Spin Off dari novel Pernikahan Paksa Sang Pewaris. Visual berada di part 14.
Angel dihantui oleh rasa penasaran saat menerima surat dan paket dari seseorang yang misterius. Namun dia tak bisa menemukan petunjuk apapun tentang orang tersebut. Dan akhirnya mau tidak mau Angel mengabaikannya saja.
Hingga suatu malam dia ditolong oleh seorang pria yang dia yakini adalah sosok misterius itu. Benarkah itu adalah pria yang selama ini Angel sebut sebagai peneror dirinya?
Temukan semua jawaban atas pertanyaan dalam benak kalian di sini.
Diusahakan update setiap hari.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desi Manik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ch 28 - Kau Jujur Saja!
Kebenaran akan terungkap seiring berjalannya waktu tak peduli bagaimana kau berusaha untuk menyembunyikannya.
🌷Happy Reading🌷
Angel menggerutu kesal sambil menghentak-hentakkan kaki sambil berjalan. Layaknya seorang bocah yang sedang merajuk dan ingin diberi permen.
"Sudah kena serangan papa, sekarang malah harus ke sini lagi karena pasangan menyebalkan. Mereka ya enak-enak saja sudah berangkat ke Maldives. Lah aku? Kena macet jam pulang kerja."
Angel mengerucutkan bibirnya tajam. Padahal percuma saja dia marah. Sang pelaku bahkan sudah hilang dari pandangan mata. Bahkan pesawat yang Nami dan Bryan tumpangi sudah lepas landas. Hanya menyisakan Angel yang tak henti-hentinya menggerutu kesal karena dipaksa mengantar mereka ke bandara.
"Aku mau diantar olehmu, Njel. Stela sibuk sama kak Dimas. Ave mengurus anak-anaknya. Hanya kau yang lenggang."
Jawaban luar biasa yang Nami berikan saat Angel protes kenapa harus dia yang mengantar mereka ke bandara. Sungguh sahabat antik yang patut untuk dilestarikan.
Karena Angel sudah lelah bicara sendiri, wanita itu memutuskan untuk membeli minuman di mini market bandara. Bibirnya sedikit merapat karena tidak mau menjadi pusat perhatian orang-orang yang berada di sana.
"Pria itu..." gumam Angel pelan sambil menunjuk pada pria berpakaian serba hitam yang melintas dari depan mini market.
Angel langsung berlari menuju kasir untuk membayar minuman yang sudah dia ambil. Untung saja tidak ada antrian pembeli sehingga dia bisa langsung dilayani kasir.
"Terima kasih." Setelah mengatakan hal itu, Angel langsung melesat bak peluru. Kali ini dia tak mau sampai kehilangan pria itu lagi.
Kaki Angel bergerak gesit untuk mengikuti Jeremy yang baru saja selesai menjalankan misi mereka. Matanya mengunci sosok pria itu hingga tak berkedip.
"Kita bertemu kembali." Angel tersenyum samar. Dalam hatinya merasa senang karena dia merasa yakin bahwa pria itu adalah orangnya. Walaupun Angel tak begitu mengenali wajahnya secara pasti, paling tidak Angel semakin mendapat gambaran tentang wajah pria itu setelah sempat berpapasan tadi di dekat stasiun kereta.
Jeremy berjalan menuju parkiran. Ben membuka pintu dan langsung melayangkan tangan ke udara, ingin tos dengan Jeremy.
Namun Jeremy hanya memasang wajah datarnya. "Apa?"
Ben yang tadinya tersenyum cerah jadi salah tingkah sendiri. "Hmm itu Bos. Tidak ada."
Jeremy tidak ambil pusing. Dia lalu membuka pintu kemudi.
"Ben, cepatlah sedikit!" ujar Jeremy setengah berteriak saat tak juga melihat batang hidung Ben masuk ke dalam mobil.
Jeremy sedikit tersentak kaget saat tiba-tiba saja tubuh Ben ambruk di bagian belakang mobil. "Ben, kau kenapa?"
"B-bos." Suara Ben bergetar lalu matanya melirik ke kiri.
"Aku hanya mendorongnya. Tak kusangka dia selemah ini. So, maaf." Angel menyembulkan sedikit kepala masuk ke bagian belakang mobil.
Jeremy terbelalak. Namun secepat mungkin dia mengganti ekspresi wajahnya. "Kau siapa?" Tentu saja Jeremy pura-pura tidak kenal.
"Aku?" Angel menunjuk dirinya sendiri. "Kau yakin bahwa kau tidak mengenalku, Tuan?" tanya Angel lalu tersenyum sinis.
"Kalau aku mengenalmu, maka aku tidak perlu bertanya kau ini siapa."
"Aku ini gadis yang sempat kau sekap, Tuan. Kau tenang saja. Aku tidak berniat melaporkan kasus itu ke polisi. Kau hanya perlu mengaku saja di depanku."
Jeremy tertawa hambar. Dia berusaha untuk menyembunyikan kegugupan dalam dirinya.
"Kau pasti sudah gila, Nona. Untuk apa aku mengaku kalau yang kau maksud bukan diriku?"
Angel menunjuk pada Ben. "Tapi aku sangat ingat suara pria ini. Dia salah satu pria yang satu komplotan menyekapku. Kau jujur saja!"
Mata Angel melotot tajam. Niatnya untuk mengintimidasi sang lawan bicara tapi sepertinya usahanya sia-sia saja karena Jeremy hanya mengedikkan bahu acuh.
"Lalu?" tanya Jeremy santai.
"Lalu kau bilang? Lalu ya kau si pendiam alias pria irit bicara yang menyekapku bersama-sama dengan dia waktu itu!"
"Lalu? Kau mau melaporkan pada polisi?"
Angel mencebikkan bibirnya. "Kan sudah aku bilang aku tidak akan melapor polisi. Aku hanya mau kau jujur saja, Tuan."
"Aku bahkan tidak kenal padamu, Nona. Kenapa juga aku harus peduli."
Angel tanpa sadar mencengkram lengan Ben. Hal itu dia lakukan saking kesalnya pada Jeremy yang acuh tak acuh.
"B-Bos." Ben yang sejak tadi hanya menjadi penonton semakin gentar. Angel memang seorang wanita. Tapi dapat Ben rasakan aura mengerikan menguar dari wanita itu saat dia sedang marah seperti sekarang ini.
"Kau diam dulu, Ben!"
"Tapi Bos, tanganku..." adu Ben dengan wajah memelas.
"Geser."
Jeremy membulatkan matanya saat Angel ikut masuk ke dalam mobil van mereka dan bahkan sudah mendorong Ben untuk memberikan ruang duduk lebih bagi dirinya sendiri. "Kau mau apa?"
"Mau ikut dengan kalian," jawab Angel cuek.
"Apa?" tanya Jeremy dan Ben serempak.
"Mau apa kau ikut dengan kami?"
"Mau ikut saja."
"Keluar!" perintah Jeremy dengan nada tegas.
"Tidak mau!"
"Kubilang keluar!" suara Jeremy semakin meninggi.
"Kubilang tidak mau!"
"Kau..." Jeremy menggeram tertahan. Emosinya sudah berada di ubun-ubun dibuat oleh wanita ini.
"Aku tidak akan mau keluar sebelum kalian menjawab pertanyaanku dengan jujur," tegas Angel sambil menaikkan dagunya. Dia tampak begitu yakin sekaligus bersikap angkuh dengan pendiriannya.
"Aku tidak kenal denganmu, Nona. Aku tidak merasa punya kepentingan apa lagi keharusan untuk menjawab pertanyaanmu. Jadi selagi aku masih meminta dengan cara yang baik-baik, keluar saja."
"Kau tidak mengerti bahasa manusia ya? Sudah kubilang kalau aku tidak mau!"
"Ben!"
"Iya Bos?" jawab Ben takut-takut. Aura panas semakin menguar di dalam mobil. Mungkin sebentar lagi Ben akan terbakar karenanya.
"Tarik dia keluar!" pungkas Jeremy sambil menatap tajam pada Ben.
"Berani kau menyentuhku, kupatahkan segala jenis tulang di tubuhmu!" ancam Angel dengan sorot mata serius.
Ben bergidik ngeri. Jeremy yang sedang marah saja sudah sangat mengerikan baginya. Dan kini ada wanita yang memiliki aura sedikit banyak sama dengan sang atasan. Sungguh ini kesialan yang double bagi Ben untuk berada di antara mereka.
"Ben!"
"A-aku tidak berani melukai wanita, Bos."
Jeremy menggaruk kepalanya dengan kasar. "Aku hanya menyuruhmu untuk menarik dia ke luar agar kita bisa jalan. Bukan untuk menyakiti dia."
"Nah. Ternyata temanmu ini sedikit lebih punya hati darimu, Tuan. Tidak baik melukai wanita dengan cara apa pun itu. Jadi biarkan saja aku di sini. Kalau mau jalan ya kalian jalan saja."
Angel menyandarkan punggungnya. Membuat dirinya sendiri semakin merasa nyaman. Lalu tatapan matanya mengitari sekeliling mobil. Barulah dia sadar akan sesuatu. Mobil itu tidak sama seperti mobil pada umumnya. Ada komputer dan monitor-monitor di sana.
"Kalian ini sebenarnya siapa? Jujur saja sebelum aku berteriak dan membuat jati diri kalian terbongkar, siapa pun kalian itu!"
--- TBC ---
udah tah kek?
salken from me..