Membina rumah tangga tidak semudah membalikkan tangan. Banyak rintangan yang datang dan kita wajib bersabar, lapang dada, dan memiliki sifat kejujuran.
Menikah dengan anak SMA butuh banyak bimbingan. Hadirnya cinta masa kelam membuat retak cinta yang sedang dibina. Banyak intrik dan drama yang membuat diambang perceraian.
Kasus pembunuhan, penyiksaan dan penculikan membuat rumah tangga makin diunjung tanduk. Bukti perselingkuhanpun semakin menguatkan untuk menuju jalan perpisahan. Mungkin hanya kekuatan cinta yang bisa mengalahkan semua, namun menghadapinya harus penuh kasabaran.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zhang zhing li, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyelidikan Pembunuhan 1
Pembunuhan seorang pengusaha kini belum ada titik terang siapa pelakunya, karena tersangka sangat rapi menyusun perencanaan pembunuhan.
Barang bukti ditempat kejadian 'pun terlalu minim untuk membuktikan siapakah pelaku sebenarnya. Saksi-saksi sudah kami amankan, untuk dimintai keterangan atas kejadian pembunuhan tersebut.
"Hh, lagi capek-capeknya memikirkan cinta, kini malah kerjaan bikin tambah pusing."
"Semangat ... semangat kerja. Selesaikan kasus pembunuhan ini dulu baru urusan rumah tangga. Takut jika urusan dengan Mila dulu, nanti malah bikin masalah kerjaan tidak kelar-kelar. Semoga kasus ini cepat ada titik terangnya, jadi aku bisa menggenggam erat tangan Mila lagi," rancau hati gundah gulana.
2 orang satpam yang bertugas pada waktu kejadian, tidak membantu kami mendapatkan informasi yang lebih akurat.
Serta satu orang perempuan petugas kebersihan yang menemukan sepatu pun, tidak bisa memberi keterangan lebih jelas lagi, sebab dari keterangan atas sepatu yang ada bercak darah itu sudah ada dalam tong sampah, yang tidak melihat siapakah gerangan yang membuangnya.
Kami dari pihak kepolisian untuk sekarang menahan 3 orang tersangka sementara, karena dugaan kuat adalah pelaku otak pembunuhan.
Anak buahku sudah menunggu dengan raut muka tegang, ingin segera melakukan penyelidikan atas kasus besar pembunuhan, yang melibatkan pengusaha muda terbunuh. Bonus yang diberikan lumayan juga.
Sebelum memulai penyelidikkan, pihakku sudah memasang flashdisk ke layar monitor besar, untuk mengawasi semua detail ucapan demi ucapan para tersangka sementara.
Kegemaranku adalah mengamati, bukan hanya sekedar melihat. Netra harus fokus dan tatapan seksama, agar memudahkan mencari petunjuk yang diperlukan nanti.
Demi mendapatkan jawaban dalam memecahkan setiap kasus yang ku hadapi, diriku harus mencari perubahan ekspresi wajah tersangka, sehingga membantuku menyelesaikan kompleks permasalahan pembunuhan, ketika mereka nanti dimintai keterangan.
"Apa kalian sudah siap?" tanyaku pada anak buah ketika sedang berkumpul untuk berunding.
"Tentu saja siap, Bos." Bagas mewakili.
"Bagus kalau gitu. Cukup amati dan awasi gerak dari tiap tersangka sementara nanti."
"Siap laksanakan," jawab kompak para anak buah.
Penyelidikan dengan adik ipar laki-laki dari Dona)
Dalam ruangan tertutup, aku bersama anak buah Bagas dan Ebi mulai penyelidikan, dan sementara yang lain hanya mengamati dari layar monitor dari ruangan terpisah.
"Apa kemungkinan besar pelakunya adalah orang yang pertama kita tanyai?" Ebi polosnya bertanya.
"Belum tentu juga sih, sebab mana tega dia membunuh saudara sendiri," saut Bagas.
"Iya juga sih, tapi karena buta akan kekuasaan ataupun sakit hati bisa jadi sebagai motif utama pelaku," Ebi masih ngeyel.
"Hm, benar juga katamu. Lebih baik kita buktikan selama penyelidikan nanti." Bagas menimpali.
"Semoga pelaku cepat ditemukan, agar kita bisa lega dan mulai santai terhadap kerjaan yang kita jalani. Selama menangani kasus ini kita jarang tidur, pusing dan selalu lembur," keluh kesah Ebi.
"Berdoa saja. Semoga cepat selesai," simbatku.
Kami sudah siap, tinggal menunggu pelaku memasuki ruangan saja ketika masih dipangil petugas aparat lain.
Bagas sebagai orang yang bertanya, Ebi bertugas memberikan barang bukti serta mencatat kata-kata semua tersangka di laptop, dan diriku hanya melihat dan mengamati, atas semua gerak-gerik serta ekspresi wajah para tersangka sewaktu memeriksa. Semua masing-masing orang sudah dibagi tugasnya.
"Kami minta kerjasamanya atas kejujuran anda, agar membantu kami memudahkan melakukan penyelidikan," ucap Bagas.
"Hm, tergantung dari situasi kalian bertanya," Dia mulai berlagak dan songong seperti meremehkan kami.
"Berapa ukuran sepatu kamu?" tanya Bagas pada adik ipar laki-laki Dona.
"41," jawabnya.
"Bukankah ini punya kamu?."
Sebuah sepatu hitam ada bercak darah yang terbungkus rapi oleh plastik, ditunjukkan Ebi anak buahku.
"Wah ... ini bukan milikku, takkan orang sekaya diriku, punya sepatu murah begini! Lagian sepertinya ukurannya agak besar sedikit dengan kakiku," jawabnya sambil memegang barang bukti.
Kami semua sudah saling tatap, tanda omongan orang didepan kami ada benarnya.
"Wajah kamu kok babak belur begitu, kamu habis berkelahi?" tanya Bagas lagi.
"Iya pak, kami habis berkelahi."
"Sama siapa?."
"Kakak tiriku."
"Apa motif kamu berkelahi dengan korban? Bukankah dia adalah saudaramu sendiri? Masak tega amat," cecar Bagas.
Kami jangan sampai lengah bertanya. Harus cepat dan akurat, biar pelaku tidak ada celah memikirkan serta mengada-ada jawaban.
"Dia itu saudara tiri b*jing*n yang tak tahu diri, dikasih hati sama orang tuaku, tapi dia malah minta jantung."
"Maksudnya gimana nih?" tanya kami lagi kebingungan.
"Ahh, biasa 'lah, Pak. Masih untung dia itu ditampung dan diberikan harta, tapi sepertinya dia memang orang yang ngak tahu diri dan tidak ada rasa terima kasihnya. Dia itu selain sudah gila harta, berani-beraninya dia bermain api dibelakang keluargaku juga, yang mana telah berselingkuh bersama istriku yang ternyata juga br*ngs*k telah berkhianat. Sebelum aku membunuhnya, ternyata dia sudah mati duluan, hahahah." Jawab panjang lebarnya kepada kami.
Muka yang tadi sempat memerah karena marah, sekarang ekspresi mukanya menunjukkan santai serta kegirangan, karena korban telah mati sebelum dibunuh olehnya.
"Jadi benar luka yang kamu peroleh itu dari berkelahi sama kakak tirimu?" tanyaku dengan menyuruh Ebi menunjukkan video cctv dari perusahaan, ketika mereka sedang baku hantam.
"Itu benar, Pak! Akulah yang telah memukul wajah korban, tapi bukan berarti diriku yang membunuhnya. Sebab setelah kejadian itu, aku langsung meninggalkannya bersama mantan istriku yang ternyata jablay dan pecun," jawabnya.
"Wah, ucapanmu sadis sekali. Memang kau tidak sayang lagi?" sindir Bagas.
"Biar 'lah. Lebih baik mulutku sadis dari pada kelakuannya yang berkhianat lebih sadis lagi dengan melakukan hubungan bersama kakak yang tak tahu diri itu. Jangan katakan sayang disini. Kalau istriku ada otak pasti kalian tahu jawabannya. Sayangku tidak ada artinya bagi dia sebab lebih duluan selingkuh." Emosinya mulai timbul lagi seperti berapi-api ingin sekali balas dendam.
"Kenapa kamu langsung pergi? Bukankah istrimu masih ada disana? Dan setelah kejadian perkelahian itu, kamu berada dimana?."
"Aku memang langsung pergi, karena muak dan jijik melihat perselingkuhan mereka. Habis berkelahi aku langsung pulang kerumah mengobati luka. Kalau kalian tidak percaya tanyakan saja pada ibuku, karena beliaulah yang mengobati lukaku saat itu" jawabnya jujur.
Ucapan adik tiri korban sangat lemah untuk menjadikannya tersangka. Dari pihak kami bukti-bukti sudah ditunjukkan, tapi sepertinya kurang sesuai dengannya. Setelah baku hantam, ternyata memang ada kebenarannya bahwa dia pulang kerumah sebab sebelum menanyai dia, pihakku terlebih dahulu mencari informasi wawancarai orang-orang yang ada dirumahnya.
"Kita bakalan sulit untuk mengungkapkan kasus ini, Bos?" Keluh Bagas.
Kami sedang duduk santai sambil berpikir. Yang lain ikut berkumpul untuk mengetahui tindakan selanjutnya dan ada info penting apa saja itu.
"Betul itu, Bos. Pelaku sangat rapi melakukan pembunuhan. Tidak ada petunjuk sama sekali untuk membantu kita mengungkapkan."
"Kalian sabar dulu. Memang ngak mudah. Mungkin karena ini kalangan elit, makanya bikin kita kesusahan. Bukan namanya polisi kalau kita gagal memecahkan kasus ini. Semangat ... semangat. Kita masih ada 2 orang lagi tersangka sementara," ucapku
"Siap, Bos. Kami akan ikut menangani kasus ini sampai akhir."
"Bagus itu. Itu yang kuinginkan dari kalian."