I Love You Abang
Dea POV.
Hari ini adalah hari pertama ku di rumah Papah baru ku. Yups, Ibuku nikah lagi dan aku di paksa ngikut pindah ke rumah mereka. Sebenarnya aku males, aku pengen tinggal di rumah nenek aja dan jagain beliau yang udah lansia, tapi Ibu sama Pak bagas maksa aku agar ikut mereka.
“Sayang gimana rumahnya, bagus enggak?” tanya Pak Bagas suami barunya Ibu.
“Bagus banget Mas, ih jangan panggil sayang depan anak atuh, malu tahu.” Ibu mencebikkan bibirnya dengan wajah memerah mungkin dia merasa malu karena ada aku disini dan Pak Bagas malah secara terang-terangan manggil sayang ke Ibu, aku hanya bisa nyengir melihat kemesraan sepasang pengantin baru ini.
“Alah gak usah malu-malu sayang, Dea pasti maklumin kok,” kekeh pak Bagas.
Ih sumpah ya, liat orang tua kaya mereka mesra-mesraan pake malu-malu kaya bocil gitu bikin gue empet. Dahlah mending gue liat-liat kamar gue sendiri males banget gue harus jadi obat nyamuk emak gue sendiri.
“Bu, kamar Dea yang mana?” tanyaku lembut.
“Oh ya maaf Papah lupa sayang. Kamar kamu ada di lantai dua, bi tunjukin kamar Non Dea.” perintah Pak Bagas pada asisten rumah tangganya.
“Baik Pak, ayo Non bibi anter.” aku hanya mengangguk sambil menggeret koperku mengikuti langkah Asistennya Pak Bagas.
“Sinih Non biar bibi yang bawa.” pintanya.
“Gak usah bi, Dea bisa bawa sendiri.” tolakku halus.
‘Sumpah nih ya, rumah bapak tiri gue gede banget ke Mansion yang ada di film-film cakep bener, luas dan mewah. Kalau temen-temen gue liat pasti shok berat mereka.’ kekehku dalam hati.
“Ini kamar Non, silahkan istirahat kalau Non perlu apa-apa panggil aja Bibi,” ucapnya sopan, bibi yang entah siapa namanya itu pergi setelah mengantar aku sampai di depan pintu.
“Eh Bi, yang mana ini kamar saya?” aku memanggilnya kembali, aku baru menyadari ternyata ada dua kamar disini yang saling bersebelahan.
“Itu ada gantungan namanya Non di pintu.” aku menoleh kembali ke pintu, dan benar saja disana terdapat namaku yang di ukir di papan tipis.
“Oh ya, makasih ya bi.” aku tersenyum sopan. Setelah bibi itu pergi aku pun langsung masuk kedalam.
Wow! Aku membulatkan mataku saat melihat dekorasi kamarku, cuantik pool idaman banget. Di tengah terdapat ranjang dengan seprai putih dilengkapi kelambu dengan warna senada, di dinding dilengkapi poster-poster boy band korea favoritku tak lupa beberapa album mereka yang sengaja di taruh di rak kecil di atas meja belajar, ada light stik juga. Aku berteriak heboh sambil jingkrak-jingkrak kesenangan. Ini pasti Ibu nih yang kasih tahu Pak Bagas kalau aku ngefans sama BTS.
Benar dekorasi kamar ini khas Army banget, nuansa warna ungu dan putih berpadu menjadi satu kaya aku sama Yoongi cocok banget, itu hanya menurutku wkwk. Tapi sumpah ini cantik banget aku puas dengan usaha Pak Bagas mengambil hatiku.
Tok...Tok...
Suara pintu kamarku diketuk dari luar, sejenak aku menyimpan dulu rasa kagumku pada dekorasi kamarku dan beralih membuka pintu.
Ternyata Pak Bagas dan Ibu yang datang, mereka tersenyum saat melihat wajahku yang sumeringah, “gimana Ya, suka kamarnya?” tanya Ibu sambil tersenyum.
“Emh suka banget Bu, makasih.” cicitku dengan segan.
“Bukan sama Ibu bilang makasihnya, tapi sama Papah,” kekehnya.
“Err makasih Pah, Dea suka kamarnya. Emh dan itu juga pasti gak murah kan, nanti kalau Dea punya uang Dea akan ganti uang Papah.” cicitku lagi.
Ibu dan Pak Bagas terkekeh mendengar ucapanku yang terdengar konyol. Ya iyalah, mana mungkin mereka bakalan percaya wong aku ini masih sekolah dapat duit darimana coba buat gantiin uang yang di gelontorin Pak Bagas buat beli album-album BTS yang gak murah, belum lagi light stiknya yang harganya jutaan.
“Kamu gak usah ganti-ganti segala Ya, Papah ikhlas ko beliin kamu album BTS, yang penting kamu sekarang sekolah yang bener yang rajin biar bisa masuk universitas yang bagus.” ucap Pak Bagas dengan senyum secerah sinar mentari kalau lagi musim panas.
“Kalau gitu makasih Pah.” ucapku masih segan. Pak Bagas ini udah baik ganteng lagi, Ibu bilang dia adalah cinta pertamanya saat SMA dulu, namun saat mereka lulus mereka berpisah gitu aja, Pak Bagas kuliah diluar negeri sedangkan Ibu kerja jadi buruh pabrik dan gak nerusin sekolah.
“Iya sama-sama. Oh ya Ya, ini yang sebelah adalah kamarnya Devran anak Papah sekarang dia sedang kuliah dan tinggal di asrama, tapi biasanya dia akan pulang kalau hari libur.” aku hanya mengangguk-anggukkan kepalaku, aku penasaran seperti apa wajah Kakak tiriku itu, ganteng apa enggak ya? Kalau ngeliat wajah Pak Bagas sih kayaknya pasti ganteng khas-khas orang Indonesia asli lah.
Aku tersenyum lebar saat berbaring di kasur empukku, mataku benar-benar tak ingin terpejam dan masih betah mengagumi dekorasi kamarku, apa lagi ada Foster raksasa ke tujuh member BTS yang seperti menatapku tanpa berkedip tertempel memenuhi dinding.
“Ini sumpah gue gak bisa merem anjir!” aku berguling kesana kemari seperti cacing kepanasan.
“Tidur Ya, tidur besok sekolah!”
***
Besoknya aku berangkat sekolah, sebenarnya Pak Bagas meminta aku buat pindah sekolah, tapi aku menolak. Alasannya ya aku gak mudah bergaul sama orang baru, dan aku nyaman sama sekolahku yang sekarang. Dan ternyata beliau menghargai keputusanku. Aku berangkat menggunakan angkot menuju sekolah, jaraknya cukup jauh dari rumah baru ke sekolah tapi aku gak masalah sih dan aku seneng-seneng aja. Dan lagi aku ngambil kerja part time di salah satu cafe dekat sekolah, biasanya aku akan kerja sepulang sekolah sampe jam delapan malam, mayan lah buat nambah-nambah uang jajan.
Aku turun dari angkot dan berjalan melewati gerbang sekolah, aku melihat Sita, Maya dan Laura mereka tampak tengah bergosip dengan tas yang masih melekat di punggung mereka, sepertinya mereka juga baru sampai.
“Hai gaes, kalian baru datang?” aku langsung bergabung bersama mereka bertiga.
“Hooh Ya, oh ya elu jadi pindah ke rumah bokap baru lu?” tanya Sita.
“Iya lah, gak jauh ko dari sini jadi gue tetep bisa sekolah disni.” ucapku riang.
“Weh yang punya bokap baru, gimana baik gak orangnya?” Maya ikut nimbrung.
“Baik banget dong, baik banget malah. Kalian tahu gak, gue sampe di beliin semua album BTS!” teriakku heboh.
“Anjir! Yang bener lu?!” Laura membolakan matanya.
“Hooh Ya, jangan boong lu, sikutlu gue sumpahin borok nanti kalau lu nge frank kita.” Ucap Maya dengan nada sinis.
“Dih gue gak boong ya, gue berani sumpah demi Bayu.” ucapku sungguh-sungguh, Maya langsung menggeplak kepalaku karena bersumpah atas nama pacarnya.
“Sialan lu, kalau sampe si Bayu mati karena sumpah lu ya, gue geprek lu!” Maya misuh-misuh mendengar aku bersumpah atas nama pacarnya.
Aku tergelak mendapat ancaman dari sahabatku itu, ini kami gak berantem beneran ya cuma becanda ko, “suer takewer-kewer gaes gue gak boong, malah kamar gue juga di dekorasi tema BTS sumpah gue seneng banget!”
“Ko si Dea beruntung banget sih, sumpah gue ngiri ya.” Laura menggigit ibu jarinya.
“Kalau lu mau kaya si Dea suruh emak lu kawin lagi aja Ra,” ceplos Maya dengan wajah selengeannya.
“Apa lu bilang? Emak gue masih ada bapak gue anjir, elu ngasih saran yang ngotak dikit napa May.” kesal Laura.
“Tau tuh si Maya otaknya emang rada-rada dia.” sinsiku. Maya ini kalau masalah otak emang rada kurang se on dia, kadang sengklek kadang bijak aneh emang.
Setelah pertengkaran kecil yang malah mngeratkan pertemanan kami, kami pun berjalan bersama menuju kelas yang terletak di lantai dua.
“Ya, liat noh si Davi liatin elu terus,” kekeh Sita yang emang duduk sebangku denganku.
“Liatin gue kenapa? Emangnya muka gue cemong atau gimana?” ucapku polos.
“Cemong apaan kagak, dia suka tahu sama elu.” bisik Sita.
“Alah mana mungkin, jangan ngadi-ngadi deh lu Sit, dia kan ganteng anak orang kaya lagi mana mungkin suka sama cewek biasa kaya gue, impossible tahu.” Aku melirik Davi yang berada di deretan bangku ke dua jajaran sebelah. Ternyata benar kata Sita dia sedang melihat kearahku, saat aku melihat ke arahnya dia langsung membuang muka gitu aja.
“Dih apaan sih, tadi ngeliatin giliran gue bales malah dia melengos.”
“Dia malu kali Ya, ke notice sama elu,” kekeh Sita.
Aku mengangkat bahuku tak peduli. Untuk sekarang aku tidak ingin memikirkan soal pacaran, aku ingin fokus sekolah aku ingin mengejar mimpiku sekolah sampai ke perguruan tinggi hidup bahagia menjadi orang sukses.
Sekolah bubar sekitar pukul dua siang, aku dan Sita langsung pergi ke cafe untuk kerja part time, sedang Laura dan Maya pulang ke rumah masing-masing. Keadaan ekonomi Maya dan Laura cukup baik, Ayah mereka masing-masing kerja kantoran jadi mereka tidak perlu cemas dengan uang jajan dan sekolah, berbeda dengan aku dan Sita, kami harus ikut banting tulang hanya demi tetap bisa sekolah dan bisa hidup nyaman. Memang Ibuku tidak pernah mengharuskan aku bekerja membantunya mencari rupiah, tapi sebagai anak remaja yang punya banyak keinginan aku tak ingin terlalu merepotkan orang tuaku hanya untuk mewujudkan permintaan remehku. Seperti ingin nongkrong di cafe atau sekedar hangout sama temen-temen, jujur aku gak sanggup minta sepeser pun uang pada Ibu selain untuk kebutuhan sekolah.
Aku mulai sibuk mengantarkan pesanan pelanggan pada setiap meja yang terisi, aku dan Sita sama-sama bekerja keras untuk sekolah kami. Sita punya seorang adik laki-laki yang masih duduk di bangku sekolah dasar, Ayahnya sudah meninggal sedang Ibunya hanya seorang buruh cuci, Ibunya sangat senang saat tahu Sita bekerja di cafe setidaknya dia akan punya penghasilan untuk kebutuhan pribadinya. Sedang aku kalau sampai Ibu tahu aku kerja part time mungkin aku akan di kurung di rumah. Bukannya aku tak boleh bekerja tapi Ibu ingin aku fokus pada sekolahku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Susi Akbarini
laahhh..
selama ini Dea pamit apa ama ibunya klao tiap hari pulang jam 8 malam dari kafe..
❤❤❤❤
2025-07-26
2
Widya Wati
slalu semangat dan saling mendukung
2025-07-19
1
partini
dapat notif langsung tengok
2025-07-19
1