NovelToon NovelToon
MENGANDUNG BENIH SI BOSS

MENGANDUNG BENIH SI BOSS

Status: sedang berlangsung
Genre:Saling selingkuh / Pernikahan rahasia / Perjodohan / CEO / Selingkuh / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:214
Nilai: 5
Nama Author: Mama Rey

Mira tiba-tiba terjebak di dalam kamar hotel bersama dengan Angga—bosnya yang dingin, arogan, dan cuek. Tak disangka, setelah kejadian malam itu, hidup Mira benar-benar terbawa oleh arus drama rumah tangga yang berkepanjangan dan melelahkan.
Mira bahkan mengandung benih dari bosnya itu. Tapi, cinta tak pernah hadir di antara mereka. Namun, Mira tetap berusaha menjadi istri yang baik meskipun cintanya bertepuk sebelah tangan. Hingga suatu waktu, Mira memilih untuk mundur dan menyudahi perjuangannya untuk mendapatkan hati Angga.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mama Rey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

TARIK ULUR

"Teruslah mengoceh jika itu membuat kalian merasa puas! Dasar pria-pria bermulut wanita!" Mira membentak.

Lantas, dia langsung melepas cengkraman tangan suaminya dan berjalan keluar dari gedung itu dengan langkah cepat. Entah kenapa, dia merasa harga dirinya diinjak-injak oleh pria-pria itu. Dia berjalan menuruni tangga dan tak terasa air matanya menetes.

"Dasar pria plin plan! Tadi mengirim chat agar aku begini dan begitu di depan Pak Deva, dan kini dia sendiri yang ember kepada kawan-kawannya," dengusnya sambil mengusap air mata yang mulai menetes di pipinya.

Mira segera membuka handphonenya dan berniat memesan ojek online. Namun niatnya segera ia urungkan saat tiba-tiba Angga datang menghampirinya dengan tatapan dingin.

"Masuk ke mobil ...!" kata pria itu dengan nada memaksa.

Mira pun mengiyakan permintaan suaminya dari pada ribut di pinggir jalan, malu dilihat orang.

"Di sepanjang perjalanan, Mira hanya diam. Matanya berulang kali berkaca-kaca saat saat mengingat ucapan Reno dan Angga tadi.

"Norak, kampungan, pernikahan kontrak, bukan tipe gua ...!" Perkataan kedua pria itu terus terngiang di kepalanya.

TRING.

Sebuah pesan masuk.

"Mira ... maaf ya soal tadi." Pesan dari Deva.

"Jangan dengerin omongan Reno, dia memang begitu. Sering lepas filter kalau ngomong," lanjutnya.

"Gpp, Pak," balas Mira segera.

Lalu ia memasukkan gawainya ke dalam tas.

"Cepat amat balesnya? Tadi dichat gak respon!" Angga menyeletuk sambil fokus menyetir.

Mira tak menyahuti.

"Anjay ... kenapa dia jadi jutek begitu?" Batin Angga pun berbisik.

*****

Keesokan paginya, Mira bangun lebih awal. Dia harus pergi ke rumah sakit untuk menggantikan sepupunya menjaga sang ibu. Ibu Mira masih dirawat karena keadaannya sempat drop. Sepupu Mira yang bernama Ana lah yang membantu Mira merawat dan menemani ibunya.

"Maaf, Pak Deva, saya bermaksud mengundurkan diri saja. Maaf saya tidak bisa melanjutkan bekerja di perusahaan Bapak. Untuk surat resign-nya nanti akan saya kirimkan lewat email." Mira mengirimkan pesan kepada bossnya.

"Apakah kamu tidak nyaman bekerja di perusahaan saya, Mir? Maaf atas kejadian kemarin ya, Mir." Deva membalas.

"Tidak juga, Pak. Kebetulan saya harus menjaga ibu saya yang sedang sakit. Mohon maaf ya, Pak," tulis Mira.

"Mira ... sebenarnya saya sangat membutuhkan accounting handal seperti kamu. Tolong pikirkan lagi keputusanmu, ya. Kamu bisa ijin untuk mengurus ibumu dulu. Kalau beliau sudah sehat, kembalilah bekerja. We need you, Mir." Deva membalas dengan panjang dan lebar, tapi Mira tidak membalasnya.

Mira berangkat Subuh ke rumah sakit, tanpa berpamitan kepada Angga. Dia hanya pamit kepada Bik Wati kalau dirinya ada urusan.

Saat bangun tidur, Angga langsung mengecek kamar Mira. Dia terkejut saat istrinya sudah tidak ada, hanya ada bau parfumnya yang menguar.

"Mira kemana, Bik? Kok kamarnya sudah kosong?" tanyanya.

"Tadi pergi subuh-subuh, Mas. Mbak Mira hanya pamit kalau ada urusan," kata Bik Wati.

"Apakah dia tidak bekerja?" Angga memicing, lalu segera mengambil hp di kamarnya.

Dia berkali-kali menelpon Mira, tapi wanita itu tidak mengangkat panggilan dari suaminya sama sekali.

"Di mana?" ketiknya dengan geram.

"Posisi di mana!" tegasnya.

Mira tak membalas. Dia hanya membaca pesan-pesan dari suaminya berulang kali, lalu tersenyum.

"Apa yang aku harapkan dari Pak Angga? Kenapa aku merasa kesal saat dia berkata kalau aku ini bukanlah cewek tipenya? Kenapa juga aku merasa senang saat dia bawel dan perhatian kepadaku?" Mira berbisik sebal.

"Bukankah dia memang benar? Pernikahan kami ini semacam pernikahan kontrak, hanya saja tidak tertulis?" sungutnya.

"Bukankah kami memang tidak saling mencintai? Kenapa aku begitu berharap banyak? Bukankah dia memang menjalin hubungan asmara dengan Carla sejak lama? Kenapa aku jadi gelisah? Huuh ...! Ya Tuhan ...!" Mira mendengkus.

*****

Sore itu Mira memutuskan untuk pulang karena keadaan ibunya sudah membaik. Ana, sepupunya sudah datang ke rumah sakit dan bersiap untuk berjaga malam.

"Aku pulang dulu ya, besok pagi aku kesini lagi. Berkabarlah kalau ada apa-apa," kata Mira.

"Siap, Mbak." Ana mengangguk setuju.

Sebelum pulang, Mira memutuskan untuk mampir ke supermarket, mengingat beberapa bahan di dapur yang sudah habis. Dia pun akhirnya meminta driver ojol berbelok ke sebuah supermarket tempat ia biasanya berbelanja.

"Shoping, ah, sekalian refreshing," gumamnya.

Mira membeli banyak bahan makanan dan juga beberapa cemilan yang biasa ia stok di kulkas dan di laci makanan. Dia juga membelikan beberapa barang kebutuhan Bik Wati seperti balsem, minyak angin, dan sebagainya.

Setelah berbelanja selesai, Mira pun berdiri di depan supermarket sambil memesan ulang jasa ojek online. Saat itulah mata Mira tak sengaja menangkap sebuah penampakan yang tak asing lagi bagi dirinya. Angga dan Carla yang sedang makan berdua di sebuah restoran mahal di samping supermarket.

"Heeemmm ... kenapa tadi dia nanyain aku di mana? Bukankah aku ini tidak penting?" bisiknya.

"Ah, aku ini mikir apaan sih? Bukankah itu adalah hal wajar bagi pasangan kekasih? Makan romantis berdua di restoran, hehehe. Kenapa aku jadi kesal sendiri? Huuft ...!" Mira kembali mendengkus seorang diri.

*****

Sesampai di rumah, Mira segera memberikan barang belanjaan itu kepada Bik Wati.

"Tadi Mas Angga nyariin Mbak Mira, lho," kata perempuan paruh baya itu sambil memasukkan makanan ke dalam kulkas.

"Mau ngapain, Bik? Pasti dia mau ngomel-ngomel terus," sahut Mira dengan bibir mencebik.

"Gak tau, Mbak. Kayaknya Mas Angga khawatir banget. Dia nungguin Mbak di rumah sampai siang, terus ... dia berangkat ke kantor selepas makan siang." Bik Wati menjelaskan.

"Heeemmmb ..." Mira pun mengangguk pelan.

"Masak yuk, Bik," ucapnya untuk mengalihkan pembicaraan tentang Angga.

Hingga malam menjelang, Angga tak kunjung pulang. Mira pun tidak peduli. Dia makan malam dengan Bik Wati dan bercengkrama di depan TV.

CEKLEK.

Tiba-tiba pintu depan terbuka, Angga pulang. Pria itu langsung menghampiri Mira di ruang tengah.

"Ke mana saja seharian?" ucapnya dengan tatapan dingin.

"Rumah sakit." Mira menjawab sekadarnya.

"Kenapa tidak mengajakku? Kenapa tidak ijin?" Pria itu kembali bertanya, intonasi suaranya lebih meninggi.

"Takut mengganggu," kata Mira seraya berdiri dan bergegas masuk ke kamarnya.

"Kamu ini kenapa sih, Mir?" Angga menarik tangan istrinya.

"Aku hanya lelah, ingin tidur." Wanita itu pun melepas tangan suaminya dengan helaan nafas lelah.

"Apa kamu marah kepadaku? Kenapa wajahmu jutek begitu? Kamu biasanya murah senyum!" Angga mulai meradang.

"Untuk apa marah? Aku lelah." Mira tersenyum masam.

Melihat majikannya yang tengah bertengkar, Bik Wati segera pergi dari hadapan mereka dan langsung masuk ke dalam kamarnya.

Angga membuntuti istrinya ke dalam kamar tamu itu.

"Kamu sakit?" Dia kembali bertanya.

Mira hanya menggeleng.

"Ibumu bagaimana keadaannya?" Pria itu menimpali.

"Mendingan." Mira berucap lirih.

"Kamu sudah makan?" Angga bertanya lagi.

Mira hanya mengangguk.

"Kamu ini kenapa sih, Mir? Sakit gigi?" Pria dingin itu mendadak menjadi bawel.

Mira menggeleng.

Angga pun mendengus sebal, dia menarik nafas dengan gusar.

TRIING TRIING.

Handphone Mira berbunyi, panggilan masuk dari Deva.

"Iya, halo, Pak." Mira segera mengangkatnya.

"Halo, Mira ... bagaimana keadaan ibumu?" tanya pria di ujung sana.

"Alhamdulillah sudah membaik, Pak. Hanya saja ... masih belum bisa pulang," sahut wanita itu.

"Oh ... semoga lekas ...." Ucapan Deva terputus.

"Hei, Dev! Loe kurang kerjaan atau memang ini rutinitas kerjaan loe? Telpon bini orang malam-malam begini! Kurang ajar, loe!" Angga segera mengambil gawai istrinya dan memaki Deva.

KLIK.

Panggilan itu langsung Angga matikan sebelum Deva sempat memberi penjelasan.

"Jangan dekat-dekat dengan Deva! Paham?" tegasnya.

"Kenapa? Apa alasannya?" Mira mendengkus sebal.

"Mir ...! Kamu itu istri saya!" Angga membelalakkan mata.

"Jangan bercanda, Pak! Bukankah saya ini bukan tipe Bapak? Dan ... bukankah semua ini hanya pernikahan kontrak, kan?" Wanita itu tertawa.

"Jika Bapak bisa berduaan dengan Carla semau Bapak, kenapa saya tidak boleh dekat dengan Pak Deva semau saya?" cecarnya, dia sengaja memancing amarah suaminya.

"Mira ...!" Angga berteriak lantang. "Kamu ini istri saya dan saya tidak mau kalau ada media atau rekan bisnis Papa yang melihat keburukanmu!" ujarnya.

"Lalai bagaimana dengan keburukan Pak Angga sendiri?" Mira menyeringai.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!