NovelToon NovelToon
Pengantin Pengganti

Pengantin Pengganti

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Pengantin Pengganti / Pelakor / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Persahabatan
Popularitas:3.8k
Nilai: 5
Nama Author: my name si phoo

Nayla mendapatkan kabar dari Tante Ida agar pulang ke Indonesia dimana ia harus menghadiri pernikahan Anita.
Tepat sebelum acara pernikahan berlangsung ia mendapatkan kabar kalau Anita meninggal dunia karena kecelakaan.
Setelah kepergian Anita, orang tua Anita meminta Nayla untuk menikah dengan calon suami Anita yang bernama Rangga.
Apakah pernikahan Rangga dan Nayla akan langgeng atau mereka memutuskan untuk berpisah?
Dan masih banyak lagi kejutan yang disembunyikan oleh Anita dan keluarganya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon my name si phoo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 27

Dokter memasuki kamar dengan senyum hangat sambil membawa berkas medis.

“Dokter Rangga, saya ada kabar baik,” kata dokter sambil menatap Rangga dan Nayla yang sedang duduk di ranjang.

“Apa, Dok?” tanya Rangga penuh harap.

“Nayla sudah menunjukkan perkembangan yang sangat baik. Secara medis, dia sudah boleh pulang dan melanjutkan pemulihan di rumah.”

Nayla mengangguk pelan, wajahnya sedikit lelah tapi ada secercah harapan.

Dokter melanjutkan dengan nada serius tapi penuh perhatian, “Dokter Rangga, saya harap Anda bisa lebih menjaga Nayla setelah ini. Kondisinya masih rawan, baik fisik maupun mental. Dukungan dan perhatian dari keluarga sangat penting untuk kesembuhannya.”

Rangga menatap dokter dengan penuh rasa terima kasih dan tekad.

“Saya mengerti, Dok. Saya akan melakukan yang terbaik untuk Nayla.”

Dokter tersenyum kecil, “Bagus. Kalau begitu, kita akan atur administrasi kepulangan dan rencana kontrol berikutnya.”

Rangga menggenggam tangan Nayla, seolah ingin menyampaikan janji tanpa kata.

“Terima kasih, Dok,” ucapnya lembut.

Nayla pun tersenyum kecil, hatinya mulai merasa lebih ringan dengan dukungan yang ada.

Nayla menghela napas panjang, matanya menatap jauh ke luar jendela kamar yang mulai disinari cahaya senja.

“Aku ingin mencari rumah kontrakan saja, Mas. Biar aku punya ruang sendiri, waktu sendiri untuk menyembuhkan semuanya,” suaranya lirih tapi tegas.

Rangga mengernyit, wajahnya menunjukkan campuran heran dan sedih.

“Sayang, kamu masih istriku. Rumah itu adalah rumah kita. Aku di sini untuk kamu, bukan untuk mengusir mu,” jawab Rangga pelan, mencoba meyakinkan.

Nayla memalingkan wajah, suara hatinya campur aduk antara keinginan merdeka dan rasa terikat yang sulit dilepaskan.

“Mas, aku butuh waktu... dan mungkin jarak,” ucapnya, suara serak.

Rangga mengangguk perlahan, menahan kecewa tapi tetap berusaha mengerti.

“Aku akan tetap di sini, menunggu sampai kamu siap. Apa pun yang kamu butuhkan, aku akan ada,” katanya lembut.

Suasana hening sejenak, hanya terdengar detak jarum jam dan napas mereka yang perlahan menenangkan.

Sesampainya di rumah, Nayla terdiam sejenak di depan pintu. Ia mengerutkan kening, tak menyangka rumah yang selama ini ia kenal kini tampak berbeda.

Cat tembok berwarna cerah, hangat dan penuh kehidupan, menggantikan warna kusam yang dulu.

Foto pernikahan mereka terpajang rapi di ruang tamu, tersenyum mengingatkan pada hari-hari bahagia yang pernah ada.

Semua barang-barang milik Anita yang dulu mengisi sudut-sudut rumah sudah diganti dengan perabotan baru, segar dan penuh harapan.

Rangga tersenyum sambil membuka pintu lebar-lebar, mengajak Nayla melangkah masuk.

“Selamat datang di rumah kita, sayang,” ucapnya dengan suara hangat.

Nayla menatap sekeliling, hatinya tergerak oleh perubahan itu. Di tengah rumah baru ini, ada harapan baru yang perlahan mulai tumbuh kembali.

Nayla menatap sekeliling dengan mata yang membulat, suaranya bergetar saat bertanya,

“M-mas... kamu mengganti semuanya?”

Rangga mengangguk pelan, sambil tersenyum lembut,

“Iya, Nay. Aku ingin rumah ini jadi tempat yang membawa kebahagiaan untuk kita, bukan kenangan yang menyakitkan.”

Nayla mengusap dada, merasakan campuran haru dan lega yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.

Rangga menggandeng tangan Nayla perlahan dan mengajaknya masuk ke kamar utama.

Di dalam, suasana terasa hangat dan berbeda dari yang dulu. Dinding kamar kini dicat warna lembut yang menenangkan, jauh dari kesan suram sebelumnya.

Di atas meja rias, terpajang foto pernikahan mereka dalam bingkai kayu yang indah, senyum mereka terpancar penuh cinta dan harapan.

Tempat tidur juga telah diganti dengan yang baru, sprei dan selimut berwarna senada dengan dinding, menciptakan suasana nyaman dan penuh kehangatan.

Rangga menatap Nayla dengan lembut, “Ini semua untukmu, agar kamu merasa betah dan tenang di sini, sayang.”

Nayla menunduk sebentar, lalu tersenyum tipis, merasakan cinta dan perhatian yang mengisi setiap sudut ruangan.

Nayla menatap Rangga dengan mata yang penuh kebingungan, suaranya gemetar,

“Mas Rangga... ini semua... kenapa tiba-tiba berubah begitu?”

Rangga menarik napas dalam, lalu menatap Nayla dengan penuh keyakinan,

“Nay, aku ingin kita mulai hidup baru, tanpa bayang-bayang masa lalu. Tanpa Anita, tanpa luka yang pernah ada.”

Ia menggenggam tangan Nayla erat,

“Kita punya kesempatan untuk bahagia lagi, untuk membangun masa depan yang benar-benar milik kita berdua.”

Nayla menatap matanya, perlahan hatinya mulai terbuka, walau masih ada rasa ragu yang harus ia lepaskan.

“Kalau begitu, aku... aku ingin mencoba, Mas.”

Rangga tersenyum hangat,

“Itu saja sudah cukup bagiku, sayang.”

Rangga menundukkan wajahnya perlahan, matanya penuh dengan kasih sayang yang tulus.

Dengan lembut, ia mencium kening Nayla, seolah ingin menyampaikan semua janji dan penghiburan dalam satu sentuhan hangat itu.

Tak lama kemudian, Rangga membelai pipi Nayla dengan tangan lembutnya, lalu menunduk lagi untuk mencium bibirnya perlahan, penuh cinta dan harapan baru.

Nayla menutup matanya sejenak, membiarkan kehangatan itu meresap ke dalam hatinya, merasakan bahwa untuk pertama kalinya setelah lama, ia benar-benar merasa aman dan dicintai.

Bi Ina memanggil dari luar kamar dengan suara ramah,

“Pak Rangga, makan siang sudah siap, nih.”

Rangga tersenyum sambil menatap Nayla yang masih duduk di tempat tidur.

“Ayo, kita makan siang dulu, sayang,” ajaknya lembut sambil menggandeng tangan Nayla.

Mereka berdua berjalan perlahan menuju ruang makan, meninggalkan kehangatan kamar yang penuh harapan dan cinta.

Setelah selesai makan siang, Nayla dan Rangga duduk berdua di ruang tamu.

Nayla bersandar pelan di bahu Rangga, perutnya kenyang dan hatinya terasa sedikit lebih tenang dari hari-hari sebelumnya.

“Aku nggak nyangka bisa merasa senyaman ini lagi,” bisiknya lirih.

Rangga mengusap lembut punggung tangannya.

“Mulai sekarang, semua akan berbeda. Kita jalani pelan-pelan… tapi aku janji, kamu nggak akan sendiri lagi.”

Di luar, langit mulai cerah. Angin siang meniup lembut gorden jendela, seolah ikut menyambut awal baru mereka yang perlahan mulai tumbuh kembali.

Rangga tersenyum lembut lalu membungkuk, membopong tubuh Nayla ke dalam pelukannya.

Nayla terkejut kecil tapi tidak menolak, justru menyandarkan kepalanya di dada suaminya yang hangat.

Setibanya di kamar, Rangga dengan hati-hati merebahkan Nayla di atas tempat tidur. Ia menarik selimut hingga ke dada istrinya, lalu membelai pelan rambutnya.

“Istirahat sejenak, ya. Aku ke ruang kerja dulu sebentar,” ucapnya lembut sambil mengecup kening Nayla.

Nayla hanya mengangguk pelan, matanya mulai terasa berat.

“Jangan lama-lama...” gumamnya lirih sebelum akhirnya memejamkan mata.

Rangga tersenyum dan melangkah keluar, menutup pintu dengan hati-hati, meninggalkan Nayla dalam keheningan yang penuh ketenangan.

Di ruang kerjanya, Rangga duduk di depan meja dengan laptop terbuka. Notifikasi terus berdatangan email demi email masuk dari rekan sejawat, perawat, dan manajemen rumah sakit.

Beberapa email bertuliskan "Urgent: Daftar Pasien Menunggu Konsultasi", sementara yang lain berisi laporan kondisi pasien yang membutuhkan tindak lanjut langsung darinya.

Wajah Rangga tampak lelah, tapi pikirannya tak bisa fokus sepenuhnya. Tangannya menggenggam mouse, namun pikirannya masih tertinggal di kamar, bersama Nayla.

Ia menghela napas panjang, membatin,

"Aku harus kembali, tapi aku juga nggak bisa meninggalkan Nayla terlalu lama."

Sambil menatap layar yang dipenuhi daftar tugas dan panggilan tanggung jawab, Rangga memijit pelipisnya. Ia tahu, waktunya untuk menyeimbangkan dua hal yang paling penting dalam hidupnya: pekerjaannya sebagai dokter, dan Nayla istrinya yang sedang berjuang untuk sembuh.

1
seftiningseh@gmail.com
hai kak semangat yaa bust update selanjutnya aku tunggu oh ya jangan lupa baca chat story aku judul nya love after marriage
✿🅼🅴🅳🆄🆂🅰✿: Minimal di like lah... kalau punya request kek gitu./Smug/
my name is pho: ok kak
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!