Squel Cinta Setelah Pernikahan
21+
“Gimana mau move on kalau sering berhadapan dengan dia?”
Cinta lama terpendam bertahun-tahun, tak pernah Dira bayangkan akan bertemu lagi dengan Rafkha. Laki-laki yang membuatnya tergila-gila kini menjadi boss di perusahaan tempat ia bekerja.
“Tolong aku Ra, nikah sama aku bisa?” ucap lelaki itu. Dira bingung, ini lamaran kah? Tak ada kata romantis, tak ada cincin, tiba-tiba lelaki itu memintanya menikah dengannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RizkiTa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hukuman
Hai, aku balik lagi nih. Mohon banget jangan di tagih2 upnya, berasa kayak punya utang hehe.
Tepat jam makan siang, Dira sudah tiba di kediaman calon mertuanya. Gadis itu di sambut dengan hangat, Rizka memeluknya dengan penuh sayang. Dira seolah mendapatkan energinya kembali, seolah merasakan pelukan seorang Ibu yang jarang sekali ia dapatkan. Terakhir, mamanya memeluk Dira saat ia wisuda sarjana, sekitar tiga tahun silam. Itu pun hanya sebentar, sebentar saja mamanya menghadiri acara wisudanya. Kemudian pergi lagi, kehadiran sang mama saat wisuda juga karena Dira memohon, dengan segala upaya.
Dan kini, ia sedang berada di dalam pelukan Rizka untuk beberapa detik. Rizka seolah memberi sinyal melalui bahasa tubuhnya, setiap gerakan dan usapan lembut pada punggung gadis itu seperti menggambarkan bahwa ‘tidak apa-apa, kamu tidak sendirian.’
“Kamu cantik,” ucap Rizka kemudian setelah melepas pelukan. Entah mimpi apa Dira malam tadi, hari ini ia mendapat dua kali pujian. Dari calon suami dan juga calon mama mertuanya yang memperlakukannya begitu baik.
“Makasih, tante.”
Ingin menangis terharu, namun tidak mungkin.
“Ayo kita makan, tante masak banyak loh.” Rizka membimbing Dira untuk masuk dan menuju ruang makan, sambil berjalan Dira mengedarkan pandangannya ke seisi ruang tamu dan ruang TV yang ia lewati. Disana, ia melihat sebuah foto papa dan mamanya Rafkha. Panji berdiri dengan gagahnya, mengenakan pakaian dinas khusus Jaksa dan Rizka berdiri tepat disebelahnya.
Papanya Bang Rafkha juga berlatar pendidikan hukum, ternyata. Gumam Dira.
Selain itu, Dira juga mencari sosok yang tadi Rafkha ceritakan. Tadi, saat perjalan kesini, Rafkha juga menceritakan tentang saudara kandung satu-satunya, Rafiqa, yang katanya super cerewet dan ribet. Jadi, agar Dira tak terlalu syok bertemu dengan Fiqa, ada baiknya ia menceritakan sebelumnya.
Rafkha menyaksikan keakraban yang mulai tercipta antara Mamanya dan Dira pun ikut tersenyum. Sepertinya akan tercipta keharmonisan nanti antara mertua dan menantu.
“Hai, Om.” Sapa Dira saat melihat Panji sudah berada di ruang makan.
“Apa kabar, Dira?”
“Baik, Om apa kabar?”
“Baik juga, ayo silahkan.”
Sepuluh menit berlalu, makan siang berlangsung hening sebentar. “Fiqa dimana Ma?” Rafkha membuka pembicaraan.
“Fiqa ada panggilan mendadak, banyak pasien di IGD,” jelas sang Mama.
“Oh, pantesan. Kalau nggak pasti kacau nih makan siang kita,” celetuk Rafkha. Seketika, Rafkha merasa sakit di kakinya karena Rizka menendangnya begitu keras, tanpa suara.
“Apa sih Ma?”
“Dira, gimana? masakan tante?”
Rizka langsung mengalihkan pembicaraan sebelum semakin kacau, terkadang putranya itu tak bisa bersikap dewasa. Itulah yang membuatnya sedikit kesal, bisa-bisanya Rafkha mengatakan seperti itu tentang adiknya sendiri, terlebih saat ini ada calon anggota keluarga baru bersama mereka.
“Enak banget tante,” jujur Dira berucap.
“Beneran nih?”
“Iya, Tante,” Dira mengangguk cepat, menampilkan senyumnya.
“Jadi, waktu itu kalian kenapa nggak jujur aja kalau kalian memang punya hubungan?”
Kali ini Panji yang memulai pembicaraan. Seketika Rafkha dan Dira saling bertatapan.
“Awalnya memang enggak, Pa,” jawab Rafkha. “Iya Om, kami nggak pacaran,” lanjut Dira.
Panji dan Rizka saling bertatapan, lantas bagaimana bisa Rafkha langsung mengatakan pada mereka bahwa Dira saat ini adalah calon istrinya.
“Kalian yakin akan menikah?” Rizka menatap serius ke Rafkha dan Dira bergantian.
“Rafkha, kamu nggak ngelakuin ini cuma karena menghindari rencana perjodohan mama ‘kan?”
“Maksud Mama?”
“Ya... semacam nikah kontrak? nikah dengan perjanjian... dan—“
“Ya ampun, enggak, Ma.” Rafkha langsung menyangkal, sebelum mamanya berucap lebih banyak. Sementara Dira, tiba-tiba saja merasa tercekat. Bisa saja yang di katakan calon mertuanya itu, benar. Ia hanya di peralat oleh Rafkha, Dira belum mengenal terlalu jauh bagaimana sifat dan sikap asli lelaki itu.
“Dira, nggak begitu ‘kan?” Rafkha menoleh pada Dira, mencoba mengajak gadis itu untuk membantunya meyakinkan sang mama.
“Iya, nggak gitu kok Tante.”
“Papa ingatin ya, pernikahan itu bukan hal yang bisa dipermainkan. Ketika kamu sudah mengucapkan janji suci, akad mengatasnamakan seseorang, maka seseorang itu akan menjadi tanggung jawab kamu dunia dan akhirat.”
Panji menjelaskan, lelaki itu ingat bahwa dulu ia hampir mempermainkan pernikahan dengan perjanjian. Hingga ia tersadar bahwa pernikahan adalah sakral, tidak untuk dipermainkan. Janji suci yang ia ucapkan tidak hanya dihadapan ayah mertuanya dan juga para saksi, tapi di hadapan Allah.
Selain itu juga ternyata, ia sadar bahwa nama Rizka sudah melekat didalam hatinya, hingga perlahan memudarkan nama Tisya yang pernah ia cintai bertahun-tahun.
“Aku juga tau, soal itu, Pa. Aku nggak pernah berniat main-main.” Rafkha menoleh ke Dira yang duduk tepat disebelahnya.
Ya, aku nggak pernah berniat mempermainkanmu . Semua benar adanya, lelah mencari, ternyata hatiku berhenti di kamu, seseorang dari masa lalu. Sebelumnya, aku nggak pernah peduli dengan orang lain, aku nggak pernah ngerasain sakit saat ada orang lain yang tersakiti. Tapi dengan kamu...
“Eheem,” Panji berdehem, menyaksikan Rafkha menatap Dira tak berkedip. Dira pun salah tingkah, rasanya ingin menghilang saja dari sini.
“Ya begitu lah Pa, Ma.” bukan hanya Dira yang salah tingkah begitu juga dengan Rafkha.
“Jadi, Dira... orang tua kamu, udah tau tentang hubungan kalian?”
“Dira cuma cerita ke Papa, Tante.”
Usai makan siang, mereka berpindah duduk ke ruang keluarga dan berbincang cukup lama, Dira pun mulai nyaman tak lagi gugup seperti awal-awal. Rizka memperlakukannya dengan sangat baik, dapat Rizka rasakan dari bagaimana cara Dira berbicara, bertingkah laku, bahwa Dira adalah gadis yang baik.
Untuk saat ini, Rizka tak mempermasalahkan, bagaimana latar belakang keluarganya, yang Rizka lihat, Dira pasti bisa menjadi istri yang baik dan ibu yang baik nantinya.
🌸🌸🌸
“Ciye, yang udah akrab sama mamaku,”
Malam sekitar jam delapan, Rafkha mengembalikan Dira ke apartemennya. Setelah hampir satu harian ia bawa dan bercengkerama dengan keluarganya.
“Mama kamu baik banget, tapi aku penasaran sama adik kamu,” ucap Dira malu-malu, tak dapat menyembunyika rona bahagia di wajahnya.
“Tapi sesekali, kalau galaknya keluar kamu harus hati-hati loh,” Rafkha mengingatkan. “Fiqa akhir-akhir ini emang sibuk banget. Aku ketemu dia pagi doang pas sarapan sebelum ngantor,” lanjut Rafkha.
“Ya kalau punya salah, pasti Mama kamu bakalan marah dong, setiap orang punya sisi galak masing-masing, tergantung gimana mengondisikannya aja, oh ya? Begitu lah profesi seorang Dokter. Apapun, dilakukuin demi pasien.”
Dira jawab panjang lebar, sambil sesekali menoleh ke arah Rafkha.
“Kadang kasihan juga sama Fiqa, kayak nggak ada waktu buat main-main sama temen-temennya, nyari jodoh juga nggak sempat kayaknya.”
Untuk saat ini, Rafkha boleh sombong. Karena calon jodohnya sudah didepan mata.
“Jodoh nggak perlu dicari, nanti juga datang sendiri. Percayalah orang baik, pasti bakalan dipertemukan dengan yang baik juga.”
Tiba-tiba, Dira menjadi sok bijak. Ya mungkin statusnya yang telah naik satu tingkat menjadi ‘calon istri orang’ membuatnya lebih dewasa.
“Seperti kita berdua, misalnya?” sahut Rafkha.
telinga Dira memanas mendengar kata ‘kita berdua’ yang di ucapkan Rafkha, Reflek Dira memukul pelan bahu Rafkha. “Apa sih, kok jadi kita?” ucap Dira kemudian tertawa kecil.
“Udah berani pegang-pegang, ya Ra?” nada bicaranya terdengar sedikit menakutkan.
“Maaf-maaf,” Dira langsung merasa bersalah menunduk sebentar, kemudian menoleh ke kiri. Tak mau melihat lelaki disebelahnya.
“Nggak sengaja,” lanjut Dira, merutuki dirinya yang merasa bodoh. Kenapa bisa sampai seperti itu. Mungkin efek terlalu bahagia.
“Nggak cukup cuma maaf Ra, kamu salah, aku nggak terima digituin.” nada bicara Rafkha semakin tegas.
Untuk saat ini, Dira merasa tersudutkan. Ini, lelaki yang akan ia nikahi nantinya, mudah marah karena hal se-sepele itu?
“Aku ‘kan udah minta maaf, tadi aku cuma reflek. janji, nggak bakal nyentuh kamu lagi, tanpa izin.” Dira merapatkan kedua tangannya.
“Sebagai hukuman atas kesalahan kamu, ayo sini,” Tepat di jalanan lurus menuju gedung apartemen Dira, Rafkha mengulurkan tangan kirinya ke arah Dira. Perlahan, gadis itu menoleh dan tersenyum malu.
“Hukuman macam apa ini, Bang?” lalu mereka tertawa bersama, tangan saling bertautan. Telapak tangan yang lebar itu selalu menghangatkan bagi Dira.
“Ih kamu, bilang aja mau pegang tangan aku lagi,” Dira memberanikan diri untuk mengeluarkan kalimat itu, meski terdengar terlalu percaya diri.
“Kamu yang duluan.”
“Tapi ‘kan aku nggak sengaja,” Dira membela diri.
“Tapi aku nggak terima, jadi kamu harus dihukum kayak gini.” ucapnya sambil mengeratkan genggamannya pada tangan Dira.
🌸🌸🌸
Belum apa-apa, Rafkha udah hobi ngasih hukuman ke Dira, gimana nanti? 🤣🤣🤣
Kayaknya aku bakalan ganti judul nih novel. Jadi nanti jangan kaget ya kalau berubah.
Dan jangan lupa kasih vote dikit-dikit juga gak papa. Tanda kalian mendukung cerita ini, makasih yah.
🥰
Binatang saja ga segitu kejamnya kok Sama anak sendiri...
Ga Ada roman2 nya Blas..