NovelToon NovelToon
Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Balas Dendam Istri Marquess Yang Difitnah

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Anak Genius / Mengubah Takdir / Mengubah sejarah / Fantasi Wanita / Balas dendam pengganti
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: BlackMail

Dieksekusi oleh suamiku sendiri, Marquess Tyran, aku mendapat kesempatan untuk kembali ke masa lalu.

​Kali ini, aku tidak akan menjadi korban. Aku akan menghancurkan semua orang yang telah mengkhianatiku dan merebut kembali semua yang menjadi milikku.

​Di sisiku ada Duke Raymond yang tulus, namun bayangan Marquess yang kejam terus menghantuiku dengan obsesi yang tak kumengerti. Lihat saja, permainan ini sekarang menjadi milikku!

Tapi... siapa dua hantu anak kecil itu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BlackMail, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 30 : Mawar Terakhir

Pikiran untuk memotong tanganku sendiri terasa begitu logis, begitu menggoda, untuk sesaat.

Sebuah solusi yang bersih untuk masalah yang kotor. Tapi aku terlalu lelah bahkan untuk mengangkat pisau.

Jadi, aku hanya berbaring di tempat tidurku, menatap tanganku sendiri seolah itu adalah milik orang asing, sampai kegelapan kembali menelanku ke dalam tidur tanpa mimpi.

Hari berikutnya berlalu dalam kabut keputusasaan. Setiap suapan bubur hambar yang Lila berikan terasa seperti pasir di tenggorokanku. Aku memaksa kaki yang masih gemetar ini untuk melangkah mondar-mandir di kamar — setiap gerakan adalah perjuangan melawan otot-otot yang terasa seperti kawat berkarat dan punggung yang berdenyut tanpa henti.

Tubuhku mungkin ada di sini, di Silverwood, tetapi jiwaku masih terjebak di pantai beku itu. Pertanyaan-pertanyaan menghantui setiap detik yang berlalu.

Mengapa? Bagaimana? Siapa?

Hari-hari berlalu, dan efek membekunya kota pelabuhan Atika mulai merambat sampai ke sini. Harusnya ini musim panas, tetapi serpihan salju tipis berjatuhan di luar jendela seperti abu dari neraka yang membeku. "Ini lebih parah dari yang dulu..." bisikku dengan suara serak. "Apa karena kami mengincar Luna Velmiran sampai membuat Grand Duke mengeluarkan semua kekuatannya?"

Silverwood berjarak lebih dari dua jam perjalanan kereta kuda dari pelabuhan Atika. Sekitar 20 kilometer. Jauh. Sangat jauh.

Kenangan dari kehidupan sebelumnya menghantamku seperti gelombang dingin. Tempat ini akan menjadi batas zona musim dingin abadi... dan tanah di sini akan naik harganya setelah penelitian bongkahan es abadi dilakukan.

Namun, melihat perkembangan yang mengerikan ini, sepertinya tempat ini dan radius beberapa kilometer ke depan juga akan tertelan ke dalam zona musim dingin abadi. Efek puncaknya hanya akan terlihat saat musim dingin tiba nanti...

Napas panjang keluar dari bibirku, membentuk kabut tipis di udara yang semakin dingin. Ini kerugian besar yang menghancurkan. Beberapa aset keluarga Hartwin kini terperangkap dalam zona musim dingin abadi, termasuk yang ada di Silverwood ini.

Kalau sudah begini, aku harus menjualnya dengan cepat... bahkan jika harus merugi besar.

Rasa sakit di dadaku bukan hanya dari luka fisik, tapi juga dari kepahitan melihat segala yang aku rencanakan runtuh.

Inilah kenyataan.

Mustahil memprediksinya secara akurat.

Kembalinya diriku ke masa lalu sudah merubah sejarah. Baik dengan hasil yang baik seperti gagalnya investasi keluarga Hartwin ke kapal dagang Baron Latona dan bisa juga dengan hasil yang buruk seperti bencana es ini.

Apa ini sepadan dengan nyawa anak-anak itu? Tidak. Aku tidak seharusnya berpikir seperti itu...

Gelombang panik akan segera menyapu semua orang... Ketika para bangsawan mulai berlomba menjual aset dan tanah mereka dalam keputusasaan, aku juga akan menjual semua aset yang terdampak. Dengan begitu tidak akan ada yang curiga tentang diriku yang sudah menyetok hasil panen jauh sebelum bencana ini menghancurkan segalanya.

Kepalaku berdenyut sakit, memikirkan pekerjaan besar yang menungguku setelah kembali ke Hartwin.

Aku duduk di dekat jendela, mencoba membaca buku untuk mengalihkan pikiran, ketika Lila masuk dengan wajah sedikit merona.

"Nona," bisiknya, suaranya dipenuhi kegembiraan yang tertahan. "Yang Mulia Duke Raymond... beliau datang untuk mengunjungi Anda."

Jantungku berdebar kencang. Duke. Sebagian dari diriku merasa lega, sebagian lagi merasa cemas. Aku tidak siap menghadapi siapapun, apalagi beliau.

Rasa bersalah atas luka-lukanya membelit dadaku. Rasa malu atas kelemahanku yang menjadi beban bagi Duke menghantui pikiranku.

"Bantu aku merapikan rambutku, Lila," kataku cepat. "Dan berikan aku jubah tidurku yang berwarna biru."

Setidaknya aku bisa menghadapinya dengan sedikit martabat.

Dia masuk beberapa saat kemudian. Dia tidak lagi mengenakan baju zirah prajuritnya. Kini dia mengenakan pakaian bangsawan yang sederhana namun elegan, meski tetap dilengkapi plat besi di beberapa bagian.

Duke berjalan dengan bantuan tongkat kayu eboni yang diukir indah. Dia tampak lebih pucat dan kurus dari yang kuingat, tapi matanya yang biru masih sama tajamnya. Di dalamnya, kulihat sesuatu yang melunak.

Apakah itu kelegaan?

"Kudengar kau sudah sadar," katanya, suaranya sedikit serak. "Aku datang untuk memastikannya sendiri."

"Yang Mulia," balasku, mencoba bangkit dan memberinya hormat, tapi rasa sakit di punggungku membuatku meringis.

"Jangan," katanya cepat, melangkah maju untuk menghentikanku. "Tetaplah duduk. Anggap saja kita berdua adalah prajurit yang sedang cuti sakit. Jadi, tidak perlu ada penghormatan." Dia tersenyum kecil, senyum yang membuat wajahnya yang lelah terlihat lebih muda.

"Luka Anda...?" Aku memperhatikan tubuhnya dengan khawatir.

"Hanya tersisa beberapa tulang yang retak dan harga diri yang memar," jawabnya ringan. "Tidak ada yang tidak bisa diperbaiki oleh penyembuh terbaik istana. Sebaliknya, aku berhutang padamu. Tanpa ramuanmu di saat pertama, ceritanya mungkin akan sangat berbeda. Kau menyelamatkan nyawaku, Elira."

"Hah..." Aku menghela napas tanpa sadar. "Saya harap Anda tidak lupa kalau saya jugalah yang membawa Anda ke dalam bahaya itu, Yang Mulia," balasku, menunduk menatap tanganku. Tangan yang sama...

Duke sepertinya mengerti. Dia duduk, dengan sedikit susah payah, di kursi di seberangku. "Aku tidak akan bertanya apa yang terjadi di pantai itu setelah aku terlempar. Aku melihat Marquess membawamu. Jujur, melihat itu sudah cukup untuk membuat darahku mendidih." Tatapannya menjadi serius. "Jadi, aku tidak akan menanyakan detail soal itu. Namun, aku harus tahu: apa kau baik-baik saja? Sungguh?"

Ini bukan pertanyaan seorang komandan atau sekutu politik. Ini adalah pertanyaan seorang teman yang khawatir.

Untuk pertama kalinya, topeng Mawar Besi-ku retak. Aku tidak menangis, tapi aku tidak bisa menyembunyikan getaran di suaraku. "Aku tidak tahu, Yang Mulia," akuku jujur. "Aku tidak ingat semuanya dengan jelas. Semuanya... terasa seperti mimpi buruk."

Dia mengangguk pelan, penuh pengertian. "Perang memang seperti itu."

Dia tidak mendesakku lebih jauh. Sebaliknya, dia mengulurkan sesuatu padaku. Sebuah kotak kristal kecil. Di dalamnya, terbaring sekuntum mawar putih tunggal yang mekar sempurna, diawetkan dari dinginnya udara.

"Aku menyuruh pengawalku mencarinya," katanya pelan. "Mawar terakhir yang mekar di taman istana sebelum hawa dingin yang aneh ini datang. Aku pikir... ini melambangkanmu."

Dia menatap lurus ke mataku. "Mawar dari Selatan. Bahkan di tengah es dan kehancuran, kau tetap menemukan cara untuk mekar dan memberikan harapan."

Aku menatap mawar yang terperangkap dalam kristal itu, lalu menatapnya. Gestur yang begitu sederhana, begitu puitis... itu menghantamku lebih keras dari pertempuran manapun.

Kehangatan yang aneh menjalari dadaku. Kehangatan yang terasa asing dan menakutkan, sekaligus begitu kunantikan. Air mata menggenang di mataku, dan kali ini aku tidak berusaha menahannya.

Dia menyadarinya, tapi tidak repot untuk menghiburku. Dia mengalihkan pandangannya untuk menjaga harga diriku. Aku senang. Aku senang telah memilih rekan yang baik sepertinya.

Saat dia bersiap untuk pergi, ekspresinya kembali menjadi serius.

"Ketenaranmu sebagai pahlawan memulai debutmu yang luar biasa. Berita yang dirilis oleh koran kekaisaran telah membuatmu menjadi pusat perhatian," katanya, suaranya rendah.

"Banyak bangsawan yang akan mulai mendekatimu, mendekati keluarga Hartwin dengan berbagai muslihat termasuk lamaran pernikahan. Sayangnya hal tersebut juga berlaku untuk musuh-musuhmu."

Aku tahu siapa yang ia maksud.

Marquess Noctus Tyran Serpentis.

"Dia menyelamatkanmu karena satu alasan, Elira," lanjutnya, matanya menyala dengan api peringatan. "Dia sekarang melihatmu sebagai sesuatu yang berharga. Sesuatu yang langka dan misterius. Sesuatu yang ingin ia miliki dan pahami. Jangan pernah lupakan monster seperti apa dia sebenarnya."

Tangan Duke gemetar. Tidak sepertiku yang jatuh ke labirin es, Duke masih ada di atas sana waktu itu. Dia pasti melihat kengerian itu secara langsung, pertarungan antar kelas bencana yang menyadarkannya akan nilai sebenarnya keberadaan Marquess Tyran bagi Kekaisaran Gevarran.

"Akan saya ingat itu, Yang Mulia," kataku.

Duke mengangguk kemudian pergi, meninggalkan aroma teh herbal dan kehangatan yang samar di kamarku.

Aku sendirian lagi, memegang mawar yang diawetkan dalam kristal. Aku menatap bunga yang indah itu, simbol dari kebaikan dan harapan yang ditawarkan Duke.

Lalu, aku menatap tanganku yang gemetar. Tangan yang telah digerakkan oleh ular putih. Tangan yang telah menumpahkan darah. Tangan yang nyaris ingin kupotong.

Perang...

Perangku...

Perangku di dunia politik kekaisaran Gevarran akan aku mulai!

1
BlackMail
Makasih udah mampir.🙏
Pena Santri
up thor, seru abis👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!