Salahkah jika aku menyukaimu Abang?
Kedekatan Dea dengan Abang tirinya menghadirkan sebuah perasaan yang tak seharusnya ada, sebisa mungkin dia mencoba membuangnya namun tanpa dia sadari ternyata Abangnya juga menyimpan perasaan yang sama untuknya.
Ada yang penasaran? yuk simak cerita mereka 😉
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Whidie Arista, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
“Cie cie yang udah punya cowok.” ledek Maya saat kami tengah makan siang di kantin.
“Lu udah tahu Sit si Dea jadian ama si Davi?” si mulut ember mulai beraksi.
“Hah? Masa?” Suara Sita terdengar terkejut namun tidak dengan ekspresi wajahnya, apa sebenarnya dia sudah tahu kalau aku dan Davi udah jadian?
“Paan sih May, mulut lu ember banget kalau kedengaran orang gimana,” kesalku sambil menyedot es jeruk di hadapanku.
“Ngapa malu sih Ya, si Davi kan ganteng.” kekehnya.
Plak...
Aku menggeplak kepala belakang Maya karena kesal, “anjir, sakit tahu Ya, ini otak gue entar jadi bodo lagi karena sering di geplak mulu, dulu ama si Laura sekarang ama elu, pantes gue gak pinter-pinter karena kebanyakan di pukul sama kalian.” keluhnya dengan wajah mematut.
“Abis elu ngeselin, mulut lu gak bisa diem banget.” kesalku.
Aku melirik wajah Sita dia tampak muram, sepertinya dia sedang ada masalah, “Sit–?” baru saja aku ingin buka suara Sita sudah beranjak bangkit lebih dulu.
“Gaes gue duluan ya, mau ke toilet dulu, baye.” dia langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari kami.
“Ya udah sono, jangan lama-lama.” teriak Maya menyahutinya.
“May, si Sita kayanya lagi ada masalah deh, gue liat dia murung terus dari kemaren.” ucapku sambil menatap bayangan punggung Sita yang telah menjauh.
“Lu pikir kita juga baik-baik aja Ya, kepergian Laura pasti mempengaruhi dia.” benar, nyatanya kita juga hanya pura-pura baik-baik saja selama ini, kepergian Laura membuat lubang di hati kami.
Aku menghela nafas berat, perasaan itu kini menghinggapi hati kami kembali, aku merebahkan kepalaku dengan malas di atas meja, dan Maya mengikutinya, “Ya, si Laura ada ngehubungin lu gak?” tanya Maya.
“Belum, di grup juga belum ada.” ucapku dengan sedih.
“Dih ngeselin dia emang, katanya kalau udah sampe mau langsung ngabarin kita, tapi mana?” keluhnya.
“Sabar May, mungkin dia lagi sibuk beres-beres, lagian kan habis perjalanan jauh dia pasti butuh istirahat.” ucapku berusaha menenangkannya, namun nyatanya perasaanku juga tak enak entah mengapa aku pun tak tahu.
“Si Sita kayanya gak bakalan balik lagi deh May, ke kelas yuk bentar lagi juga masuk.” ajakku pada Maya yang masih saja merebahkan kepalanya.
“Hasih, ya udah ayuk.” setelah membayar makanan dan minuman yang kami beli, aku dan Maya pun beranjak pergi menuju kelas.
“Eh May, lu duluan gih gue mau ke toilet dulu.”
“Gue ngikut ah, males ke kelas sendiri.” ujarnya sambil mengikuti langkahku.
Kami pun beralih jalan menuju toilet, namun sesuatu tertangkap ujung mataku tak terkecuali Maya.
“Ya, itu si Sita kan, sama Davi?” ucapnya dengan heran.
“Hooh.”
“Mereka lagi ngomongin apaan sih kayaknya serius banget?” kepo Maya. Pembicaraan mereka tak sampai ke telinga kami karena jarak yang cukup jauh, apa lagi mereka bicara dengan suara rendah.
Aku tak menyahutinya fokusku pada ekspresi wajah Sita, namun satu hal yang membuat kami makin terkejut, tiba-tiba Sita menci*um bibir Davi dan Davi sendiri diam saja.
“Astagfirullah!” teriak Maya, membuat Sita dan Davi menoleh seketika kearah kami.
Sita nampak terkejut pun dengan Davi, wajahnya nampak pucat pasi bak tak teraliri darah.
“Dea!” pekiknya.
Aku hanya bisa diam terpaku di tempat menatap mereka saat ini, entah rasa apa yang muncul untuk pertama kali dalam hatiku ini, rasa kecewa, marah, atau rasa bersalah, aku juga bingung.
“Sia*lan kalian berdua, tega-teganya kalian ngianatin Dea, terutama lu Sit! Temen macam apa lu yang tega ngerebut pacar temennya sendiri!” Maya naik pitam, dia sudah akan melabrak mereka berdua, namun aku lekas menahan lengannya.
“Jagan ribut May, malu.” lirihku, pandangan mataku tetap tertuju pada Sita, bukan Davi yang membuat aku kecewa, tapi Sita.
Kini aku tahu siapa laki-laki yang Sita suka selama ini, ternyata dia adalah Davi. ‘Kenapa Sit, kenapa lu gak bilang ke gue kalau itu Davi?’ pertanyaan itu hanya mampu tertahan di kerongkonganku, entahlah walaupun aku tak memiliki perasaan khusus untuk Davi namun melihat mereka berdua hatiku tetap kecewa.
“Ayo May!” aku mencengkram lengan Maya dan menariknya pergi bersamaku.
“Lepasin tangan gue Ya, gue mau ngelabrak mereka!” dia berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman tanganku.
“Gak usah!” ucapku dengan suara bergetar, aku tetap teguh dengan langkahku, untuk saat ini aku tidak ingin melihat wajah Sita atau pun Davi.
“Kenapa Ya? Lu mau biarin mereka gitu aja? Apa hati lu gak sakit liat adegan sia*lan itu tadi?!” aku diam tak menjawab. Maya berhasil menghempaskan cengkraman tanganku.
“Saat ini lu pasti syok Ya, gue faham, jadi sebagai temen lu biarin gue yang ngehajar mereka! Gue bakalan ngelampiasin amarah lu, gue bakal ngancurin muka mereka gue bakalan hajar mereka...,” semakin lama suara Maya semakin melemah, kini terdengar isakan lirih dari bibirnya.
“Dea! Ya! Tunggu aku bisa jelasin.” Davi berhenti sambil mengatur napasnya di hadapanku dan Maya, sepertinya dia lari mengejar kami kesini.
“Mau ape lu hah?! Jelasin-jelasin ape? Semua udah jelas lu ci*pokan sama Si Sita lu emang anj*ng lu, lu mau Si Dea maafin lu, cuih... Gue gak rido!” ucap Maya penuh amarah.
“May–,” lirihku berusaha membuat Maya tenang.
“Lu diem Ya, biar gue yang ngomong sama si kampret ini!”
“Ya, ini cuma salah faham, aku gak selingkuh, aku gak tahu Sita bakalan ngaku kalau dia suka sama aku, aku juga kaget pas dia nyium aku, sumpah Ya ini bukan salah aku.” Davi berucap penuh permohonan, aku lihat matanya memerah menahan tangis.
“Lu jangan cuma nyalain cewek, lu juga sama breng*seknya!” balas Maya.
“May!” tegasku.
“Biarin gue yang ngomong, sekarang lu balik gih ke kelas, bentar lagi gue gabung.” usirku.
“Tapi Ya–,” dia begitu enggan meninggalkan aku dan Davi.
“Pleas May, kasih gue privasi, oke.” Dia mengangguk setuju, sebelum pergi tak lupa dia melayangkan tatapan membunuhnya pada Davi.
Kami pindah ke tempat yang lebih sepi untuk bicara, takut jika ada orang lain yang mendengar percakapan kami.
“Ya, kamu percayakan sama aku?” lirihnya, dia nampak frustasi.
“Kalau kamu jadi aku apa yang akan kamu lakukan saat melihat aku melakukan itu dengan laki-laki lain?” Davi diam seketika, tak mampu menjawab pertanyaan yang aku lemparkan padanya.
Aku menghela nafas ringan, “tapi aku percaya ko sama kamu Dav, kamu bukan cowok kaya gitu,” aku tersenyum kearahnya.
“Ja–jadi kamu percaya Ya, syukurlah, jujur aku takut banget kamu gak percaya sama aku.” dia tampak senang sekaligus lega, aku dapat membaca perasaannya dari ekspresi wajah yang dia tunjukkan.
maknya menjauh...
❤❤❤❤😀😀😀😀
❤❤❤❤❤
rapi teenyata Dea masih malu2...
😀😀😀❤❤❤❤
❤❤❤❤❤
awal bertemu di rumah Ran ..
dia kan musuhin Dea..
apa.karena gak yeeima papanya nikah lagi...
😀😀❤❤😘😍😍😙
tapi Dea gak tau...
pantesan Ean betah jomblo..
laahhh...
wmang nungguin Dea...
❤❤❤❤❤
apa masalah flo dimas dan Ran..
❤❤❤❤❤
pasti Ran jujur jga klao suka ma Dea..
😀😀😀❤❤❤😍😙😗
ko bisa flashback Thor
❤❤❤❤
😀😀❤❤❤
akankah dea cemburu kalo tau flora sekampus ama Ran?
❤❤❤❤
bolrh banget malahhh..
halal kok..
😀😀😀❤❤❤❤
biar gak terlambat...
😀😀😀❤❤❤
bingung mau ngaku syka ama Dea...
😀😀😀❤❤❤❤
❤❤❤❤❤❤❤😍😙😙😙
yg ketahuan jadian....
❤❤❤❤❤
mkasi udah up banayakkkk...
❤❤❤❤❤