NovelToon NovelToon
Peluang Pulih

Peluang Pulih

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Misteri / Romansa Fantasi / Kehidupan di Sekolah/Kampus
Popularitas:721
Nilai: 5
Nama Author: jvvasawa

"Hai, aku gadis matematika, begitu Sora memanggilku."

Apa perkenalan diriku sudah bagus? Kata Klara, bicara seperti itu akan menarik perhatian.

Yah, selama kalian di sini, aku akan temani waktu membaca kalian dengan menceritakan kehidupanku yang ... yang sepertinya menarik.

Tentang bagaimana duniaku yang tak biasa - yang isinya beragam macam manusia dengan berbagai kelebihan tak masuk akal.

Tentang bagaimana keadaan sekolahku yang dramatis bagai dalam seri drama remaja.


Oh, jangan salah mengira, ini bukan sekedar cerita klise percintaan murid SMA!

Siapa juga yang akan menyangka kekuatan mulia milik laki-laki yang aku temui untuk kedua kalinya, yang mana ternyata orang itu merusak kesan pertamaku saat bertemu dengannya dulu, akan berujung mengancam pendidikan dan masa depanku? Lebih dari itu, mengancam nyawa!


Pokoknya, ini jauh dari yang kalian bayangkan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jvvasawa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 29 | JAGA JARAK

Harap bijaksana dalam membaca, karya ini hanya lah fiksi belaka, sebagai hiburan, dan tidak untuk ditiru. Cukup ambil pesan yang baik, lalu tinggalkan mudaratnya. Mohon maaf atas segala kekurangan, kecacatan, dan ketidaknyamanan, dan terima kasih yang sebanyak-banyaknya atas segala dukungan; like, vote, comment, share, dan sebagainya, Jwasawa sangat menghargainya! 💛

Selamat menikmati, para jiwa!

Sudah berapa hari, ya, sejak malam pengeksekusian gulungan kertas pertama milik Zofan itu?

Sehari?

Ah, tidak ini sudah seminggu.

SEMINGGU, dan Zofan tiba-tiba bersikap seolah kami tak pernah punya ‘urusan’. Sama sekali tak menyapaku dari hari setelah dia mengantarku malam itu, dari kafe dekat sekolah!

Bingung, tidak? Aku saja bingung. Bukannya minggu lalu Zofan bilang padaku kalau dia masih perlu mengulik isi gulungan kertas kedua yang kosong itu?

Apa jangan-jangan urusannya sudah dia tuntaskan sendiri? Apa tulisannya sudah kembali terlihat?

Tapi, kenapa tak memberi tahuku, kalau memang sudah selesai? Aku, kan, masih penasaran dengan pesan dibalik soal-soal dan kode-kode biner itu.

Atau, setidaknya, beri aku kejelasan supaya bisa benar-benar bebas tanpa merasa masih ada ‘tanggung jawab’ untuk membantu dia.

Dia malah menggantungku.

Ya Tuhan, aku rela kalau harus kembali ke masa-masa membosankanku yang isinya hanya belajar, belajar, dan belajar, daripada terus diganggu pikiran yang mengancam ketenanganku seperti ini!

Apa sudah terlambat untuk meminta kembali semua itu?

Aku benar-benar dibuat heran dengan jalan pikirannya. Apa yang dia rencanakan sekarang?

Bukan hanya itu, bahkan aku merasa Sora mulai menjauhiku.

Oh, iya. Bicara soal Sora, sebenarnya aku sadar kalau Zofan sempat beberapa kali hendak menghampiriku, tapi rasanya seperti Sora terus menghalanginya.

Lalu, setelahnya, mereka akan terlihat berdebat dan adu mulut; saling menekuk wajah, saling mendorong bahu, saling menyikut lengan. Tak tahu apa yang mereka ributkan, karena aku hanya bisa menyaksikan dari kejauhan.

Jika kalian bertanya apa aku pernah coba mendatangi mereka duluan? Jawabannya, tentu pernah.

Apa aku berhasil? Tidak.

Kalian tahu, kan, kalau aku sering ‘mencari perhatian’ Sora dengan cara sengaja bertindak ceroboh yang seakan-akan mencederai diri sendiri?

Tiga hari terakhir, aku masih melakukannya walau tak serutin awal, teringat ucapan Zofan di malam terakhir kami bicara, tapi apa? Sora sama sekali tak menghiraukan. Aku menyapa pun dia tak merespon, dan perlakuan itu hanya diberikan padaku!

Sora terang-terangan menjaga jarak denganku, DAN menjauhkan Zofan dariku. Segala akses untuk bisa berinteraksi dan berkomunikasi seakan ditutup. Aneh, bukan?

Dia, lelaki jangkung yang berhati mulia itu, tidak seperti Sora yang kukenal, dan itu membuat desiran di dadaku terasa janggal. Rasanya seperti aliran darah pada jantungku disumbat. Sesak.

Aku … merasa dicampakkan. Huhu.

“Bagaimana seandainya nanti kau melihat Sora berubah?”

Aku jadi teringat lagi dengan percakapanku bersama Zofan malam itu, dengan pertanyaan Zofan tentang Sora. Jadi, itu benar-benar terjadi? Harus sekarang?

Aku bahkan belum sempat menikmati masa berbunga-bungaku. Menyedihkan sekali kisah percintaanku yang bahkan belum dimulai?

“Hei! Melamun lagi, kau.” Seseorang menepuk kedua pundakku dari samping, kemudian duduk di samping bangkuku dengan wajah yang mencondong ke arahku, sengaja bertingkah bak detektif yang sedang menyelidik arti raut wajahku.

“Ck, aku sedang tidak mau bercanda, Klara.”

Reaksi dariku, yang pastinya tak Klara harapkan, lantas membuat bibir tebalnya itu manyun, mengerucut panjang seperti paruh burung.

Kedua tangannya mengulur lurus di atas meja belajarku dengan kepala dijatuhkan di atasnya, tapi netra hitam legamnya tetap dipaku padaku. “Natarin tidak asik!”

Tak perlu heran kenapa dia ada di sampingku sekarang, padahal kelasnya bukan di sini. Gadis berambut gelombang ini memang senang sekali berkunjung saat jam istirahat.

Aku sudah bilang untuk pergi saja ke kantin, atau ganggu saja orang lain, lakukan apa pun selain mengekoriku, tapi ucapanku hanya masuk lewat telinga kiri dan langsung tembus keluar dari telinga kanannya. Sama sekali tak diacuhkannya.

“Semakin lama, kau semakin terlihat seperti Zofan, tahu?!”

“Apa?!” Nada suara Klara meninggi, terdengar tak terima, dan terdengar sampai ke lobi sekolah, kurasa. Aku sampai buru-buru membungkam mulutnya itu dengan telapak tanganku.

“Keras sekali suaramu!” Mataku melotot garang, dan sama sekali tak bekerja pada Klara. Dia malah menangkup kedua pipiku, dan menatap lamat-lamat kedua manik mataku.

“Dengarkan aku!” titahnya dengan suara yang teredam akibat mulutnya masih terhalang telapak tanganku.

Dengan memasang raut wajah jijik, segera kuturunkan tangan yang tadi berada di mulutnya, mengelap telapakku pada rok Klara. “Kau jorok sekali, Klara! Ludahmu membasahi tanganku!”

“Memangnya salahku? Kan tanganmu yang menutup mulutku!”

Klara semakin menekan kedua pipiku, kemudian dia ulangi kalimatnya, “dengarkan aku!”

“Apa? Dengarkan apa? Tak perlu diulang-ulang, aku mendengarmu dari tadi!” Napasku berderu jengah meladeni kelakuan Klara. Aku harus merenungi diri, kesalahan apa yang pernah kubuat, sampai aku jadi dikelilingi orang-orang aneh, menyebalkan, berisik, dan tak bisa berhenti menggangguku. Ya Tuhan!

“Aku tahu kau pasti sedang mempertanyakan tingkah Zofan dan Sora, kan?!” tebaknya, satu tangannya terangkat menunjuk tepat di wajahku. Hanya kuberikan kerutan di kening sebagai balasan, enggan menjawab.

“Hah, tak perlu heran kenapa aku tahu. Aku pun melihat sendiri bagaimana mereka selalu bertengkar di kelas.” Klara melanjutkan kalimatnya lagi, “yah, bukan bertengkar yang sampai membuat keributan, sih. Mereka hanya bisik-bisik seperti tidak ingin ada yang tahu apa masalah mereka, tapi arti dari ekspresi mereka sudah cukup menjelaskan kalau mereka sedang tak akur.”

“Lalu, apa tujuanmu memberitahuku semua itu?” Karena, tanpa Klara perlu mengatakannya pun, aku tahu kalau dua manusia itu sedang ada masalah terhadap satu sama lain, mereka sedang tidak dalam hubungan yang baik. Mungkin satu sekolah pun tahu soal itu.

“Mau aku baca pikiran mereka untukmu?”

Tawaran Klara hampir menggelindingkan mataku keluar dari kelopaknya, “a – apa kau bilang? Kau bisa baca pikiran?!” seruku berbisik.

Satu detik.

Dua detik.

Lima detik.

Klara diam hampir satu menit, tak menggubris bisikanku. Matanya lekat memandangiku, sebelum kedua sudut bibirnya mulai terangkat perlahan-lahan, sedikit demi sedikit.

“Hahaha!” dan Klara terbahak-bahak, tangannya begitu puas memukul meja.

Wajahku yang tadinya mengekspresikan keterkejutan tak terkendali, sekarang kuyakini sudah berubah rata seperti habis disetrika. Panas! Seharusnya aku tahu watak gadis usil ini, bukan malah masuk ke dalam jurang jebakannya.

“Hahaha, Natarin! Kau harus lihat bagaimana ekspresi wajahmu tadi! Aku tak kuat melihatnya. Kau seperti baru menang undian puluhan juta!”

Pernyataan Klara semakin membuatku dongkol, sampai gigiku mengatup rapat dan rahangku mengeras.

“Klara!” pekikku, mencubit pipinya sampai tedengar suara mengaduh meminta ampun.

“M – maaf, aduh! Nata! Sakit! Aku hanya bercanda!”

“Aku juga bercanda. Asik, kan? Asik?” balasku sarkas, masih dengan menarik pipi Klara yang kucubit tadi. Kepalanya berusaha menggeleng, sementara tangannya bersikeras menjauhkan tanganku yang menindas pipinya.

“Ampun, ampun! Tidak kulakukan lagi!”

Malas bergelut lebih lama, kubebaskan pipinya yang sudah merah akibat ulahku. Kedua lenganku terlipat di dada dengan wajah kecut bak jeruk purut. Kubuang muka dari Klara.

“Merajuk, deh, dia~” Sudah sempat kubuat tersiksa, pun, masih saja Klara menggodaku. Masih tak kapok juga dia, ya. Masih belum ada efek jera setelah yang kulakukan padanya tadi. Benar-benar tebal, keberaniannya itu.

“Ayo, lah, Nata. Aku hanya sudah bosan melihat wajah tak berhasratmu itu. Tak ada kehidupan, seperti baru putus dengan kekasih saja.” Jarinya mencolek-colek lenganku setelah berujar demikian.

“Kalau kau masih seperti ini, jangan ke kelasku lagi!” telunjukku teracung mengancam.

...

Bersambung

1
Avocado Juice🥑🥑
Luar biasa kisahnya
Jwasawa | jvvasawa: Huhu terima kasih banyaak sudah luangin waktu membaca Peluang Pulih! 🥺💛
total 1 replies
Aishi OwO
Mantap, gak bisa berhenti baca
Jwasawa | jvvasawa: Waaaa terima kasih banyak! Semoga betah terus bacanyaa. /Whimper//Heart/
total 1 replies
Tsuyuri
Thor, tolong update secepatnya ya! Gak sabar nunggu!
Jwasawa | jvvasawa: Aaaa terima kasih banyak dukungannya! 🥺 akan aku usahakan! ♡♡
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!