NovelToon NovelToon
Legenda Pedang Chen Li (Dewa Ilusi)

Legenda Pedang Chen Li (Dewa Ilusi)

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Kelahiran kembali menjadi kuat / Spiritual / Ruang Bawah Tanah dan Naga / Mengubah Takdir / Budidaya dan Peningkatan
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Rahmat Kurniawan

Tiga Roh Penjaga datang dengan membawa sejumlah misteri. Dari medali, koin, lonceng misterius, sampai lukisan dirinya dengan mata ungu menyala, semuanya memiliki rahasia yang mengungkap kejadian masa lalu dan masa depan. Yang lebih penting, panggilan dari Kaisar Naga yang mengharuskan Chen Li menjalankan misi yang berkaitan dengan pengorbanan nyawa, sekaligus memperkenalkan peluang rumit tentang kondisi Mata Dewanya.

Dengan ditemani dua murid, mampukah Chen Li memecahkan misteri tersebut, sekaligus menyelesaikan misi dari Kaisar Naga?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahmat Kurniawan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19 ~ Ujian Langit Tujuh Warna

Cahaya merah menyala-nyala menyelimuti Chen Li seketika. Dunia di sekitarnya berubah total. Dia berdiri di tengah medan perang yang penuh asap dan bau anyir darah. Yang membuatnya tertegun, di hadapannya berdiri sosok-sosok yang dikenalnya dengan sempurna, beberapa mantan musuh dari Alam Tengah, bahkan beberapa rekan yang tewas dalam pertempuran masa lalunya.

"Ingat kematian kami, Chen Li! Ini semua salahmu!" Seseorang yang mengenakan topeng rubah retak, berteriak. Wajahnya hancur separuh.

Entah tiba-tiba saja tangan Chen Li gemetar. Antara ilusi dan nyata, Chen Li tiba-tiba saja kehilangan ingatannya, dia tidak bisa mengingat yang terjadi sebelumnya. Tapi setiap detail di sini terasa begitu nyata. Darah yang menggenang, bau besi yang menusuk hidung, bahkan rasa debu yang memenuhi kerongkongannya. Dia menarik napas dalam, berusaha menjaga ketenangan. Namun, ketika bayangan seorang sahabat lama yang tewas karena kesalahannya menghunus pedang, naluri bertahannya muncul. Tangannya refleks membentuk segel, hampir saja melepaskan serangan.

Tidak! pikirnya keras-keras. Chen Li berusaha mengingat lagi bagaimana dia bisa sampai di tempat ini. Sayangnya usahanya gagal.

Serangan demi serangan mulai menghujaninya. Chen Li mengenal pernah membunuh mereka semua, dan tampak sekali semuanya haus akan dendam. Mereka semua ingin membalaskan atas kematian mereka.

Chen Li menghindari semua serangan itu. Tangannya bergerak dan memotong dua orang sekaligus. Tapi, mereka yang terpotong itu tidak langsung mati. Malah bergerak semakin brutal dengan bagian tubuh terbelah, tangan dijadikan kaki dan menyeret organ tubuh di tanah berdarah.

Ribuan orang itu bergerak secara bersamaan. Detik ini Chen Li mulai merasakan sesuatu yang salah. Dia melayang tinggi, setelahnya melepaskan satu jurus tingkat tinggi miliknya.

Semua orang tiba-tiba saja tersapu oleh energi pedang yang tajam. Namun, tak berselang lama mereka semua kembali bangkit. Beberapa segera melayang dan terbang ke arahnya.

"Sepertinya tebakanku benar!" Chen Li memasang senyum kecil.

Chen Li menarik nafas dalam. Menenangkan diri sebelum memaksa tangannya untuk menurun. Dia membiarkan orang-orang itu menyerangnya, menghunjamkan pedang dan tombak ke tubuhnya. Tidak ada luka fisik, tapi setiap tusukan membawa rasa sakit batin yang mendalam, mengorek luka lama yang belum sepenuhnya sembuh. Perlahan-lahan, dengan tekad baja, dia menerima rasa sakit itu tanpa membalas. Dunia berdarah di sekelilingnya mulai retak seperti kaca dan akhirnya hancur berkeping-keping. Cahaya merah memudar.

Di luar, para penonton hanya melihat cahaya merah di sekitar Chen Li berkedip-kedip intens selama beberapa saat sebelum akhirnya padam. Waktu untuk ilusi pertama ternyata cukup lama, membuat beberapa murid berbisik-bisik penasaran. Beberapa diantaranya tidak menyangka Chen Li bisa melewati tingkat pertama pengujian dengan kondisi baik.

Cahaya oranye segera menyapunya, Chen Li kini berdiri di dalam ruang harta karun yang memesona. Sama seperti sebelumnya dia ingatan akan kejadian tadi mengambang sebelum menghilang.

Chen Li berada diantara Gunungan permata, tumpukan kitab langka, dan senjata legendaris terpajang di mana-mana. Namun, yang membuat napasnya tersendat adalah sebuah kitab bersampul kulit naga yang bersinar lembut di pusat ruangan. Judulnya terbaca jelas, "Kitab Pembalik Nasib - Seni Menyembuhkan Jiwa yang Terluka."

"Chen Li," bisik sebuah suara halus dari kitab itu, seolah membaca pikirannya, "dengarkan aku. Dengan ilmu dalam kitab ini, kau bisa menyelamatkan Long Yi dan menemukan Kaisar Langit tanpa harus berhadapan dengan Klan Iblis. Kau bisa menghindari pertumpahan darah dan menghentikan kekacauan seperti membalikkan telapak tangan." Sosok wanita cantik dengan lekuk tubuh aduhai dan berpakaian terbuka muncul di belakangnya. Menggodanya, kukunya yang runcing menyentuh halus wajah Chen, turun sampai ke bibirnya.

Godaan ini jauh lebih halus dan berbahaya. Jantung Chen Li berdebar kencang. Ini adalah jalan pintas yang sangat dia inginkan. Tangannya tanpa sadar terulur. Ujung jarinya hampir menyentuh sampul kitab itu sebelum dia berhenti mendadak.

Ilusi, batinnya mengingatkan. Ini semua dusta.

Dia memalingkan wajah, mengepalkan tangan sampai berwarna putih. Mendorong wanita itu kasar.

"Kekuatan sejati tidak pernah jalan sari jalan pintas. Senior Long dan Kaisar Langit. Aku akan menemukan mereka dengan jalanku sendiri!"

Butuh seluruh kekuatan kemauannya untuk melangkah mundur, menjauh dari kitab yang menjanjikan solusi instan itu. Dia memejamkan mata, berkonsentrasi pada napasnya, mengingatkan dirinya sendiri bahwa satu-satunya cara menemukan dua eksistensi itu adalah melalui perjuangan nyata, bukan mimpi. Cahaya oranye pun memudar lebih cepat daripada yang pertama.

Para penonton melihat cahaya oranye padam dengan relatif cepat, menimbulkan gumaman heran. Beberapa murid yang lebih senior menyadari bahwa godaan keserakahan justru lebih mudah diatasi Chen Li daripada amarah.

"Pemuda ini cukup menarik." Sesepuh Hong mengangguk kecil sembari memasang sunggingan halus di bibirnya.

Cahya penanda ujian ketiga, keempat dan kelima telah berhasil dilewati Chen Li. Waktu yang dihabiskannya tidak terlalu cepat, tetapi konsisten. Ekspresi Sesepuh Hong tetap tenang, namun sorot matanya mulai menunjukkan apresiasi yang lebih dalam. Pelatih Tang yang berdiri di sampingnya kini lebih banyak diam, mengamati dengan seksama.

Cahaya keenam, biru kesedihan, menyapu dirinya. Dia berdiri di sebuah pemakaman sederhana di Alam Tengah. Di depan sebuah nisan, seorang wanita—sosok yang sangat dikenalnya—terbungkuk menangis. Ini adalah adegan kegagalan terbesarnya di masa lalu, saat dia tidak bisa menyelamatkan seseorang yang sangat berarti.

"Chen Li... kenapa kau tidak menyelamatkanku?" ratap bayangan wanita itu, suaranya dan terdengar sangat hancur.

Chen Li merasakan dadanya yang sesak. Rasa bersalah yang lama kembali menghantam dengan kekuatan penuh. Ibarat dua buah palu besar menghantamnya dari sisi berlawanan. Air matanya nyaris tumpah. Dia ingin berlari, memeluk bayangan itu, memohon maaf.

Tapi dia tidak melakukannya.

Dia berjalan perlahan, lalu duduk di samping bayangan wanita itu. Dia tidak menyentuhnya, tidak berkata apa-apa. Dia hanya duduk, merasakan segala kesedihan dan penyesalan itu mengalir melalui dirinya, tanpa ditahan, tapi juga tanpa tenggelam di dalamnya. Dia mengizinkan dirinya untuk merasa sedih, tapi tidak dihancurkan olehnya. Setelah waktu yang terasa lama, bayangan wanita itu perlahan memudar, dan bersama itu, cahaya biru pun lenyap.

Cahaya biru adalah yang paling lama bertahan. Suasana di pelataran mulai menunjukkan rasa hormat. Mereka yang pernah menjalani ujian ini tahu betapa menyiksanya ilusi kesedihan.

Cahaya ketujuh dan terakhir, ungu, menyelimutinya. Kali ini, dia berdiri di sebuah taman yang damai dan indah, mirip dengan tempat persemediannya di Alam Tengah. Di sana, duduk di bawah pohon, adalah sosok Long Yi yang tersenyum hangat, penuh kebijaksanaan seperti sedia kala. Di sampingnya, berdiri keluarganya dari Alam Tengah yang telah lama meninggal, wajah mereka penuh kasih.

"Anakku," ucap bayangan ayahnya dengan suara yang begitu familiar dan menenangkan. "Perjuanganmu sudah cukup. Tinggallah di sini. Di sini kau aman. Bersama kami. Tidak perlu lagi menderita."

Chen Li terdiam, pertahanannya runtuh. Dia melihat ke sekeliling. Udara terasa hangat, wangi bunga memenuhi hidungnya. Dia melihat senyum Long Yi yang tulus dan wajah orang tuanya yang penuh kerinduan. Ini adalah surga yang dia paksakan untuk dirinya sendiri.

Chen Li berjalan mendekat, namun tiba-tiba saja sebuah kenangan yang terlupakan muncul, lebih jelas dari ilusi mana pun.

Kala itu, dia masih kecil, duduk di atas sebuah batu besar di tepi sungai, memegang tongkat pancing seadanya. Hari itu, dia gagal memancing seekor ikan pun. Hatinya kesal dan kecewa.

Ayahnya duduk di sampingnya, suaranya lembut seperti angin sore. "Li'er, kau tahu... memancing bukanlah tentang mendapatkan ikan."

"Lalu tentang apa, Ayah?"

"Ini tentang kesabaran. Tentang memahami bahwa sungai ini memiliki waktunya sendiri, yang tidak bisa kau paksa." Ayahnya menatap aliran air. "Dunia di luar sana, Alam Tengah, bahkan lebih kejam dan kompleks dari sungai ini. Kau tidak akan selalu mendapatkan apa yang kau inginkan. Yang terpenting bukanlah hasilnya tetapi ketulusan dalam usahamu, dan keteguhan hatimu dalam menghadapi arus yang mencoba menghanyutkanmu. Jangan pernah mencari jalan pintas, Nak, karena itu akan menjauhkanmu dari dirimu sendiri."

Kala itu Chen Li tidak sepenuhnya paham. Tapi sekarang, di tengah ilusi ini, kata-kata itu bergema seperti lonceng yang membangkitkan sebuah keberanian dalam hatinya.

Ketenangan yang dia rasakan tiba-tiba terasa palsu, seperti gula yang melapisi racun. Kedamaian di sini adalah jalan pintas terakhir. Sebuah pengingkaran dari perjuangan dan ketulusan yang diajarkan ayahnya yang sesungguhnya.

Dia memandang sosok "ayah" di depannya, dan kali ini senyumannya terasa hampa.

"Dengan tinggal di sini...," gumam Chen Li pelan, suaranya lirih namun mulai menemukan kembali kekuatannya, "aku justru mengkhianati segala sesuatu yang ayah ajarkan padaku. Kedamaian sejati tidak datang dari melarikan diri."

Dia mengambil langkah mundur, menjauh dari pelukan ilusi keluarganya. Air mata mengalir di pipinya, tetapi kali ini bukan air mata kelemahan, melainkan penerimaan.

"Perjuangan itulah yang membuatnya berharga. Senior Yi yang sesungguhnya tidak akan pernah memaafkanku jika aku meninggalkannya untuk bersembunyi di dalam mimpi."

Dia memejamkan mata, dan kali ini, dia tidak berkonsentrasi pada napas, tetapi pada kenangan tentang sungai, tentang kesabaran, dan tentang pelajaran tulus dari seorang ayah. Dunia yang damai itu pecah bagai gelembung sabun, dan cahaya ungu terakhir pun menghilang.

Ketenangan.

Ketujuh cahaya telah padam. Chen Li masih berdiri tegak di tengah formasi, tubuhnya tampak tidak terluka tapi aura kelelahan yang dalam terpancar darinya. Dia membuka mata, napasnya terengah ringan. Butuh beberapa detik baginya untuk sepenuhnya menyadari bahwa dia telah kembali.

Sesepuh Hong melangkah maju. Wajahnya yang biasanya teduh kini penuh dengan apresiasi yang dalam. "Luar biasa. Empat puluh lima menit. Kau tidak hanya bertahan, tapi menguasai setiap godaan dengan memahami hakikatnya, bukan menghancurkannya. Ini adalah cara yang paling sulit, tapi juga yang paling membangun jiwa."

Chen Li membungkuk pelan. "Terima kasih, Sesepuh." Chen Li-pun merasa demikian kekuatannya mentalnya kembali meningkat.

1
Nanik S
Lanjutkan
Nanik S
Hadir
AR
suka sekali dengan ceritanya. tiap bagian dari perjalanan Chen Li adalah Isi.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!