NovelToon NovelToon
Jodoh Lima Langkah Dari Rumah

Jodoh Lima Langkah Dari Rumah

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan di Kantor / CEO / Dijodohkan Orang Tua / Office Romance / Romansa
Popularitas:32.8k
Nilai: 5
Nama Author: Aisyah Alfatih

Bagi Nadin, bekerja di perusahaan besar itu impian. Sampai dia sadar, bosnya ternyata anak tetangga sendiri! Marvin Alexander, dingin, perfeksionis, dan dulu sering jadi korban keisengannya.

Suatu hari tumpahan kopi bikin seluruh kantor geger, dan sejak itu hubungan mereka beku. Eh, belum selesai drama kantor, orang tua malah menjodohkan mereka berdua!
Nadin mau nolak, tapi gimana kalau ternyata bos jutek itu diam-diam suka sama dia?

Pernikahan rahasia, cemburu di tempat kerja, dan tetangga yang hobi ikut campur,
siapa sangka cinta bisa sechaotic ini.

Yuk, simak kisah mereka di sini!!!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aisyah Alfatih, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

28. Kerja sama.

Pagi itu, suasana kantor Alexander Group lebih sibuk dari biasanya. Agenda rapat besar dengan tim dari Mudi Corporation. Dan tentu saja, Anita Mudi hadir dengan senyum semanis madu dan aura elegan yang memaksa semua orang menunduk kagum. Begitu pintu lift terbuka, semua mata menoleh.

Sepatu hak tingginya mengetuk lantai marmer seperti dentingan kecil yang penuh percaya diri.

“Selamat pagi semuanya,” katanya dengan suara lembut.

Beberapa staf langsung berdiri dan membungkuk sopan. Marvin yang baru turun dari ruangannya mengangguk singkat. “Pagi, Anita. Silakan ke ruang rapat, sebentar lagi kita mulai.”

Anita tersenyum anggun. “Tentu, Marvin.”

Lalu, pandangannya beralih ke arah Nadin yang sedang sibuk memeriksa berkas di meja besar ruang rapat. Senyumnya berubah sedikit, terlalu manis untuk disebut tulus.

“Oh! Nadin … kamu terlihat berbeda sekarang. Lebih segar, lebih … bersinar,” ucapnya sambil mendekat.

Tangannya bahkan menyentuh lembut lengan Nadin, seolah mereka teman lama. Nadin menatap balik dengan senyum datar.

“Terima kasih, mungkin karena aku tidur cukup.”

“Ah, tentu. Wanita hamil memang harus banyak istirahat,” kata Anita dengan nada samar yang membuat dua orang staf hampir terbatuk menahan tawa.

Marvin langsung menoleh tajam ke arah Anita, memberi isyarat halus.

Sementara Nadin hanya tersenyum kaku. “Iya, makasih udah diingatkan. Aku tahu kok.”

Untuk sekejap, suasana di antara mereka seperti dua kucing yang saling menyembunyikan cakar di balik senyum. Rapat pagi itu berjalan lancar, tapi Nadin sama sekali tak bisa santai. Matanya beberapa kali menangkap tatapan licik Anita yang menyelidik setiap gerak-geriknya.

Selesai rapat, Marvin mendekatinya.

“Kamu kelihatan tegang banget, kenapa?”

Nadin merapikan berkasnya tanpa menatap Marvin. “Nggak apa-apa. Cuma ... kayaknya aku butuh cuti deh.”

Marvin langsung menegakkan badan. “Cuti?”

“Ya, dokter juga bilang aku harus banyak istirahat. Lagi pula, hari ini aku bisa bantu kerjaan dari rumah aja.”

Marvin berpikir sejenak, lalu mengangguk. “Baik, aku setuju. Tapi janji, jangan buka laptop lebih dari dua jam.”

Nadin melotot. “Marvin, aku bukan anak TK.”

“Ya, tapi aku suami yang parno,” jawab Marvin santai, membuat Nadin ingin melempar pulpen ke arah wajah tampannya.

Beberapa menit kemudian, Nadin berpamitan dengan tim. Anita yang masih berdiri di depan pintu ruang rapat tersenyum lagi, kali ini dengan nada terlalu lembut.

“Kamu hebat, Nadin. Walau sedang hamil, masih profesional, aku kagum.”

Nadin mengangguk pelan. “Terima kasih, Nona Mudi. Tapi aku harap ke depan kita bisa kerja tanpa ada drama, ya.”

Anita mengerjap manja, tapi matanya dingin.

“Oh, tentu saja. Aku paling benci drama.”

Mereka saling bertatapan selama tiga detik penuh, senyum di bibir tapi peperangan di mata. Begitu Nadin keluar ruangan, Marvin masih menatap punggungnya. Dia tahu Nadin menahan diri keras-keras agar tidak melempar map ke arah Anita.

Anita melipat tangannya pelan, menatap Marvin.

“Dia menarik, ya. Aku bisa mengerti kenapa kamu jatuh cinta.”

Marvin menatapnya datar. “Dan aku harap kamu juga mengerti, Anita, aku bukan orang yang suka mengulang masa lalu.”

Anita menahan senyum, tapi sorot matanya menusuk.

“Oh, Marvin … kadang masa lalu justru suka datang tanpa diundang.”

Sementara itu di rumah, Nadin baru saja tiba. Ia menendang sepatunya ke sudut pintu, lalu menjatuhkan diri di sofa sambil menghela napas panjang.

“Wanita itu benar-benar nggak berubah,” gumamnya pelan.

Tangannya refleks mengelus perut yang mulai membuncit sedikit.

“Tenang ya, Nak … Mama nggak akan biarin siapa pun ganggu kamu dan Papa.”

Tak lama, notifikasi pesan muncul di ponselnya, sebuah pesan yang masuk dari Marvin,

[Kamu udah di rumah? Jangan lupa makan siang ya. Aku ada meeting tambahan. I love you dan bayi kita juga.]

Nadin tersenyum kecil, lalu membalas cepat,

Aku udah makan kok. Jangan stres sama si Nona Madu itu.]

Marvin membaca balasan itu dari ruang kerjanya dan hampir tertawa keras, membuat asistennya heran.

“Pak? Ada yang lucu?”

“Ya,” jawab Marvin sambil menutup ponsel. “Lucunya … istri saya bar-bar, tapi selalu tahu cara bikin saya tenang.”

Malam itu adalah acara peresmian sebuah proyek baru yang melibatkan perusahaan Mudi.

Hotel bintang lima di pusat kota malam itu tampak berkilau seperti istana.

Lampu kristal memantulkan cahaya ke seluruh aula besar yang dipenuhi tamu-tamu penting, jurnalis, dan pengusaha dari berbagai kalangan.

Di tengah hiruk pikuk, acara peresmian proyek kerja sama antara Alexander Group dan Mudi Corporation menjadi sorotan utama. Dua perusahaan besar, dua nama besar, dan dua wanita yang diam-diam berhadapan, Nadin dan Anita.

Nadin berjalan berdampingan dengan Marvin di karpet merah. Gaun malamnya berwarna champagne lembut, sederhana namun memancarkan keanggunan alami.

Sementara Marvin mengenakan setelan hitam elegan, dasinya sedikit longgar, tapi senyumnya tak pernah lepas darinya sejak melihat Nadin turun dari mobil tadi.

“Jujur aja, kamu kelihatan paling cantik malam ini,” bisiknya sambil menunduk sedikit.

Nadin menatapnya sebal. “Bohong.”

Marvin terkekeh pelan. “Kalau aku bohong, Tuhan pasti cabut hak aku buat punya istri seindah kamu.”

Nadin pura-pura tak peduli, tapi pipinya merona halus. Namun di balik senyumnya, hatinya penuh kehati-hatian, karena ia tahu, malam ini Anita juga hadir.

Dan benar saja, ketika mereka masuk ke aula utama, Anita sudah berdiri di sana. Gaun merah darah yang membalut tubuhnya begitu mencolok di antara kerumunan tamu, dan tatapan matanya langsung tertuju pada Marvin seperti anak panah yang tepat sasaran.

“Selamat malam, Marvin … Nadin,” sapa Anita manis, menunduk sopan.

“Senang sekali bisa bekerja sama dalam proyek besar ini.”

Marvin membalas dengan sopan. “Kita juga senang, Anita. Terima kasih sudah datang.”

Nadin hanya mengangguk kecil, senyum profesional menutupi tatapan tajamnya.

Acara berjalan lancar.

Musik jazz mengalun lembut, para tamu menikmati hidangan mewah dan obrolan ringan. Marvin beberapa kali didekati oleh investor asing, para direktur, bahkan menteri yang hadir malam itu.

Setiap kali, Nadin hanya memperhatikan dari jauh, menikmati segelas mocktail buah sambil duduk di meja VIP. Ia tak suka pesta seperti ini, terlalu banyak topeng, terlalu banyak mata yang menilai. Namun yang membuatnya gelisah bukan pesta, melainkan wanita bergaun merah yang tak jauh dari Marvin.

“Pak Marvin, minum sedikit dong. Ini acara besar, masa air putih aja?”

Salah satu investor menepuk bahunya sambil tertawa. Beberapa gelas wine mulai berpindah tangan.

Marvin menggeleng halus. “Saya tidak bisa, Pak. Istri saya sedang...”

“Tolong, cuma segelas! Untuk simbol kerja sama!” potong yang lain.

Tawa riuh pecah, dan akhirnya, dengan sedikit terpaksa, Marvin mengangkat gelasnya. Nadin yang melihat dari jauh hanya bisa mendesah pelan. Ia tahu Marvin tidak ingin mengecewakannya, tapi di dunia bisnis, penolakan kecil bisa dianggap sombong. Beberapa menit berlalu, dan gelas yang hanya satu berubah jadi beberapa.

Marvin mulai tampak sedikit limbung, meski masih berusaha menjaga postur elegannya di depan tamu. Anita memperhatikan momen itu dengan mata tajam.

Senyum samar muncul di bibirnya, waktu yang tepat telah datang. Ketika acara mulai berakhir, Nadin sibuk menyapa tamu lain di sisi aula. Marvin yang mulai agak teler berjalan ke arah balkon hotel untuk mencari udara segar. Langkahnya sedikit goyah, dasinya longgar, napasnya berat.

“Marvin?” suara lembut memanggil.

Anita muncul dari balik tirai dengan segelas air di tangan. “Kamu kelihatan lelah. Ini, minum dulu.”

Marvin menerima dengan ragu, menatapnya samar. “Terima kasih, Anita. Aku cuma ... agak pusing.”

“Wajar, malam ini tegang sekali.”

Anita mendekat, terlalu dekat jarak di antara mereka hanya satu napas. Cahaya dari lampu taman menyorot wajahnya yang cantik dan penuh niat tersembunyi.

“Marvin…” bisiknya, “Kamu tahu, aku masih mengagumimu, meski semua sudah berubah.”

Marvin menunduk, mencoba menjauh, tapi kepalanya berat.

“Anita, jangan mulai lagi…”

Namun sebelum ia sempat melangkah mundur, Anita memegang lengannya.

Satu detik cukup untuk fotografer dari media yang tak sengaja lewat mengabadikan momen itu. Tak lama kemudian, Nadin muncul di balkon mencari suaminya.

Dan yang ia lihat Marvin berdiri dengan wajah lelah, sementara Anita berdiri terlalu dekat, seolah baru saja menenangkan atau menahan sesuatu. Tatapan Nadin membeku, tapi sebelum sempat berkata apa pun, Anita tersenyum hangat padanya.

“Oh, Nadin. Aku baru mau bantu Marvin. Dia kelihatan pusing sekali,” katanya manis.

Marvin mengusap wajahnya, suaranya serak, “Sayang … aku cuma … kebanyakan anggur…”

Nadin tersenyum tipis, menatap keduanya bergantian.

“Begitu ya. Kalau begitu biar aku yang bantu suamiku pulang.”

Nada suaranya halus, tapi dingin menusuk halus seperti jarum sutra. Ia melingkarkan tangannya ke lengan Marvin, lalu menatap Anita dengan senyum tanpa arti.

“Terima kasih sudah peduli, Nona Mudi. Tapi mulai malam ini, cukup aku saja yang berdiri di sampingnya.”

Dan tanpa menunggu balasan, ia menggiring Marvin pergi, meninggalkan Anita berdiri sendiri di bawah cahaya lampu balkon. Anita menatap punggung mereka menjauh, jemarinya mengepal di sisi tubuh. Tatapan matanya berubah gelap. Satu senyum miring muncul di ujung bibirnya.

1
@$~~~tINy-pOnY~~~$@
stress
@$~~~tINy-pOnY~~~$@
emaknya malah ngajarin yg ge waras
@$~~~tINy-pOnY~~~$@
setinggi apa itu
@$~~~tINy-pOnY~~~$@
damar ato dimas?
Esther Lestari
Marvin kenapa kamu dengan mudahnya menerima minuman...kan bisa kamu menolak dengan tegas.
sum mia
aku bacanya geregetan banget , bego banget Marvin mau aja di kasih minum wine , jelas-jelas minuman memabukkan yang pasti akan buat dia oleng . semoga saja Nadin bisa mengatasi foto Marvin dan Anita yang mungkin akan tersebar di media .
rasanya pengen tak getok aja tuh kepalanya Anita biar gegar otak sekalian . jadi orang kok murahan banget mau merebut suami orang .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
sum mia: ikut geregetan kan....
total 4 replies
Rokhyati Mamih
kok aku jadi jengkel ke anita murahan pisan ngga punya urat malu deh 🤭🤭
Lusi Hariyani
marvin km jg ceroboh bngt untung nadin wanita kuat
Teh Euis Tea
anita gagal lg ya mau ngerjain marvin, emang enak, udahlah anita jgn kejar trs marvin
Wulan Sari
lha sebel dmn2 cerita ada pelakor.....
sampai bacanya gemes tolong pelakor di hempaskan biyar kapok dan kena karmanya....
heeee lanjut Thor semangat 💪
Hary Nengsih
lanjut
Ucio
Anita stress Masih monitor,,capkede🤭🤭
sum mia
lampir satu ini kok masih ngotot aja , masih gak sadar juga . Anita.... Anita.... laki-laki didunia bukan hanya Marvin , kenapa kamu harus merendahkan diri sendiri hanya karena seorang laki-laki .
tapi ingat aja Anita.... kamu gak akan menang melawan wanita bar-bar seperti Nadin Alexander .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
sum mia: orang sirik kayak gitu mana bisa mikir positif , yang ada hanya ingin merebutnya saja .
total 2 replies
sum mia
betul kata Marvin....kamu gak perlu seperti mereka , cukup jadi diri kamu sendiri itu sudah sangat membanggakan .
dan ternyata drama ibu hamil masih berlanjut terus . bukan Nadin yang hamil yang bikin heboh , tapi Marvin suaminya malah sekarang ditambah mertuanya .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
sum mia
eh .... masih ngeyel juga .... masih belum menyerah . kapan kamu sadar Anita.... lagi-lagi kamu gak akan bisa melawan Nadin Alexander . wanita yang kau anggap dari golongan rendah tapi nyatanya dia yang tampil tenang , elegan dan berkelas .
tapi pantes aja sih kelakuan Anita kayak gitu , orang ajaran dan didikan ibunya juga gak bener .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
sum mia
dan akhirnya....si Anita wanita yang sok berkelas dan elegan mundur walaupun mungkin masih menyisakan rasa iri dengki dihatinya . iri karena tidak bisa menggeser Nadin disisi Marvin .
apalagi sekarang Nadin lagi hamil makin sayang dan cinta mereka makin tumbuh lebih besar .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
Ddek Aish
nggak nyerah juga si calon pelakor malah didukung maknya
Teh Euis Tea
ky lomba aj km anita blm menang, emang mau ngapain km jgn bikin hara2 deh km anita
Arin
Memang kalau dirimu menang, dapat apa Anita? Marvin?
sum mia
weleh...weleh.... Nadin yang hamil tapi keluarga yang heboh . bak ketiban durian runtuh... mereka amat sangat bahagia .
selamat ya Nadin dan Marvin , semoga kehamilannya berjalan lancar hingga lahiran nanti .

lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!