NovelToon NovelToon
One Night Recipe

One Night Recipe

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Cinta pada Pandangan Pertama / Chicklit
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Giant Rosemary

Kehidupan Amori tidak akan pernah sama lagi setelah bertemu dengan Lucas, si pemain basket yang datang ke Indonesia hanya untuk memulihkan namanya. Kejadian satu malam membuat keduanya terikat, dan salah satunya enggan melepas.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Giant Rosemary, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Cerita Amori

Di hari Minggu yang seharusnya Lucas gunakan untuk liburan bersama Amori, ia justru harus menghabiskan waktu sendirian di rumah. Dani pergi sejak Jum’at malam, terbang jauh ke Medan untuk bertemu keluarganya. Sementara Amori pergi sejak Sabtu pagi untuk bertemu dengan ibunya. Lucas menghela, lalu menghubungi Ari untuk menanyakan agenda mantan bapak tirinya.

“Ri, Tyler hari ini ada agenda ngga?”

“Hari ini Tyler ada jadwal main golf, Luke. Anything i can help you with?” Lucas menghela lagi, mengatakan tidak dan menutup panggilan begitu saja. Agenda hari liburnya runyam begitu saja hanya karena satu panggilan dari ibu Amori.

Yah, Lucas tau kalau posisi Ibu bagi Amori pasti lebih penting darinya. Tapi melihat bagaimana tidak semangatnya Amori saat bersiap kemarin, Lucas tau kalau ada sesuatu yang kurang baik terjadi antara ibu dan anak itu. Lucas sempat menawarkan diri untuk menemani Amori. Tapi gadis itu menolak. Bukan karena tidak ingin, tapi sepertinya Amori memiliki kekhawatiran sendiri tentang kehadiran sang ibu yang tiba-tiba. Mungkin ada sesuatu yang belum siap Amori tunjukkan padanya.

Lucas menatap ponselnya dengan malas. Pesannya untuk Amori belum dibalas sejak semalam. Terakhir gadis itu hanya bilang kalau ia sudah bertemu dengan ibunya, dan akan menginap di sebuah vila di puncak. Lalu mengenai cuti, Lucas berat sekali untuk mengiyakan. Tapi mau bagaimana, Amori bilang sang ibu meminta dirinya untuk tinggal setidaknya sampai hari Selasa.

Tak tau apa yang harus dilakukan, Lucas akhirnya pergi ke stadion untuk latihan mandiri. Pasalnya mulai hari Senin nanti ia sudah kembali bermain sebagai tim inti karena cederanya sudah jauh lebih baik.

***

“Moyi, Moyi, ayo kita lihat kelinci lagi.” Amori menggulirkan matanya malas. Ia baru saja punya kesempatan untuk duduk setelah selesai memasak dan membantu adik tirinya mandi. Ia bahkan belum makan, dan sekarang Kamila, keponakannya yang entah bagaimana bisa ikut dalam kunjungan kali ini, sudah minta diantar lagi untuk lihat kelinci.

“Duh, nanti dulu dong Mil. Tante capek banget nih. Kamu mending ambilin Tante roti yang tadi kamu beli sama Nenek sana. Tante laper nih.”

“Tolongnya mana Tante?”

“Hah?”

“Kata Mama, kalau nyuluh itu pakai tolong. Gimana sih Tante ini, kan sudah besal, masa tidak tau.”

“Tantemu ngga ngerti Mil. Dia bandel.” melihat Neneknya datang, Kamila kabur sambil teriak ‘kabuurr’ bak orang yang habis melihat monster. Menyaksikan itu Amori terkekeh. Bahkan anak kecil saja takut pada sang ibu yang terkenal galak dan keras.

Tapi berbeda dengan respon Amori yang kelewat santai. Kehadiran wanita paruh baya itu tidak sontak membuat Amori bangun dari posisinya yang setengah berbaring di sofa santai. Ia malah mengalihkan tatapannya kedepan, ketika sang ibu duduk di sampingnya.

“Kalau bukan Mas mu yang bujuk, kamu pasti tetep bilang nanti diusahakan.” Amori hanya bergeming. Kalau dijawab, ibunya pasti akan semaki marah. “Amori, mau sampai kapan kamu musuhin Ibu terus, hah? Memang apa yang Ibu lakukan itu dosa besar, sampai kamu jijik banget setiap disuruh ketemu Ibu?”

“Bukan begitu Bu—”

“Jangan ngelak. Kamu belain bapakmu sebegitunya, sampai Ibu ngga boleh bahagia, begitu?” Amori menelan semua hal yang ingin ia katakan. Ibunya terlalu keras untuk diajak bicara. Apalagi setelah bapaknya melakukan satu kesalahan, yang langsung membuat sang ibu berpikir bahwa hidupnya selama 20 tahun berumah tangga sia-sia dan akhirnya memutuskan untuk bercerai.

“Segitunya kamu belain bapakmu.”

“Bapak udah nggak ada.” potong Amori tak tahan. Dadanya mulai terasa berat ketika sosok bapak yang sudah meninggal disebut-sebut hanya untuk disalahkan. “Jadi Ibu ngga usah ngungkit lagi. Toh, Ibu udah bahagia sama keluarga baru Ibu.”

Ibu menggeram marah mendengar jawaban Amori. “Justru karena bapakmu udah nggak ada, kamu ngga punya alasan untuk musuhin Ibu. Kenapa sih, kamu dendam banget sama Ibu?”

“Sikap aku ngga ada hubungannya sama bapak.” suara Amori mulai bergetar. Bayang sosok bapaknya yang menatap pintu rumah dengan penuh harap setiap malam membuat Amori sedih. “Kekecewaan yang aku rasain, ngga ada hubungannya sama bapak. Lagipula siapa yang ngga marah, kalau Ibu—”

“Kalau Ibu apa? Kalau Ibu nikah lagi? Kalau Ibu nyari kebahagiaan Ibu dengan bangun keluarga baru yang bisa bikin Ibu hidup lagi?” nada suara ibunya yang meninggi membuat Amori semakin sesak. Bukan karena takut. Tapi lebih kepada heran, kenapa ibunya sulit sekali mengerti kalau kekecewaannya normal dirasakan. Kekecewaannya bersifat pribadi. Bukan karena membela bapak atau karena orang lain.

“Kamu pikir Ibu ngga berhak bahagia, setelah bapakmu bikin hidup Ibu sulit selama bertahun-tahun? Begitu?” dari sudut matanya, Amori bisa melihat Mas Restu, kakak tirinya, yang mengintip dari balik pintu. Amori melepas tatapannya, menunduk sambil menggenggam ujung bajunya erat.

“Aku cuma nggak mau bapak selalu disebut-sebut untuk membenarkan apa yang Ibu lakuin.” suasana mereka semakin panas karena setelah rentetan kalimat pembelaan yang Ibu katakan, Amori masih tidak mau menerima dan dimata ibu, putrinya masih membela sang bapak.

“Ngga usah bawa-bawa bapak dulu deh Bu. Coba pikirin aja aku. Ditinggal Ibu minggat gitu aja, terus tiga tahun kemudian Ibu balik dengan keadaan yang udah nikah dan punya bayi kecil dari sepupunya bapak. Ibu pikir, aku akan nyambut Ibu dengan senyum dan peluk? Asal Ibu inget, Ibu balik satu minggu setelah bapak meninggal. Menurut Ibu wajar ngga, aku kecewa?”

Keheningan tebal turun di antara mereka. Sampai akhirnya ibu berdehem pelan dan bangkit. “Kamu mirip bapakmu.” katanya dingin. “Keras kepala, dan terlalu sibuk ngerasa paling benar.”

Amori menatap punggung ibunya yang pergi menjauh. Hatinya terasa sesak, tapi bukan karena marah, tapi kecewa yang semakin tebal. Sama seperti saat dirinya melihat sang ibu pergi dari rumah dengan dua buah koper berukuran besar, karena bisnis bapak bangkrut dan mereka menjual rumah untuk pindah ke rumah yang lebih kecil.

Amori menutup matanya dengan lengan. Menyembunyikan air mata yang mengalir dan sulit dihentikan. Kehadiran Restu yang duduk di sebelahnya juga tak ia hiraukan.

“Maaf, Mor. Maaf.” bisik Restu, sambil menarik Amori ke dalam pelukannya. Delapan tahun yang lalu, hubungan mereka masih sebagai sepupu yang sangat amat dekat. Main bersama, curhat masalah satu sama lain dan bahkan, Amori sangat dekat dengan Ika. Istri Restu yang saat itu masih berstatus sebagai pacar.

Tapi empat tahun kemudian Restu datang bersama papanya, ibu Amori dan seorang batita ke rumah Amori yang masih dijadikan rumah duka. Seolah mempertontonkan kegembiraan sepasang mantan kekasih yang kembali dipersatukan takdir dalam sebuah pernikahan.

Amori berpikir bahwa kisah itu menjijikan. Tapi mau bagaimanapun, realita tetaplah realita. Mimpi hanyalah tentang Amori dan bapak yang hanya tinggal berdua, di sebuah rumah sepi tanpa sosok ibu di dalamnya.

***

Bersambung....

1
Lory_kk
Semangat thor, jangan males update ya.
Hazel Nolasco
Ngangenin deh ceritanya.
Luna_UwU
Saya butuh lanjutannya, cepat donk 😤
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!