NovelToon NovelToon
Aku Yang Untukmu

Aku Yang Untukmu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Teen Angst / Diam-Diam Cinta / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Angst / Pihak Ketiga
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: jewu nuna

Dari sekian banyak yang hadir dalam hidupmu, apa aku yang paling mundah untuk kau buang? Dari sekian banyak yang datang, apa aku yang paling tidak bisa jadi milikmu?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jewu nuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

AYU 26

"Nana baik baik aja, Yah" gue meletakkan gelas di wastafel.

Malam ini, setelah selesai kelas gue memilih untuk kembali ke kosan saat Lia justru pergi bersama yang lain. Gue sebenenya pengen ikut, tapi rasa lelah jauh lebih menguasai. Sepertinya bicara dengan Ayah dan Bunda adalah salah satu pilihan terbaik untuk menggembalikan mood.

"Iya, Nana makan dengan baik kok"

"Abiyan ngga tau nomor lo ganti?"

Gue terdiam saat suara Jihan kali ini terdengar. Bicara soal Abiyan, sudah lama sekali kita tidak berkomunikasi karena kesibukan kuliah. Biyan masih ada di tempat yang sama, di Jakarta. Kuliah di kampus yang sama dengan Kara, tentu tak jauh dari ketiga sahabat SMA nya.

"Belum hubungi lagi, Bang"

"Bilang ya nanti, dia cariin lo"

"Mbak Sarah apa kabar?"

"Lo ada apa sama Abi, sejak kapan kalian jadi kaya gini?"

Gue terdiam. Semenjak pindah ke Bandung. Hal yang lebih tepat dari alasan kesibukan kuliah adalah alasan Abiyan dekat dengan gadis di kampusnya. Kata Kara, mereka pacaran. Jadi untuk apa lagi gue bisa hubungi dia? Bahkan nama yang sampai saat ini belum hilang di ponsel gue aja rasanya sangat sulit untuk gue ketuk. Hanya untuk sejenak bilang kalau gue ganti nomor.

"Em,"

"Na, Abiyan selalu tanya apa kabar sama lo yang ada di Bandung. Gue kira udah saling telfon karena udah kabarin kita pakai nomor baru,"

"Bang, Biyan udah punya pacar"

"Iya?"

"Gue cuma batasi kedeketan kita supaya ngga ada salah paham"

"Ya udah kalau gitu, lo udah makan belum?"

"Udah" gue kembali melangkah ke kamar. Duduk di jendela sambil melihat lampu yang menghiasi malam, karena bintang sedang bersembunyi dibalik mendung.

"Makan yang baik, Na. Gue ngga yakin sewaktu waktu bisa ada buat lo terus"

Gue mengangguk walau Jihan ngga lihat itu. Berusaha menetralkan suara yang tiba tiba menyerak dan air mata tiba tiba terbendung dipelupuk mata.

Ternyata jatuh cinta yang tidak saling memiliki memang jadi jatuh cinta yang paling susah untuk dilupakan. Tak peduli membahas Gibran yang kembali dengan masa lalunya. Dan atau Abiyan yang pulang dengan orang baru dihidupnya.

Bahkan sampai detik ini, menghindar adalah hal yang masih gue ulangi dan akan terus gue ulangi. Lebih memilih berasumsi dengan isi kepala dari pada mencari pembenaran dengan orang yang bersangkutan.

Gue cuma takut, hal menyakitkan yang tak sepantasnya gue dengar, jadi alasan gue kembali merasa hampa.

"Lusa Sarah ke Bandung, lo bisa bantuin dia ngga?"

"Bisa"

"Ya udah, jangan stress disana, make it enjoy, Na"

Gue tersenyum setelah panggilan itu berakhir. Setelah Jihan yang meminta gue menghubungi Abiyan. Dengan berani gue mengklik nomor pria itu, sebelum menempelkannya kembali ke telinga.

Hanya ada dering sebelum suara berat itu terdengar cukup familiar.

"Ini Nana, Bi"

"Apa kabar?"

Rasanya cukup tidak baik baik saja walaupun mulut bicara semuanya sedang baik. Gue bisa dengar dengan jelas pria itu menghela napas cukup panjang.

"Na, gue lagi ngerjain tugas kelompok"

"Gue ganggu?"

"Nanti gue telfon lagi ya?"

Kali ini apa lagi? Suara perempuan yang memanggil nama Abiyan dengan sebutan 'Ibrahim' terdengar cukup jelas ditelinga gue. Rasanya dia jadi satu satunya manusia di bumi yang memanggil Abiyan dengan sebutan itu.

Gue menghela napas, menatap gerbang kos yang terbuka, dan menampilkan Lia dan beberapa penghuni kosan pulang. Dibalik senyum mereka semua, kenapa cuma gue yang merasakan kesedihan malam ini? Kenapa cuma gue yang ada dikondisi dimana dunia seakan tak mau berpihak ke gue?

Gue beralih ke ranjang, menutup jendela untuk terlelap lebih cepat. Walau jam masih menunjukkan pukul delapan malam, rasa sedih jauh lebih berkuasa dari pada rasa kantuk. Setetes air mata mengalir dibalik mata yang terpejam. Rasa sesak beberapa tahun lalu kembali terasa menyiksa.

Sudah lebih dari setengah jam saat Abiyan bilang akan kembali menelfon. Kali ini guelah yang mengabaikan panggilan itu. Kembali duduk untuk menyimpan ponsel itu dinakas.

Gue menghela napas panjang, mungkin memasak mie instan adalah cara satu satunya untuk mengobati rasa rindu karena Biyan. Walau sebenarnya ada suara yang bisa jauh lebih mengobati.

"Yuk, sumpah Zidan ngeselin!"

"Kenapa?" Gue membuka bungkus mie instan sebelum memasukkannya ke panci yang terisi air mendidih.

"Dia ngiket tali sepatu gue, gue hampir njelungup"

Gue tergelak, "njelungup?"

"Nyungsruk, tibo eh jatuh, Yuk!"

Suara medok gadis itu selalu bisa bikin gue ketawa. Hal yang bisa gue syukuri adalah Lia yang selalu bisa bikin gue kembali tertawa setelah larut dalam kesedihan yang tidak pernah bisa gue ceritain ke dia.

"Dari dulu ya, gue tuh sebel sama dia, Yuk" ucapnya sambil mengaduk kopi yang baru saja dia buat.

Sudah jadi hal biasa kalau semalam inipun Lia memilih membuat kopi dari pada mie instan. Gadis itu sering sekali begadang karena tugasnya, saat yang lain memilih menikmati malam dengan tidur, gadis itu justru bertarung dengan tugas dari Pak Wisnu.

"Lo ngga ada ngerasain hal aneh apa?"

"Apa?" Lia melirik.

"Dia suka sama lo, Li"

Gadis itu tertawa. Walau gue tau sudah jadi hari kesekian dia menjelaskan bahwa Zidan tidak mungkin menyukainya. Tapi justru akan jadi hari kesekian gue yakin Zidan menyukai Lia.

"Tuhan kita aja beda"

Terlebih hal ini, hal yang ada diluar kendali gue.

Malang sekali nasipnya, bahkan jauh lebih malang dari kisah percintaan gue selama ini.

Abigael Natalia Cristina.

1
suka baca
good
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!