Season 2 dari Aku Bisa Tanpamu 😘
Kehidupan pernikahan kedua Shofi yang semula berjalan begitu bahagia dan harmonis tiba-tiba diguncang dengan kecelakaan yang menimpa Awan, sang suami. Awan dinyatakan hilang dan belum bisa diketemukan dimana keberadaannya.
Tetapi Shofi dan keluarganya tidak pernah putus harapan. Mereka yakin bahwa dengan kuasa Allah SWT, Awan pasti bisa kembali dengan selamat dan rindu mereka akhirnya terobati.
Akankah kekuatan do'a dan keyakinan mereka benar-benar bisa membawa Awan kembali?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Iin Nuryati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
30. Melepas Rindu
Malam ini hanya Mas Awan dan Keinan yang menemaniku di rumah sakit ini. Mas Awan tadi sengaja menyuruh Papa Surya, Mama Wulan, Bang Langit, ibu, dan Hamzah untuk pulang dulu saja, biar mereka semua bisa beristirahat dengan baik di rumah. Besok baru mereka datang kesini lagi kalau lagi nggak sibuk, begitu kata Mas Awan tadi.
Saat ini aku baru saja selesai menyusui baby Angkasa. Kuayun pelan putra kecilku itu dalam gendonganku agar semakin nyenyak tidurnya. Sementara Mas Awan sedang menidurkan Keinan di sofa bed yang terdapat di dalam kamar rawat inapku ini.
"Kei udah bobok, Mas?" tanyaku ketika melihat Mas Awan berjalan menghampiri hospital bedku.
"Udah. Itu, lihat aja sendiri," jawab Mas Awan seraya mengendik ke arah sofa bed.
Aku melihat ke arah sofa bed, dan benar saja, Keinan terlihat sudah tidur dengan nyenyak disana dengan selimut menutupi sampai ke lehernya.
Aku tersenyum. Tadi Keinan memang meminta untuk tidur sambil dikelonin sama Mas Awan. Aku paham, anak itu pasti masih kangen banget sama papanya, itu kenapa dia sangat manja dengan Mas Awan hari ini.
Bukan hanya Keinan saja, sebenarnya aku sendiri pun juga masih kangen banget sama Mas Awan. Hampir enam bulan tidak bertemu, setelah terjadinya kecelakaan itu dan Mas Awan dinyatakan hilang.
Aku sangat bersyukur kepada Allah Subhanahu wata'ala karena akhirnya Allah Subhanahu wata'ala mengabulkan semua do'a-do'a kami selama ini dan mengembalikan Mas Awan untuk bisa kembali berkumpul bersama dengan kami semua sekarang.
Rasanya aku masih belum puas melihat wajah Mas Awan dan ingin untuk terus melihat wajah Mas Awan sampai puas, untuk mengobati rasa rinduku ini. Ah, untungnya tadi Mas Awan meminta Papa Surya, Mama Wulan, dan yang lainnya untuk pulang dulu dan beristirahat di rumah. Jadi sekarang kami memiliki waktu untuk bersama dan melepaskan rasa rindu ini.
"Kenapa senyum-senyum sendiri, hmm?" tanya Mas Awan seraya mendudukkan dirinya di sebelahku.
"Hmm, nggak pa-pa kok," jawabku masih dengan mengulum senyum.
"Dih, bohong banget. Mas tau kok, pasti kamu lagi mikirin suami kamu yang ganteng ini kan? Kamu juga bersyukur kepada Allah Subhanahu wata'ala karena akhirnya Mas sudah kembali. Dan kamu juga pengen lihatin wajah Mas lama-lama biar rasa rindu kamu terobati, iya kan," tebak Mas Awan yang seringkali bisa menebak isi hatiku dengan tepat itu.
Aku membulatkan kedua mataku. Haish, ternyata kehebatan suamiku dalam mengetahui isi hatiku ini masih sama hebatnya seperti dulu.
"Apaan sih, Mas. Dasar narsis," elakku.
"Tapi bener, kan? Hayo, ngaku aja. Sama satu lagi, pasti diam-diam kamu bersyukur karena tadi Mas meminta Papa dan yang lainnya untuk pulang dengan alasan biar mereka bisa istirahat nyaman di rumah. Jadinya sekarang kita bisa quality time bareng deh. Iya kan?," lanjut Mas Awan yang lagi-lagi tepat sasaran.
"Mas Awan iiihhh," rajukku, merasa malu dan salah tingkah.
"Tuh kan, bener kan," goda Mas Awan lagi.
"Maaasss,,," ucapku dengan memanjangkan kata, semakin salah tingkah.
Mas Awan justru semakin tertawa melihat diriku yang salah tingkah seperti ini. Tetapi tawa yang pelan dan sedikit tertahan. Sepertinya Mas Awan tidak ingin mengganggu tidur baby Angkasa di dalam gendonganku.
Setelah tawanya mereda Mas Awan kemudian mengusap kepalaku dan mencium keningku.
"Mas juga kangen banget sama kamu, sayang," ucap Mas Awan.
"Iya, Mas. Aku juga kangen banget sama Mas Awan," balasku dengan tersenyum lembut.
Mas Awan lalu meletakkan dagunya di pundakku seraya mengusap-usap lembut pipi baby Angkasa yang masih setia terlelap dalam tidurnya itu.
"Anaknya Papa dari tadi tidur terus," ucap Mas Awan.
"Namanya juga masih bayi, Mas. Kalau nggak tidur ya nangis bisanya. Minum ASI aja kadang harus dibangun juga," kataku menanggapi.
"Kayak masih belum percaya, akhirnya Mas memiliki seorang putra kecil seperti ini. Ya meskipun Keinan juga udah Mas anggap sebagai putra Mas sendiri. Maksud Mas ---"
"Aku paham kok, Mas. Mas nggak perlu jelasin apa-apa. Dan aku juga tau kok kalau Mas Awan juga sayang banget sama Keinan. Rasa sayang Mas ke baby Angkasa sama seperti rasa sayang Mas ke Keinan."
Aku langsung memotong perkataan Mas Awan yang ingin menjelaskan itu. Aku tau Mas Awan pasti tidak ingin kalau aku sampai salah paham dengan perkataannya. Itu kenapa aku meyakinkan Mas Awan kalau aku memahami apa yang dimaksudkan oleh Mas Awan tadi.
Mas Awan mengangkat wajahnya, tersenyum lembut kepadaku kemudian mencium keningku penuh sayang.
"Terima kasih banyak untuk semua pengertian kamu, sayang. Mas beruntung banget memiliki kamu, Keinan, dan baby Angkasa dalam kehidupan Mas," ucap Mas Awan.
"Nggak perlu ada kata terima kasih, Mas. Aku dan Keinan juga beruntung banget memiliki Mas Awan. Mas Awan udah membawa kebahagiaan dalam kehidupan kami. Dan sekarang, kebahagiaan itu semakin bertambah lengkap karena hadirnya baby Angkasa," balasku.
Mas Awan kemudian memelukku dan baby Angkasa. Kembali diciumnya keningku penuh sayang. Mas Awan lalu kembali meletakkan dagunya di pundakku dan kembali mengusap-usap lembut pipi baby Angkasa.
"Rasanya nggak sabar deh pengen lihat kamu cepet gede terus kita bisa main bola bareng sama Kak Keinan, Dek," celetuk Mas Awan tiba-tiba.
"Mas Awan ini ada-ada aja deh. Ya sabar dong, Mas," ucapku.
"Ya kan Mas cuma berandai-andai, sayang," kata Mas Awan membela diri.
"Hmm, iya deh iya," balasku kemudian.
"Baby Angkasa udah lelap banget tuh tidurnya. Nggak ditaruh di boks bayi aja, sayang?" tanya Mas Awan.
"Iya sih. Kenapa emangnya, Mas?" aku balik bertanya.
"Mas pengen tidur sambil meluk kamu. Kangen," jawab Mas Awan manja.
"Astaga, Mas," aku tertawa mendengar jawaban Mas Awan tersebut.
"Kangen loh, sayang. Emang kamu nggak kangen apa sama Mas?" ucap Mas Awan setengah merajuk.
"Hmm, iya deh iya. Mas minggir dulu gih, biar aku taruh baby Angkasa di boks bayinya," kataku kemudian.
"Sini, biar Mas aja."
Mas Awan kemudian mengambil alih baby Angkasa dari gendonganku. Mas Awan kemudian bangun dari duduknya lalu meletakkan baby Angkasa ke dalam boks bayi yang terdapat di sebelah hospital bedku. Mas Awan menyelimuti baby Angkasa kemudian mencium keningnya penuh sayang.
Setelah itu Mas Awan kembali naik ke hospital bedku. Aku sengaja sedikit bergeser ke tepi agar hospital bed ini muat untuk berbaring kami berdua. Mas Awan memeluk tubuhku kemudian membawa tubuhku untuk berbaring bersamanya di hospital bed ini.
"Ah, akhirnya Mas bisa tidur sambil meluk kamu lagi seperti dulu, sayang," kata Mas Awan yang kemudian mencium kepalaku.
"Iya, Mas. Aku juga kangen banget tidur sambil dipeluk sama Mas Awan kayak gini," balasku yang semakin menenggelamkan diri dalam pelukan hangat suamiku itu.
"Mas kangen banget sama kamu, sayang," ucap Mas Awan lagi dan lagi.
"Aku juga kangen banget sama Mas Awan," balasku.
"Udah hampir tengah malam. Kita tidur yuk. Isi tenaga dulu sebelum nanti kamu kebangun lagi karena baby Angkasa nangis minta ASI," kata Mas Awan.
Aku tertawa mendengar perkataan Mas Awan itu.
"Mas Awan ada-ada aja deh," ucapku.
"Tapi kan bener seperti itu, sayang. Anak bayi seperti baby Angkasa gini kan emang masih sering kebangun di malam hari. Malah katanya banyak yang suka ngajakin begadang juga," kata Mas Awan.
"Ya seperti itulah, Mas. Kita nikmati aja. Setiap fase perkembangan bayi seperti itu adalah masa-masa yang tidak akan terulang lagi nanti setelah mereka besar," balasku.
"Iya, sayang. Kita nikmati aja setiap fasenya, ya. Udah yuk, kita tidur dulu. Istirahat sejenak," ajak Mas Awan lagi.
"Iya, Mas."
"Selamat malam, Shofi sayang. Mas sayang banget sama kamu," ucap Mas Awan setelah mencium keningku.
"Selamat malam juga, Mas Awan sayang. Aku juga sayang banget sama Mas Awan," balasku.
Aku dan Mas Awan pun kemudian mulai memejamkan mata kami dan mencoba untuk masuk ke alam mimpi kami berdua.