NovelToon NovelToon
Amor Tenebris (Oh Lord Vampire, I Am Your Mate.)

Amor Tenebris (Oh Lord Vampire, I Am Your Mate.)

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Fantasi / Vampir / Cinta Beda Dunia
Popularitas:539
Nilai: 5
Nama Author: Eisa Luthfi

Amor Tenebris (Cinta yang lahir dari kegelapan)

“Di balik bayangan, ada rasa yang tidak bisa ditolak.”


...

New Book, On Going!


No Plagiat❌
All Rights Reserved August 2025, Eisa Luthfi

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eisa Luthfi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 12

...◾▪️Amor Tenebris ▪️◾...

Bab 12 – Bisikan Malam dan Cahaya Lentera

Senja baru saja turun ketika Lyra menyusuri jalan setapak berdebu menuju tenda penelitian. Angin kering dari gurun kecil di pinggiran situs arkeologi itu menampar wajahnya, membawa aroma tanah yang lama terkubur. Lentera-lentera minyak bergoyang pelan, digantung di tiang-tiang bambu yang berjajar.

Hari ini ia lebih lelah dari biasanya. Sejak pagi, Lyra menguruk, menyaring, dan mendokumentasikan pecahan-pecahan tanah liat yang ditemukan tim. Temuan itu sepele bagi banyak orang, tapi tidak untuk Lyra. Tangannya yang terampil mengusap serpihan itu seolah ia sedang membelai nadi masa lalu.

Namun di balik semua kesibukan itu, hatinya tidak pernah benar-benar tenang. Ia tahu sesuatu yang lebih besar sedang menunggu di balik bayang-bayang malam—dunia lain, dengan hukum dan rahasia yang hanya ia kecap sepintas bersama Theron Valecrest. Dunia vampir.

Ketika langit semakin gelap, Lyra mengambil jatah makan malamnya—roti keras, sup kacang, dan secangkir teh hangat—lalu duduk sendirian di sudut. Tenda besar yang menjadi ruang makan riuh oleh suara para peneliti dan pekerja, namun Lyra lebih memilih sunyi.

“Masih suka makan sendirian, ya?” Suara itu datang dari rekan barunya, Ardelia, seorang peneliti magang dari Italia. Perempuan itu ramah, berambut pirang keemasan, dengan senyum yang selalu bisa mencairkan suasana.

Lyra menoleh singkat dan tersenyum tipis. “Aku terbiasa begitu.”

Ardelia duduk di sampingnya, tanpa menunggu izin. “Kau tahu? Aku suka caramu memperlakukan temuan kecil itu. Seperti mereka masih punya jiwa. Seperti…” ia terdiam sejenak, lalu melanjutkan dengan nada lebih lembut, “…kau sedang bicara dengan sesuatu yang tidak terlihat.”

Ucapan itu membuat Lyra tercekat. Matanya sekilas memandang lentera yang bergoyang di udara, lalu menunduk. “Mungkin memang begitu.”

Malam itu berlalu, namun kalimat Ardelia terus bergaung di kepala Lyra. Bicara dengan sesuatu yang tidak terlihat. Bukankah itulah yang ia lakukan setiap kali mengingat tatapan mata Theron yang seperti menembus jiwanya?

Beberapa hari kemudian, tim ekspedisi berhasil menemukan sesuatu yang lebih besar—relief yang setengah terkubur di dinding batu. Relief itu menampilkan sosok tinggi dengan mata menyerupai cahaya bulan, dikelilingi oleh simbol-simbol aneh yang belum pernah dilihat Lyra.

Profesor Harland, pemimpin tim, tampak bersemangat. “Ini… ini bisa menjadi kunci peradaban yang hilang! Lihat simbol ini, seperti tidak berasal dari kebudayaan yang kita kenal. Bukan Mesir, bukan Yunani, bukan Sumeria. Sesuatu yang lain!”

Lyra ikut mendekat, menyalakan lampu sorot portabel, menyoroti ukiran itu lebih jelas. Jantungnya berdegup keras. Simbol itu… ia pernah melihatnya. Bukan dalam buku, bukan di museum, tapi dalam ingatan samar ketika ia berada di dunia Theron.

Tangan Lyra gemetar. Ia menyentuh salah satu pahatan berbentuk lingkaran dengan garis tajam melintang. Dalam sekejap, udara di sekitarnya bergetar halus, seperti riak di permukaan air. Lentera-lentera bergoyang, api berdesis, dan sekelebat bayangan melintas di matanya.

Ia mundur dengan cepat, terengah. “Apa barusan…?”

“Lyra? Kau baik-baik saja?” Ardelia yang berdiri di dekatnya menepuk bahunya.

Lyra berusaha tersenyum. “Hanya lelah, mungkin.”

Namun dalam hatinya ia tahu, simbol itu bukan sekadar ukiran. Itu adalah pintu.

Malam itu, Lyra tidak bisa tidur. Angin malam menusuk hingga tulang, tapi bukan dingin yang membuatnya terjaga, melainkan bisikan.

Lyra…

Suara itu samar, seolah datang dari balik kabut. Ia duduk, menegakkan tubuh di ranjang lipatnya. Matanya mencari-cari sumber suara.

Jangan takut…

Ia menelan ludah. “Siapa di sana?” bisiknya.

Tak ada jawaban, hanya desir angin dan suara kain tenda yang berkibar. Namun seiring waktu, ia merasakan kehadiran.

Dan kemudian, seolah kabut tersibak, sosok itu muncul.

Theron Valecrest.

Bukan dalam wujud nyata, melainkan seperti bayangan yang tembus pandang, dikelilingi cahaya perak pucat. Matanya tajam, namun penuh keheningan.

“Theron…” suara Lyra pecah.

Bayangan itu mendekat. Kau telah menemukan salah satu jejak kami. Relief itu bukan hanya sejarah… itu adalah pintu penghubung. Kau tidak boleh sembarangan menyentuhnya. Ada mata lain yang mengawasi.

“Mata lain? Maksudmu siapa?”

Theron tidak menjawab langsung. Ia menunduk, tatapannya berat. Ada faksi vampir yang tidak menginginkan manusia menyentuh rahasia itu. Jika kau terus maju, mereka akan mengejarmu.

Lyra mengepal tangannya. “Lalu kenapa aku? Kenapa aku harus selalu terseret?”

Bayangan Theron mendekat, wajahnya hanya sejengkal dari Lyra. Meski bukan nyata, kehangatan dingin aneh terasa menyusup ke kulitnya. Karena kau berbeda. Darahmu… membawa sesuatu yang belum kau ketahui.

Seketika, suara keras memecah keheningan—suara langkah seseorang di luar tenda. Lyra terlonjak. Saat ia menoleh kembali, bayangan Theron sudah menghilang, meninggalkan dingin yang menusuk dada.

Pintu tenda terbuka. Ardelia berdiri di sana, wajahnya pucat. “Lyra… aku juga mendengarnya.”

Lyra menatapnya dengan terkejut. “Mendengar apa?”

Ardelia menelan ludah. “Bisikan itu.”

Besok paginya, Lyra mencoba kembali normal. Ia ikut mendokumentasikan relief, menyalin simbol, dan membantu tim. Namun pikirannya terus dihantui pertemuan semalam.

Ia mulai curiga: apakah Ardelia benar-benar hanya rekan peneliti biasa? Atau perempuan itu juga menyimpan sesuatu yang lebih?

Saat sore menjelang, Lyra menemukan sebuah catatan kecil terselip di bawah bantalnya. Tulisannya rapi, dengan tinta hitam:

“Jika kau ingin jawaban, temui aku di balik bukit pasir saat bulan purnama.” – A

Lyra menggenggam catatan itu erat.

Dunia arkeologi dan dunia vampir. Dua garis yang awalnya sejajar, kini perlahan menyilang, menciptakan simpul yang tidak bisa ia hindari.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!