Hidup Arabella hancur ketika pamannya tega menjualnya pada Edward Frederick, seorang mafia berkedok Ceo yang terkenal kejam, dingin, dan arogan, hanya demi melunasi hutang akibat kebangkrutan perusahaan.
Dengan kaki kanan yang cacat karena kecelakaan di masa lalu, Arabella tak punya banyak pilihan selain pasrah menerima perlakuan sang suami yang lebih mirip penjara ketimbang pelindung.
Perlahan, keduanya terseret dalam permainan hati, di mana benci dan cinta tipis perbedaannya.
Mampukah Arabella bertahan dalam pernikahan tanpa cinta ini? Ataukah justru dia yang akan meluluhkan hati seorang Edward Frederick yang sekeras batu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 29
Ara berdiri di depan cermin, menatap pantulan dirinya yang tampak tenang, tapi di dalam dadanya bergejolak perasaan aneh yang sulit dijelaskan.
Edward duduk di sofa, menunggunya sembari menatap layar ponselnya tanpa bicara. Entah sejak kapan sikap dinginnya kembali.
“Ed,” panggil Ara perlahan.
Edward menoleh sekilas, hanya menggumam pelan, “Hm?”
“Aku… aku ingin pulang agak terlambat hari ini. Ada urusan,” ucap Ara hati-hati, menimbang kata-katanya agar tidak menimbulkan pertanyaan.
“Urusan apa?”
Ara terdiam. Ia tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya bahwa ia akan menemui dokter Daniel untuk terapi kakinya. Ia tidak mau Edward tahu bahwa ia diam-diam berusaha sembuh tanpa bantuannya.
Ara tidak mau dianggap menyusahkan.
“Cuma… ada yang harus kukerjakan di luar,” jawabnya akhirnya.
Edward menautkan alis, tapi tidak banyak bertanya.
“Baiklah kalau begitu,” katanya datar. “Aku juga harus buru-buru kembali ke mansion.”
Ara tersenyum kecil, pura-pura tidak tahu kalau Edward akan menemui Julia. Kekasih Edward sekaligus wanita yang selalu menjadi bayang-bayang dalam rumah tangga mereka.
“Kalau begitu, kita sama-sama sibuk hari ini,” ucap Ara mengalihkan perhatian.
Edward mengangguk tanpa menatapnya lagi. Ada jeda aneh di antara mereka, seolah udara di ruangan itu mendadak membeku. Ia kemudian berdiri, mengambil dompetnya, dan menarik beberapa lembar uang.
“Ini untukmu. Kalau kau butuh sesuatu, jangan ragu pakai,” ucapnya sambil mengulurkan tangan.
Ara menatap uang itu beberapa detik sebelum akhirnya menerima.
“Terima kasih,” jawabnya pelan.
Edward berharap Ara akan menahannya, setidaknya bertanya ke mana ia pergi, atau menunjukkan sedikit rasa khawatir.
Tapi istrinya malah hanya mengangguk dan menunduk dalam diam.
“Aku pergi dulu,” katanya singkat.
Ara hanya bisa tersenyum samar. “Hati-hati di jalan.”
Suara pintu tertutup membuat hatinya terasa hampa. Ia berdiri di tengah ruangan yang mendadak sunyi. Udara seolah kehilangan hangatnya begitu Edward pergi.
“Dia bahkan tak menoleh,” gumamnya lirih.
Ara menarik napas panjang, berusaha menyingkirkan rasa kecewa yang menyesakkan dadanya. Ia menggenggam uang di tangannya erat-erat, lalu berjalan ke kamarnya untuk mengambil tas kecil dan syal.
Hari ini jadwalnya untuk terapi. Sudah dua hari sejak terakhir kali ia ke rumah sakit.
Dokter bilang, jika Ara tekun, ia bisa berjalan normal lagi tanpa tongkat. Itu menjadi harapan terbesar dalam hidupnya sekarang.
Ara keluar kamar hotel dengan langkah pelan, masuk lift sambil menahan sedikit nyeri di area intim dan juga kakinya.
Sesampainya di luar hotel, ia melambaikan tangan memanggil taksi.
“Ke rumah sakit, ya,” ucapnya pada sopir.
“Baik, Nona,” jawab sang sopir ramah.
Selama perjalanan, Ara bersandar di kursi dan menatap keluar jendela. Pemandangan kota Milan tampak hidup.
Orang-orang berlalu lalang, mobil berlomba menembus lalu lintas. Tapi di dalam taksi itu, Ara merasa seperti penonton di dunia yang bergerak tanpa dirinya.
Ia menatap tangannya yang menggenggam syal. “Mungkin memang begini caranya menjadi istri seseorang yang tak pernah bisa kucapai,” bisiknya lirih.
Pikirannya melayang pada Edward. Meskipun sering dingin, suaminya tetap sosok yang membuat jantung Ara berdebar hanya dengan satu tatapan.
Tapi ia tahu, Edward masih menyimpan nama wanita lain di hatinya. Julia. Nama yang terus menghantui setiap doa Ara di malam hari.
“Kalau aku sembuh nanti…” gumamnya, “aku ingin membuatnya melihatku bukan sebagai beban, tapi sebagai wanita yang bisa berdiri di sisinya.”
Sesampainya di rumah sakit, Ara langsung menuju ruang fisioterapi. Ruangan itu bersih dan tenang, dengan aroma antiseptik yang lembut.
Dokter Daniel sudah menunggunya di sana.
“Ara, akhirnya kau datang juga,” sapanya ramah.
“Dokter?”
“Mulai sekarang percayakan semua padaku,” ucap Daniel.
Ara tersenyum kecil. “Terima kasih, Dok. Aku akan bersemangat!”
Daniel mengangguk. “Itu semangat yang bagus. Sekarang, kita mulai latihan hari ini, ya?”
Ara duduk di kursi dan mulai mengikuti instruksi Daniel. Ia menekuk kakinya perlahan, lalu mencoba menapakkan tumit ke lantai.
Nyeri itu masih terasa, tapi kali ini lebih ringan dari sebelumnya.
“Bagus sekali,” puji Daniel.
Ara tersenyum bangga, meski keringat mulai membasahi pelipisnya.
“Aku ingin sembuh lebih cepat, Dok. Aku ingin bisa berjalan normal lagi.”
Daniel menatapnya sejenak. “Untuk seseorang?” tanyanya.
Ara terdiam. Tatapan matanya menerawang jauh.
“Untuk diriku sendiri,” jawabnya akhirnya. “Dan mungkin… untuk seseorang juga.”
“Kalau begitu, aku akan membantu sekuat tenaga.”
Sesi terapi berakhir menjelang siang.
Ara berdiri di depan pintu kaca, merapatkan syalnya, dan menatap langit yang indah dengan butiran salju yang jatuh itu.
Edward mungkin sedang bersama orang lain. Tapi entah mengapa, hatinya tetap berharap pria itu pulang dengan selamat, dan mungkin menatapnya sekali saja dengan cara berbeda.
“Suatu hari nanti, aku akan bisa berjalan menemuimu tanpa takut jatuh lagi,” bisiknya pelan. “Dan saat itu tiba, aku tak akan mundur lagi.”
Senyum kecil terukir di bibir Ara. Karena ia tahu, kesembuhan bukan hanya soal kaki tapi juga soal hati yang mulai belajar berdiri sendiri.
pernah lihat film ga Thor
si detektif kecil kayak Conan 😄😄😄..
badannya aja yg pitik ga sama isi kepala nya,,
dari pada uncle mu yg 1/2 ons
aihhh mau ngapain merek apa Edward mau ngetes lolipop nya Sam Jul Jul