Seno hingga habis setengahnya.
"Apa yang akan kita lakukan selanjutnya, Pak Haji? Kita hentikan pencarian seperti yang dikatakan oleh jin qorin tadi?" tanya Pak Sodiq.
"Iya, kita hentikan saja pencariannya karena raga Andri ada di hutan terlarang," timpal Pak Haji Mashudi.
"Pak Haji percaya dengan perkataan jin qorin tadi?" ucap Pak Dikun yang sudah merasa mendingan setelah minum air mineral.
"Iya, saya percaya. Jin qorin tadi termasuk jin yang bisa dipercaya perkataannya," balas Pak Haji.
"Lalu kenapa jin qorin tadi teriak-teriak seperti kesakitan dan minta ampun, Pak Haji?" celetuk Pak Bambang penasaran.
"Itu menandakan jin qorin tadi ikut merasakan roh asli Sari yang kemungkinan besar sedang disiksa oleh pelakunya," terang Pak Haji Mashudi.
"Setelah ini saya harus ke rumah mendiang Sari untuk mendapatkan informasi lebih banyak terkait kasus mistis ini," imbuh Pak Haji itu.