Squel Cinta Setelah Pernikahan
21+
“Gimana mau move on kalau sering berhadapan dengan dia?”
Cinta lama terpendam bertahun-tahun, tak pernah Dira bayangkan akan bertemu lagi dengan Rafkha. Laki-laki yang membuatnya tergila-gila kini menjadi boss di perusahaan tempat ia bekerja.
“Tolong aku Ra, nikah sama aku bisa?” ucap lelaki itu. Dira bingung, ini lamaran kah? Tak ada kata romantis, tak ada cincin, tiba-tiba lelaki itu memintanya menikah dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RizkiTa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Akting Mama
“Nggak ada balasan, Pa. tanda ceklisnya cuma berubah jadi biru. Si Abang cuma nge-read doang.” ucap Rizka setelah itu tertawa cekikikan.
“Galau anak mudanya.” Celetuk Panji.
“Iya, gimana kita lanjut atau enggak?” Rizka menoleh ke suaminya yang tengah menyetir, mereka sedang dalam perjalan pulang ke rumah.
“Mama maunya gimana?” Balik bertanya. Sebenarnya, mereka tidak se-serius itu tentang rencana perjodohan putra mereka. Ini adalah bagian dari trik untuk memancing Rafkha agar lebih peka terhadap mahluk yang namanya perempuan.
“Kita tunggu responnya dulu Pa, bentar deh nunggu nyampe rumah, pingin lihat mukanya si Abang sekarang kayak gimna.”
“Jelek pasti, di jodohin itu emang nggak enak, Ma. Nikah tanpa cinta.”
“Jadi, dulu kita?” Rizka mendengkus kesal, kurang setuju dengan pernyataan suaminya.
“Kita ‘kan nggak dijodohin.” sangkal Panji.
“Tapi nikah terpaksa? sama aja Pa.”
“Papa nggak terpaksa nikah sama Mama, kamu kali yang terpaksa.” ada saja alasan Panji untuk menyangkal.
“Emang,” jawab Rizka satu kata.
“Tapi cinta ‘kan?” tangan kiri Panji menyentuh dagu Rizka.
🌸🌸🌸
Tok Tok Tok
Rafkha menghentikan kegiatannya yang tengah me-review beberapa hasil pekerjaan dari bawahannya. Ia berjalan menuju pintu kamar, “Apa Dek? Eh Mama, maaf.” Rafkha mengira pintunya di ketuk oleh Rafiqa.
“Abang lagi ngapain? Mama boleh masuk?”
Rizka mengintip sedikit ke dalam kamar anak laki-lakinya, sebelum benar-benar masuk.
“Lagi ada kerjaan dikit Ma, boleh, masuk aja.” Meski suasana hatinya sedikit kacau, Rafkha tak pernah berucap kasar pada sang Mama, ia selalu menjaga ucapan dan nada bicaranya agar tak menyakiti hati perempuan istimewa dalam hidupnya itu.
“Ini kasur kebesaran ya kayaknya kalau buat tidur sendiri, nggak mau di ganti yang kecil aja, Bang?” Rizka duduk di tempat tidur besar milik Rafkha, Kalimat Rizka barusan adalah sindiran keras pada putranya itu. Tapi entahlah Rafkha mengerti atau tidak.
“Ya ‘kan nggak selamanya aku tidur sendiri, Ma.” Rafkha mulai sewot. Bukan tak paham, ia paham kemana arah pembicaraan Mamanya kali ini.
“Gimana Bang?” Rizka memulai, mulai membahas rencananya.
“Gimana apanya Ma?” Rafkha duduk kembali di kursinya.
“Cantik nggak? kamu suka nggak? Mama punya foto yang lain nih,” Rizka membuka kunci layar pada ponselnya.
“Ya cantik lah Ma.”
“Berarti kamu suka?”
“Aku bilang cantik bukan berarti suka, Ma. Tapi ya... cantik lah, dia kan cewek. Kalau cowok ya pasti ganteng.” masih saja mengelak.
“Menurut kamu, cantik atau enggak?” Rizka menekankan kata ‘menurut kamu’ mulai kesal dengan Rafkha yang sulit di ajak bicara serius perihal ini.
“B aja sih Ma. Nggak cantik yang wow gitu, ya bisalah.” Nadanya datar, Rafkha menjawab apa adanya. Sesuai apa yang ia lihat.
“Cantikan mana sama Dira?”
Mendengar nama Dira di sebut-sebut, tiba-tiba ada yang bergemuruh di dalam sana.
“Kenapa bawa-bawa Dira sih Ma?”
Terlihat, Rafkha mulai salah tingkah. Ia pura-pura fokus pada layar laptopnya.
“Mama ‘kan pingin tau type wanita idaman kamu tuh kayak gimana.”
“Yang pasti nggak kayak Fiqa. Nyebelin dia.”
“Intinya gini ya, Bang. Kamu mau ngeliat mama mati tanpa sempat melihat kamu menikah, dan hidup bahagia dengan istri kamu nanti?”
Rizka mulai meninggikan nada bicaranya. Rafkha langsung menoleh. “Ma.. mama, kenapa bawa-bawa mati, sih?”
Rafkha ikut duduk di samping Rizka yang tengah memegang dadanya sendiri, seperti sedang menahan tangis.
“Ma, please jangan gini?” Mulai panik, Rafkha merangkul sang Mama.
“Abang, kamu nggak sayang sama Mama.” lanjut Rizka.
“Sayang, siapa bilang nggak sayang?”
“Buktinya mana?”
“Buktinya, ini aku bela-belain balik ke Indo, supaya bisa dekat sama Mama.”
“Bukan cuma itu Bang, cobalah kamu pikir, Mama sama Papa semakin tua. Punya anak pertama yang umurnya udah cukup buat berumah tangga, tapi masih betah aja sendiri. Bunda Nadia, cucunya udah mau dua, Bang.”
Benar memang, Echa sudah menikah dan saati ini sedang mengandung anak ke dua.
Mendengar keributan yang berasal dari kamar Rafkha, Panji yang tengah berada di ruang TV pun mendekat ke kamar itu.
Rafkha terdiam, ia diam. Ini adalah kali ketiga dalam hidupnya, melihat Mama meneteskan air mata karenanya.
“Ma, jangan nangis, jangan gini dong. Emang salah yang aku buat terlalu besar ya Ma? sampe Mama harus nangis kayak gini?” Rafkha berlutut dihadapan mamanya, penuh penyesalan. Melihat mamanya menangis, hatinya pun sakit. Meski ia tak tahu pasti letak kesalahannya dimana.
Panji tidak masuk ke dalam, ia hanya mengintip dan dari luar kamar Rafkha. Memasang pendengaran dengan baik.
“Jago juga aktingnya si Mama.” kemudian memilih pergi dari situ, sebelum ketahuan.
“Semalam, kamu bilang nggak mau di jodohin karena udah punya pilihan sendiri, begitu ‘kan?”
Rafkha masih menunduk, tak tahu harus menjawab apa. Entah dimana perempuan yang ia maksud telah menjadi pilihannya. Tapi, sejak malam tadi, pikirannya terus tertuju pada Dira. Perempuan polos, nan lembut yang pernah ia taksir sekitar tujuh tahun silam. Kini hadir kembali dalam hidupnya.
Ia beranikan diri untuk mengangguk pelan, sebagai jawaban dari pertanyaan sang Mama.
“Tapi aku nggak tau Ma, dia siap aku ajak nikah atau enggak.” Rafkha bangkit, dan kembali duduk disamping mamanya.
“Setidaknya, Mama kasih kamu waktu, satu bulan cukup?” Rizka menghapus air matanya. Dalam hati ia tertawa, sepertinya ia cocok berperan dalam sebuah sinetron.
Rafkha berdecak kesal, ingin berteriak tapi takut dosa. “Satu bulan Ma? nggak terlalu cepat?”
Rizka menggeleng cepat, “atau dua minggu aja? pilih mana?”
“Kok limit waktunya makin cepat sih Ma, jangan bercanda.”
“Mama serius.”
“Oke, sabar ya Ma. Semua itu butuh proses.”
Rizka mengangguk, kemudian tersenyum cerah setelah mendapat persetujuan dari Rafkha.
🌸🌸🌸
Dira dan Fatya tengah berada di salah satu mall besar di kota mereka. Pagi tadi, Dira mengajak sahabatnya itu untuk menemaninya berbelanja keperluan dapur. Semangatnya berkobar meski hanya memiliki dapur berukuran mini di apartemen barunya itu. Siang ini, sambil menikmati makan siang, Dira menceritakan semuanya dari a sampai z perihal yang ia alami dua hari yang lalu.
“Mungkin dia juga suka Ra, sama lo. Kalo nggak ngapain bela-belain nolongin lo kayak gitu. Sampe kepergok sama orang tuanya lagi, duh... kalau gue jadi lo bisa mati kutu Ra!”
Fatya dengan hebohnya merespon cerita sahabatnya yang tengah berbunga-bunga itu.
“Iya Fat, tapi orang tuanya baik kok. Cuma tadi malam, pas kami masih di mobil, Rafkha bilang kalau yang dia lakuin ke gue ini bukan cuma-cuma, artinya dia juga bakal butuh bantuan gue suatu saat nanti.”
“Kira-kira apa ya?” Fatya tengah berpikir, Dira hanya mengangkat bahunya tanda bahwa ia pun tak tahu.
“Tapi Ra, dia mau di jodohin sama orang tuanya, sedih gue, tau nggak.” Dira menunduk, mengingat kalimat-kalimat yang ia dengar malam tadi.
“Hari gini dijodohin? kayak hidup di jaman kerajaan aja.”
“Dan yang lebih sedihnya lagi, Rafkha bilang dia udah punya pilihan sendiri. Apa mungkin, cewek yang waktu itu ya?”
Dira mengingat perempuan berparas cantik yang menyusulnya ke kantor tepat di hari jum’at lalu.
“Yang mana Ra?”
“Jum’at lalu, gue lihat dia sebelum keluar kantor, di susul sama cewek cantik banget.”
“Bisa jadi. Ra.” Fatya pun tak tega saat melihat raut wajah Dira yang tadinya ceria, kini berubah menjadi sendu.
Ting.
Masuk chat di ponsel Dira, ia raih dari tas selempangnya. Tertulis nama Rafkha disana. Matanya membulat, hatinya berbunga, jantungnya pun mulai dag dig dug.
Besok jam makan siang ada waktu sebentar? aku mau bicara sama kamu. Sekaligus minta bantuan.
🌸🌸🌸
Ini ‘kan yang kalian tunggu-tunggu 😌
Binatang saja ga segitu kejamnya kok Sama anak sendiri...
Ga Ada roman2 nya Blas..