NovelToon NovelToon
Mantan Calon Istri Yang Kamu Buang Kini Jadi Jutawan

Mantan Calon Istri Yang Kamu Buang Kini Jadi Jutawan

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Bepergian untuk menjadi kaya / Bullying dan Balas Dendam / Balas dendam pengganti / Balas Dendam
Popularitas:988
Nilai: 5
Nama Author: Savana Liora

​Satu surat pemecatan. Satu undangan pernikahan mantan. Dan satu warung makan yang hampir mati.

​Hidup Maya di Jakarta hancur dalam semalam. Jabatan manajer yang ia kejar mati-matian hilang begitu saja, tepat saat ia memergoki tunangannya berselingkuh dengan teman lama sekaligus rekan sekantornya. Tidak ada pilihan lain selain pulang ke kampung halaman—sebuah langkah yang dianggap "kekalahan total" oleh orang-orang di kampungnya.

​Di kampung, ia tidak disambut pelukan hangat, melainkan tumpukan utang dan warung makan ibunya yang sepi pelanggan. Maya diremehkan, dianggap sebagai "produk gagal" yang hanya bisa menghabiskan nasi.

​Namun, Maya tidak pulang untuk menyerah.

​Berbekal pisau dapur dan insting bisnisnya, Maya memutuskan untuk mengubah warung kumuh itu menjadi katering kelas atas.

​​Hingga suatu hari, sebuah pesanan besar datang. Pesanan katering untuk acara pernikahan paling megah di kota itu. Pernikahan mantan tunangannya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Savana Liora, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

​Bab 29: Telepon Satu Menit yang Mematikan

​"Lan! Lepasin! Kamu gila, ya? Nanti mereka beneran bakar warung ini kalau kamu nggak lepasin!"

​Maya berteriak histeris, mencoba menarik lengan Arlan yang masih menekan tangan si Garong ke atas meja jati. Suasana restoran sudah kacau balau. Pelanggan ibu-ibu menjerit di pojokan, sementara empat anak buah si Garong mulai mengepung Arlan dengan wajah beringas, meski mereka tampak ragu melihat kekuatan gila yang ditunjukkan si pelayan magang ini.

​"Mbak Maya bener, Mas! Lepasin saja! Kita orang kecil jangan cari ribut sama penguasa pasar!" seru Mak Onah dari ambang pintu dapur, wajahnya pucat pasi ketakutan.

​Arlan tidak bergeming. Tatapannya masih sedingin es, tertuju pada si Garong yang sekarang sudah berlutut sambil meringis kesakitan. "Dengar kan? Bos saya sudah bilang jangan cari ribut. Tapi kalian malah mau bakar tempat ini. Itu namanya tindakan kriminal yang sangat serius."

​"Bacot kamu, babu!" raung si Garong, meski suaranya serak karena sisa pedas sambal korek. "Lepasin tangan saya sekarang atau besok warung ini rata sama tanah! Kalian semua mampus!"

​Arlan justru tersenyum tipis. Sebuah senyum yang membuat bulu kuduk Maya meremang karena terasa sangat tidak cocok dengan seragam pelayan krem yang ia pakai. Arlan melepaskan tekanan tangannya secara tiba-tiba, membuat si Garong terjerembap ke lantai semen yang becek terkena tumpahan air.

​"Lan, sudah... biar mereka pergi saja," bisik Maya sambil memegang bahu Arlan, tangannya sedikit bergetar.

​Bukannya menuruti perintah Maya untuk diam, Arlan justru merogoh saku celananya. Dia mengeluarkan sebuah ponsel high-end dengan bingkai titanium yang terlihat sangat kontras dengan penampilannya yang merakyat. Layarnya menyala, memperlihatkan deretan nomor VIP yang hanya dimiliki oleh kalangan atas.

​"Lan, kamu mau ngapain?" tanya Maya bingung.

​Arlan tidak menjawab. Dia menyentuh layar ponselnya, melakukan sebuah panggilan, dan segera menekan tombol loudspeaker agar seluruh isi restoran bisa mendengar suara di seberang sana.

​"Lagi gaya apa sih ini babu satu? Mau telpon ambulans buat dirinya sendiri?" ejek salah satu anak buah si Garong sambil tertawa sinis, diikuti teman-temannya yang lain.

​Suara nada sambung terdengar dua kali sebelum sebuah suara berat dan berwibawa menyahut dari ponsel tersebut.

​"Halo? Pak Arlan Dirgantara? Selamat siang, Pak. Ada yang bisa saya bantu?"

​Seketika, tawa para preman itu terhenti. Si Garong yang baru saja berdiri sambil memegang tangannya yang lecet membeku di tempat. Nama 'Arlan Dirgantara' bukan nama asing di kabupaten ini. Itu adalah nama pemilik gedung-gedung tertinggi dan penyumbang dana terbesar untuk berbagai fasilitas publik.

​"Halo, Pak Kapolres. Maaf mengganggu waktu makan siang Anda," ujar Arlan santai, suaranya sangat tenang seolah sedang memesan kopi.

​"Oh, sama sekali tidak, Pak Arlan! Ada apa ya? Tumben menelepon langsung ke nomor pribadi saya?" suara di seberang sana terdengar sangat ramah, bahkan cenderung hormat.

​Seluruh isi restoran mendadak sunyi sesunyi kuburan. Para pelanggan menahan napas, sementara Maya melongo menatap Arlan seolah pria itu baru saja berubah jadi alien.

​"Begini, Pak Kapolres. Saya sedang berada di sebuah warung makan di wilayah Anda. Sedang menikmati makan siang sebagai pelayan magang... yah, hobi baru saya," Arlan melirik Maya yang wajahnya sudah seperti kepiting rebus. "Tapi sayangnya, ada beberapa orang yang mengaku sebagai 'bos wilayah' di sini. Mereka baru saja merusak properti, meludahi lantai, dan yang paling parah, mengancam akan membakar restoran ini malam nanti."

​"Apa?! Di wilayah saya ada yang berani mengancam Anda, Pak Arlan?" suara Kapolres di telepon mendadak meninggi, terdengar sangat marah dan panik secara bersamaan. "Siapa mereka? Sebutkan cirinya!"

​"Ada lima orang. Pemimpinnya bertato kalajengking di leher, namanya... siapa tadi? Garong?" Arlan menatap si Garong yang wajahnya kini sudah berubah pucat pasi, lebih pucat dari nasi putih.

​"Garong?! Sialan! Anak buah si preman pasar murahan itu!" maki Kapolres. "Pak Arlan, saya mohon maaf sebesar-besarnya atas ketidaknyamanan ini. Saya segera kirim unit ke sana sekarang juga. Bisa saya kirimkan truk jemputan untuk mengangkut sampah-sampah itu?"

​"Tentu. Tolong jangan lama-lama ya, Pak. Sambalnya sudah dingin kalau kelamaan nunggu," sahut Arlan sebelum mematikan telepon dengan sekali sentuh.

​Arlan memasukkan ponselnya kembali ke saku, lalu menatap kelima preman yang kini sudah gemetaran seperti ayam kedinginan. "Gimana, Bang Garong? Masih mau bakar warung ini? Atau mau saya pesankan menu khusus di sel Polres nanti malam?"

​Si Garong nyaris pingsan. Dia menatap Arlan, lalu menatap seragam krem itu, lalu menatap wajah Arlan yang begitu angkuh. "Anu... Pak... aduh, maafin saya, Pak Arlan! Saya nggak tahu! Sumpah saya nggak tahu kalau Bapak itu Arlan Dirgantara yang punya gedung di kota!"

​"Tadi Abang panggil saya apa? Babu?" tanya Arlan sambil melangkah maju satu tindak.

​"Bukan! Bukan babu! Tadi saya... saya cuma keseleo lidah, Pak! Ampun, Pak!" si Garong langsung jatuh berlutut lagi, kali ini bukan karena dipaksa, tapi karena kakinya sudah lemas seperti jeli.

​Anak buahnya yang lain ikut menjatuhkan diri ke lantai. Mereka yang tadi begitu sangar mengancam pelanggan, kini tampak seperti anak anjing yang baru saja ketahuan mencuri daging.

​"Mbak Maya! Mbak, tolongin kami, Mbak! Bilang sama Pak Arlan jangan laporin kami ke polisi!" salah satu anak buah si Garong memohon pada Maya dengan suara hampir menangis.

​Maya masih terpaku. Dia menatap Arlan dengan pandangan horor. "Arlan... kamu beneran telpon Kapolres? Kamu gila ya? Identitas kamu jadi ketahuan semua orang di sini!"

​"Identitas itu nomor dua, Maya. Keamanan warung kamu itu nomor satu," sahut Arlan santai. Dia menoleh ke arah pelanggan yang masih menonton. "Bapak, Ibu, silakan dilanjutkan makannya. Pihak berwajib sebentar lagi datang untuk membereskan sampah-sampah ini."

​Para pelanggan mulai berbisik-bisik heboh. Mereka tidak percaya kalau pelayan seganteng artis Korea itu ternyata adalah miliarder paling berkuasa yang sedang 'nyamar'.

​"Ya ampun! Jadi dia beneran Arlan Dirgantara? Beruntung banget ya si Maya!" bisik salah satu ibu-ibu sambil sibuk merekam kejadian itu.

​Lima menit kemudian, suara sirine polisi memecah kesunyian jalan di depan restoran. Tiga mobil patroli berhenti tepat di depan gerbang. Beberapa polisi bersenjata lengkap masuk dengan langkah cepat, dipimpin oleh seorang perwira yang langsung menghampiri Arlan.

​"Pak Arlan! Anda tidak apa-apa?" tanya perwira itu dengan wajah sangat cemas.

​"Saya aman. Tapi lantai ini kotor sekali karena mereka," jawab Arlan sambil menunjuk si Garong dan kawan-kawannya yang sudah tertelungkup di lantai semen.

​Polisi segera memborgol mereka satu per satu. Saat si Garong hendak diseret masuk ke dalam mobil polisi, dia tiba-tiba berteriak histeris sambil mencoba melepaskan diri. Dia menoleh ke arah Maya dengan wajah penuh ketakutan.

​"Mbak Maya! Mbak! Jangan bawa saya ke sel! Saya kasih tahu rahasianya! Saya cuma disuruh, Mbak! Jangan penjara saya!" teriak si Garong.

​Maya yang tadinya hanya diam, langsung tersentak. Dia mendekat ke arah si Garong. "Siapa yang suruh kamu?"

​"Kasih tahu di sini, atau Abang nggak akan pernah lihat matahari lagi di kabupaten ini," ancam Arlan yang sudah berdiri di samping Maya.

​Si Garong menelan ludah, keringat dingin bercucuran. "Ampun, Pak! Saya disuruh orang suruhan pemilik Restoran Intan Permata di kota sebelah! Katanya mereka nggak mau katering Mbak Maya ngambil langganan mereka lagi! Kami dikasih duit buat bikin rusuh biar pelanggan Mbak Maya takut!"

​Maya mengepalkan tangannya. Ternyata bukan Siska, tapi ada saingan baru yang merasa terancam. Namun, sebelum polisi benar-benar menarik mereka keluar, si Garong tiba-tiba melakukan hal yang di luar dugaan. Dia berlutut di depan Maya, tangannya yang terborgol memohon-mohon.

​"Mbak Maya! Saya mohon! Jangan laporin saya! Biar saya jadi uang damai saja! Saya dan anak buah saya mau kerja apa saja buat Mbak! Mau cuci piring sebulan full tanpa gaji juga saya jabanin asal jangan masuk sel!"

​Maya melirik ke arah tumpukan piring kotor di dapur yang menumpuk karena timnya kewalahan menangani antrean hari ini. Dia lalu melirik ke arah Arlan yang hanya mengangkat bahu seolah menyerahkan keputusan itu padanya.

​"Mbak, dengerin tuh! Mereka mau cuci piring!" seru Mak Onah yang tiba-tiba jadi berani. "Lumayan, Mbak! Daripada saya pegel ngulek terus cuci panci juga!"

​Maya menatap barisan preman sangar itu, lalu menatap tumpukan piring kotor, dan terakhir menatap polisi yang menunggu instruksi. Sebuah ide absurd mulai muncul di kepalanya.

1
Ma Em
Semangat Maya semoga masalah yg Maya alami cepat selesai dan usaha kateringnya tambah sukses .
Savana Liora: terimakasih udah mampir ya kk
total 1 replies
macha
kak semangat💪💪
Savana Liora: hi kak. makasih ya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!