Zyan, seorang agen yang sering mengemban misi rahasia negara. Namun misi terakhirnya gagal, dan menyebabkan kematian anggota timnya. Kegagalan misi membuat status dirinya dan sisa anggota timnya di non-aktifkan. Bukan hanya itu, mereka juga diburu dan dimusnahkan demi menutupi kebenaran.
Sebagai satu-satunya penyintas, Zyan diungsikan ke luar pulau, jauh dari Ibu Kota. Namun peristiwa naas kembali terjadi dan memaksa dirinya kembali terjun ke lapangan. Statusnya sebagai agen rahasia kembali diaktifkan. Bersama anggota baru, dia berusaha menguak misteri yang selama ini belum terpecahkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ichageul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Trio Harimau
Zyan keluar dari kamarnya. Penampilannya sudah rapih, kemeja batik, rambut kelimis belah pinggir, kacamata dan jangan lupakan tompel yang menghiasi pipinya. Pria itu sudah siap pergi ke sekolah. Hari ini adalah perpisahan kelas 12. Pihak sekolah menyelenggarakan acara perpisahan untuk melepas anak didiknya yang sudah menyelesaikan sekolah menengah ke atas.
Di luar kamar, Zyan berpapasan dengan Armin. Tawa pria itu pecah ketika meminta penampilan agen rahasia tersebut. Armin tak bisa menahan tawanya setiap melihat tompel yang menghiasi wajah Zyan. Jika Armin tertawa melihat penampilan Zyan, berbeda dengan Zyan yang nampak mengerutkan keningnya meminta penampilan rapih Armin. Biasanya pria itu hanya mengenakan kaos dan celana jeans. Tapi sekarang mengenakan celana bahan dan kemeja lengan pendek.
"Bang.. itu coba tompelnya dibuang dulu. Itu yang bikin penampilan Abang rusak, hahaha..."
"Kamu rapih kaya gitu mau kemana?"
"Ke sekolah Abang lah."
"Ngapain?"
"Mau cuci mata. Pasti di sekolah banyak ABG yang cantik. Siapa tahu aku bisa nyantol sama salah satu guru di sana. Ada yang masih muda kan?"
Zyan hanya berdecak saja. Pria itu segera menyambar kunci motor yang tergantung di dinding. Dia harus bergegas ke sekolah, hendak bertemu kepala sekolah dan menyampaikan sesuatu yang penting.
"Bareng, Bang. Abang bawa mobil kan?"
"Ngga, naik motor."
"Motor yang itu?" jari Armin menunjuk pada motor touring kesayangan Zyan.
"Bukan. Naik yang matic."
"Ah masa agen rahasia naik motor emak-emak."
"Mau bareng atau ngga?"
"Oke deh."
Walau malas naik motor yang identik dengan emak-emak, namun Armin tak punya pilihan kecuali mengikuti Zyan. Dia tidak tahu di mana sekolah tempat Zyan mengajar. Selain itu, dia juga harus menempeli Zyan. Pria itu yakin bisa mendapatkan tambahan hati di sekolah tersebut
***
Dalam waktu setengah jam Zyan dan Armin sudah sampai di sekolah. Suasana sekolah sudah ramai dengan kedatangan murid dari kelas sepuluh sampai dua belas. Para guru juga sudah berkumpul. Wali murid kelas dua belas juga diundang datang termasuk dewan sekolah. Barly sudah berada di sekolah. Pria itu adalah salah satu donatur sekolah dan diangkat menjadi ketua dewan sekolah. Husein juga datang sebagai perwakilan Amma. Selain Barly, Amma juga menjadi donatur tetap sekolah ini. Pria itu datang bersama istri dan juga Nisa.
"Barly kok datang ke sini? Ada perlu apa memangnya?" tanya Armin yang melihat keberadaan Barly tengah duduk di kursi bagian depan, khusus untuk tamu kehormatan.
"Dia kan donatur tetap di sekolah ini, seperti Amma. Dia juga diangkat sebagai ketua dewan sekolah."
"Sepertinya mereka belum tahu aslinya Barly seperti apa."
"Aku mau ketemu kepsek dulu."
Zyan meninggalkan Armin sendirian. Kepala pria itu menoleh ke kanan dan kiri. Tidak ada yang dikenalnya di sekolah ini kecuali Husein dan Nisa. Akhirnya pria itu memilih mendekati keduanya. Armin mendudukkan diri di samping Nisa.
"Bang Zyan mana?"
"Mau ketemu kepsek dulu katanya."
Zyan melangkah melintasi lapangan dan melewati deretan kelas serta ruang guru. Beberapa murid yang dilintasi menyapanya. Pria itu terus berjalan hingga sampai di depan ruangan kepala sekolah. Setelah mengetuk pintu dan terdengar suara dari dalam, dia segera membuka pintu.
"Selamat pagi Pak Rohim."
"Pagi Pak Reza. Silakan duduk."
Rohim, kepala sekolah SMA Tanjung Harapan menyambut Zyan dengan hangat. Walau pria itu baru satu tahun setengah bergabung sebagai staf pengajar, namun pria itu disukai semua guru di sini, termasuk Rohim. Selain para guru, murid-murid juga menyukainya. Di luar ketegasannya ketika mengajar, Zyan termasuk sosok orang yang enak diajak bicara.
"Bagiamana keadaan Pak Reza?"
"Alhamdulillah baik."
"Saya turut berduka cita atas meninggalnya Amma. Saya tidak menyangka kalau Amma akan meninggal dengan cara tragis seperti itu. Tapi sejujurnya saya tidak percaya dengan tuduhan yang dilontarkan pada Amma. Saya sudah mengenal Amma lama, sejak masih remaja. Saya sedih ada yang memfitnah Amma seperti itu. Bagaimana keadaan di pondok sekarang?"
"Alhamdulillah pondok sudah berjalan seperti biasanya."
"Syukurlah. Ehm.. begini Pak Reza. Sebelumnya saya minta maaf kalau apa yang saya bicarakan bukan sesuatu yang menyenangkan. Jujur saja, saya benar-benar tidak berdaya. Pak Barly meminta saya untuk memberhentikan Pak Reza. Entah bagaimana Pak Barly membujuk anggota dewan sekolah yang lain, sebagian besar dari mereka menyetujui usulan pemecatan Pak Reza. Kalau saya pribadi, saya tidak setuju. Saya tahu benar bagaimana dedikasi Bapak di sekolah ini. Tapi sekali lagi, saya tidak berdaya. Bapak pasti mengerti bagaimana pengaruh dewan sekolah di sekolah."
Zyan hanya tersenyum kecil. Sebelumnya dia sudah menyangka kalau Barly pasti akan menjegalnya di sekolah. Tapi apa yang dilakukan Barly justru menguntungkan Zyan. Dia tidak perlu susah-susah membuat alasan untuk mengundurkan diri dari sekolah. Pria itu memang berencana berhenti dan akan fokus menyelidiki masalah Amma dan Malta.
"Bapak tidak perlu merasa begitu. Saya mengerti bagaimana kesusahan Bapak. Sekali lagi terima kasih karena sudah memberikan kesempatan mengajar di sini."
"Sama-sama Pak Reza. Sekali lagi saya minta maaf. Rencana Pak Reza selanjutnya apa?"
"Mungkin saya akan membantu di pondok."
"Yah.. itu pilihan yang baik."
Percakapan mereka terhenti ketika mendengar ketukan di pintu. Salah satu guru memanggil Rohim. Sudah waktunya pria itu membuka acara perpisahan yang akan diisi dengan pentas seni dari para pelajar di sekolah ini. Pihak sekolah juga mengundang artis lokal sebagai bintang tamu.
Bersama dengan Zyan, Rohim segera menuju tempat diselenggarakannya pentas seni. Mata Zyan melihat anak-anak yang hendak mengisi acara sudah berkumpul di dua kelas, sedang melakukan persiapan. Matanya memicing ketika melihat Agam, Tina dan Febri. Seingatnya ketiga muridnya itu tidak terlibat sebagai pengisi acara. Karena penasaran Zyan menghampiri mereka.
"Kalian mau jadi pengisi acara?" tanya Zyan melihat penampilan ketiga muridnya itu.
"Iya, Pak. Kita bakalan jadi trio Harimau," jawab Febri asal.
"Harimau.. harimau.. harimau.." Agam menyanyikan lagu Harimau Malaya yang akhir-akhir ini viral di media sosial.
Zyan tak bisa menahan tawanya melihat tingkah anak didiknya ini. Berbeda dengan Tina yang hanya menggelengkan kepalanya. Entah mengapa dia setuju untuk bergabung dengan Agam dan Febri untuk melakukan pertunjukkan.
"Saya tunggu penampilan kalian."
"Jangan lupa direkam ya, Pak. Siapa tahu ada produser yang lihat terus kita diajak rekaman."
Sambil mengulum senyum, Zyan meninggalkan ketiga orang tersebut. Pria itu terus berjalan menuju deretan kursi yang tertata rapih di bawah tenda besar yang sudah terpasang. Mata pria itu bertabrakan dengan netra Barly. Wajah keduanya menunjukkan aura permusuhan yang jelas. Zyan melewati Barly begitu saja. Pria itu kemudian mendudukkan diri tepat di samping Nisa dan sukses membuat Barly geram.
Acara pentas seni dimulai juga. Acara dibuka dengan sambutan dari pihak sekolah yang dilakukan oleh Rohim selaku kepala sekolah. Lalu Barly sebagai ketua dewan sekolah juga memberikan sambutannya. Terakhir murid terbaik di sekolah ini yang memberikan sambutannya. Usai serangkaian sambutan, acara dilanjutkan dengan pentas seni.
Para murid mulai menunjukkan kemampuannya di bidang seni. Ada paduan suara yang berasal dari kelas sebelas. Lalu ada juga band sekolah yang mereka bentuk sendiri. Ada pula suguhan seni tari, dari mulai tari tradisional sampai modern. Dan sekarang giliran Agam, Tina dan Febri yang naik ke atas panggung. Ketiganya mengenakan kostum yang gayanya heboh, sudah seperti artis dangdut di era tahun 90-an.
Nisa tidak bisa menahan tawanya melihat kostum yang dikenakan tiga murid tersebut, begitu pula dengan Husein dan Armin. Zyan hanya menggelengkan kepalanya saja melihat kelakuan muridnya. Armin mendekat pada Zyan lalu berbisik di telinga pria itu.
"Murid Abang amazing semua."
"Mirip kaya kamu."
Armin hanya berdecih saja. Perhatiannya kemudian tertuju ke atas panggung. Agam sudah mulai membuka penampilannya dengan menyapa para penonton.
"Selamat pagi menjelang siang."
"Pagi."
"Ijinkan kami Trio Harimau untuk menghibur kalian semua. Let's go!"
Tina maju ke depan dengan mic di tangannya. Gadis itu memulai nyanyiannya.
"Kamu... Penipu.. di belakangku. Cintamu palsu," Tina menyanyi sambil menunjuk pada Barly.
"Kau bilang hujan, namun tak basah tubuhku," sambung Agam juga sambil menunjuk Barly.
"Ku tak mau tak mau lagi kau tipu. Tak mau lagi kau sentuh. Nyatanya cintamu palsu. Ku tak mau tak mau lagi kau tipu. Tak mau lagi kau sentuh. Kau udang di balik batu."
Ketiganya menyanyi bersama sambil bergoyang. Telunjuk dan mata mereka terus tertuju pada Barly. Pria itu sampai berdehem karena mendapat perhatian dari yang lain. Nisa tak bisa menahan tawanya lagi. Sepertinya trio Harimau sengaja menyayikan lagu itu untuk meledek Barly.
"Kata kata manismu. Manja manja dirimu," Agam menunjuk pada Barly.
"Di belakangku kau punya kekasih baru," lanjut Tina sambil melihat sinis pada Barly.
"Kau yakinkan diriku dengan janji janjimu," kembali Agam menyanyikan liriknya.
"Di belakangku kau punya sayang yang baru," sambung Febri.
Agam mengajak yang lain untuk ikut bernyanyi dan berjoged. Teman-teman satu kelas mereka berkumpul di bawah panggung. Mereka ikut bernyanyi dan berjoged. Agam, Tina dan Febri turun dari panggung dan membaur dengan teman-temannya. Tina membisiki salah satu temannya. Salah satu teman Tina itu mendekati Barly lalu menarik pria itu ke dekat mereka. Agam, Tina dan Febri pun mengelilingi Barly sambil terus bernyanyi.
"Ku tak mau tak mau lagi kau tipu. Tak mau lagi kau sentuh. Nyatanya cintamu palsu. Ku tak mau tak mau lagi kau tipu. Tak mau lagi kau sentuh. Kau udang di balik batu."
Wajah Barly nampak memerah. Inginnya dia menghajar ketiga murid itu tapi dia tidak mungkin melakukannya di depan semua orang. Para penonton menyangka kalau trio Harimau sengaja mengajak Barly karena menyukainya. Namun pria itu tahu persis kalau ketiga murid Zyan itu ingin mempermalukannya. Begitu lagi usai, dengan sengaja Agam mendorong Barly dengan bahunya. Hampir saja pria itu jatuh tersungkur. Untung saja pria itu langsung berpegangan pada salah satu murid. Dengan senyum kepuasan, trio Harimau meninggalkan bagian bawah panggung.
Acara terus berlanjut dengan penampilan lain. Zyan berdiri dari duduknya lalu menjauh dari keramaian. Pria itu mencari tempat sepi untuk menjawab panggilan. Setelah berada di tempat yang cukup sepi, barulah Zyan menjawab panggilan dari Gantika.
"Halo."
"Saya sudah bicara dengan Letjend Yudi. Beliau meminta masalah ini diselidiki sampai tuntas. Status kamu sudah diaktifkan kembali."
***
Wah Zyan udah aktif lagi nih. Tapi besok aku libur ya🤗