NovelToon NovelToon
Benci Jadi Cinta

Benci Jadi Cinta

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Nikahmuda / Pernikahan Kilat / Menikah dengan Musuhku
Popularitas:2.4k
Nilai: 5
Nama Author: Dewi rani

Artha anak kaya dan ketua geng motor yang dikagumi banyak wanita disekolahan elitnya. Tidak disangka karna kesalahpahaman membuatnya menikah secara tiba-tiba dengan gadis yang jauh dri tipikal idamannya. Namun semakin lama bersama Artha menemukan sisi yang sangat dikagumi nya dari wanita tersebut.

mau tau kelanjutannya....??
pantau trus episodenya✨✨

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dewi rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 29

Sebenarnya ini tentang perasaan. Artha tentu masih teringat detik-detik yang mana saat dirinya mengutarakan perasaan pada Mesa. Gadis itu mengatakan jika dia menganggap Artha hanya sebagai adik. Ya, hanya seorang adik yang disayangi.

Artha sering menemani Mesa jalan-jalan, atau mengantarkan gadis itu untuk membeli perlengkapan yang sedang dibutuhkan. Namun, apa yang Artha lakukan justru tak membekas di hati Mesa sama sekali.

"Gue enggak yakin." Artha berkata dengan nada datar. "Gue emang suka sama dia. Dia anggun, cerdas, dan menarik. Meski usianya dua tahun lebih tua dari gue, tapi sikapnya yang manja bikin gue kayak pria dewasa. Setiap dia nangis, gue selalu ada buat ngebantu hapus air matanya. Tapi dia malah sukanya sama cowok lain. Mungkin yang dia bilang ke lo kalau masih sayang sama gue hanya sebatas sayang seorang kakak kepada adiknya. Tidak lebih."

Naira memperhatikan setiap apa yang Artha ucapkan. 'Anggun, cerdas, dan cantik', tiga modal seorang wanita yang bisa membuat seorang pria tergila-gila. Dan tentunya Naira tak memiliki itu. Terutama kecerdasan. Dia dikaruniai otak yang paspasan. Sebesar apa pun usahanya dalam belajar, dia kesulitan untuk mengerti dan memahami teori yang gurunya ajarkan. Sehingga Naira jelas menyadari jika dirinya bukanlah kriteria seorang Artha.

"Lo masih sayang sama dia?" tanya Naira dengan memiringkan kepala, memfokuskan pandangan pada Artha.

"Kadang kesempatan nggak datang dua kali. Gue nggak nyuruh lo buat ngejar dia, ataupun kembali padanya. Tapi gue takut lo nyesel saat dia udah pergi karena lo abaikan." Kalimat yang terucap dari bibir Naira terdengar lancar tanpa hambatan. Artha menatap mata bulat itu yang masih memandangnya dengan penuh pemakluman.

"Kalau gue sama Mesa, lo sama siapa?"

Naira tersenyum seraya menunduk.

“Gue akan gangguin lo selama gue belum punya pasangan."

"Beri tahu gue kalau lo suka sama cowok. Gue akan nyari tahu semua tentang cowok itu. Gue nggak rela cowok yang ngegantiin gue ternyata cowok brengsek dan nggak bertanggung jawab."

Naira menaikkan sebelah alisnya, bertopang dagu setelah melepaskan tangan Artha.

"Jadi, lo termasuk cowok yang mana? Baik atau brengsek?"

"Menurut lo?" Artha melemparkan pertanyaan itu pada Naira yang lantas ditanggapi dengan helaan napas.

"Menurut gue lo cowok baik-baik. Cewek yang menetap di hati lo pasti adalah cewek yang paling beruntung." Senyum Naira melebar. Namun, dalam hati yang terdalam ada sedikit rasa kecewa jika ternyata suatu saat dia akan berpisah dengan Artha. Bagaimanapun selama ini hanya Artha yang mau berteman secara tulus dengannya.

Sudah terlalu lama keduanya mengobrol yang tadinya berada di meja makan, berpindah ke kasur lantai yang digelar di ruang tamu. Naira beberapa kali terlihat menguap, meletakkan telapak tangannya ke permukaan untuk menutupi mulut yang terbuka.

"Lo tahu nggak, sih, Ta? Dulu gue benci banget sama lo. Gue kesel kalau Mama selalu ngebahas lo."

"Mama Maya sering ngomongin gue?" Artha terkekeh mendengar pengakuan Naira.

"Heem, begitulah. Mama sering bilang kalau gue harus baik-baikin lo. Harus nurut. Jadi istri yang bener. Lo tahu nggak gimana perasaan gue saat dinasehatin begitu?"

Naira menyandarkan kepalanya pada dinding, menatap ke atas mengingat-ingat kejadian saat itu.

"Lo kesel banget, ya, kan?" sahut Artha sambil tertawa.

"Banget. Ketemu sama lo aja gue udah harus menahan kesabaran. Lah, gimana gue disuruh nurut dan baik-baikin lo?" Naira menghela napas panjang, lalu senyumnya mengembang.

"Tapi gue nggak nyangka kalau sekarang lo jadi temen ngobrol gue yang nyaman. Artha yang nyebelin. Artha yang sok kecakepan, ternyata gue malah nyaman sama lo. Aneh, kan?"

"Nggak ada yang aneh. Siapa pun bakal nyaman sama gue."

Naira hanya melirik sekilas kearah Artha.

"Tuh, kan, mode ngeselin lo kambuh lagi."

Artha menggeleng. Senyuman kecil itu pun tak luput terlihat di bibirnya.

"Gue juga nggak nyangka ternyata lo bisa jadi temen ngobrol yang asyik. Kebanyakan cewek yang gue ajak ngobrol selalu baper. Tapi lo enggak."

"Emang lo nggak baper sama gue? Lo nggak cemburu gitu kalau gue deketan sama cowok lain?" Naira memperhatikan raut wajah Artha. Namun, yang diperhatikan hanya memasang wajah datar tanpa ekspresi.

"Lo nggak akan marah kalau gue tiba-tiba jalan sama cowok?"

"Emang lo mau jalan sama siapa? Julian?" tanya Artha menebak siapa yang dimaksud Naira.

"Kalau Julian, mending lo pikir-pikir lagi, deh! Gue temen dia. Tahu banget kelakuan dia. Dia enggak akan bisa jagain lo."

"Kalau lo udah sama Kak Mesa, apa gue masih bisa ngarepin lo buat ngejagain gue? Enggak, kan? Gue akan tetep ngandelin diri gue sendiri. Bukan tergantung pada orang lain."

Artha tiba-tiba melingkarkan lengannya pada bahu Naira, mengusap bahu itu pelan.

“Gue akan tetap jagain lo, Nom. Gue udah janji sampai ada yang lebih layak gantiin posisi gue buat lo."

"Jadi, gue bener. Lo akan kembali ke Kak Mesa?"

"Entah. Gue masih nyaman sama lo!"

Naira mendengus, menggeser tangan Artha yang berada pada bahunya.

"Gue bukan security yang buat lo nyaman. Kalau ada cowok yang gue mau, awas lo bikin ulah."

"Emang ada yang mau sama lo?" tanya Artha, sengaja meledek Naira.

"Ada, dong! Belum dapet aja."

“Semoga enggak ada yang mau. Aamiiin," ucap Artha seraya mengusap kedua telapak tangan di wajah.

"Artha, lo ngeselin banget!"

Artha tertawa, kembali merangkul bahu Naira. Dia sendiri juga tidak tahu apa arti Naira dalam hidupnya. Untuk saat ini, lelaki itu hanya menganggap Naira adalah sosok wanita yang menjadi tanggung jawabnya. Tidak lebih. Namun, siapa yang tahu apa yang terjadi ke depannya? Dan apa yang sebenarnya hatinya inginkan sekarang.

****

Langit sedang menunjukkan pesonanya. Cahaya terang di angkasa yang membuka tabir kebiruan di pagi hari senantiasa disambut oleh penduduk bumi dengan senyum sumringah. Artha menggerakkan otot tangannya ke kanan dan ke kiri, bergerak untuk merilekskan anggota tubuh.

"Jogging, yuk, Nai!" teriak Artha pada Naira yang masih guling-guling di kamar.

"Lo aja. Gue masih ngantuk!" Artha menggeleng.

"Bener-bener pemalas." Artha masuk ke kamar Naira dan mendapati gadis itu masih membungkus selimut. Naira kebetulan sedang berhalangan, sehingga waktu digunakan untuk bermalas-malasan. Apalagi sekarang hari Minggu. Hari bersantai para kaum rebahan.

"Bangun nggak, Nai? Kalau enggak, gue juga mau tidur sama lo!"

“Berisik lo, Ta! Gue masih ngantuk. Lo jogging sendiri napa? Biasanya juga sendiri." Naira malah membungkus tubuhnya dengan selimut tebal, mengabaikan Artha yang sudah berdiri di depan ranjangnya.

Artha tersenyum miring, kemudian berkata,

"Ya udah. Gue juga mau nidurin lo!"

Saat itu juga mata Naira terbuka, mencerna kalimat Artha. Dia masih berada di dalam selimut, menutup seluruh permukaan tubuh sampai di atas kepala. Hingga dia merasakan sesuatu yang merangsek, ikut masuk ke dalam selimutnya. Sebuah lengan kekar terasa memeluknya, mendekap erat. Kepala dikeluarkan dari dalam selimut, dan mendapati Artha sudah tidur bersamanya.

"Arthaaaa!" teriak Naira kesal seraya memukul mukul tubuh Artha.

"Sssttt! Berisik. Gue juga mau tidur sama lo!"

"Apa? Enggak-enggak. Gue bangun. Okey, gue ikutan jogging sama lo!" Mau tidak mau, Naira beranjak dari posisinya yang sebelumnya tidur menjadi duduk.

Artha meringis, menunjukkan deretan gigi putihnya. Akhirnya rencananya berhasil dengan mulus.

Artha dan Naira bukan jogging di area rumah kontrakan, melainkan pergi ke taman. Banyak para pengunjung yang memang meluangkan waktu di pagi hari begini untuk berolahraga ringan, membawa keluarga mereka untuk sekadar jalan jalan.

"Ayo, Nai, semangat!" Artha terkekeh melihat Naira yang cemberut. Gadis itu terlihat mengantuk karena semalaman menemani Artha ngobrol. Dia masih ingin tidur, menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut.

"Nyebelin banget, sih!"

Keduanya berlari-lari kecil dengan Artha mengabaikan wajah masam Naira.

Sekitar tiga puluh menit lamanya berlari mengelilingi taman, mereka beristirahat di salah satu kursi panjang berbahan besi yang terletak pada sisi-sisi jalan taman. Daun dan bunga-bunga kecil dari pohon angsana tampak berguguran dengan petugas kebersihan sedang memunguti sampah yang dibuang sembarangan, serta menyapu dedaunan kering.

"Lo haus nggak?" tanya Artha setelah mengelap keringat.

"Gue nggak bawa minum. Lo sih tadi main tarik aja."

"Iya, sorry. Lo sih lelet. Gue beli minum dulu. Jangan ke mana-mana!"

Naira mengangguk, memilih beristirahat sambil melihat-lihat para pe-jogging yang tampak ceria menikmati waktu libur mereka bersama keluarga. Ada juga sepasang kekasih yang ngobrol sambil berjalan santai. Tidak seperti dirinya dan Artha yang tadi malah lari maraton tanpa jeda.

Saat Naira masih terfokus pada pengunjung yang ada, sebuah suara tiba-tiba memanggilnya.

"Naira!

1
karina
lanjuttt
Indriani Kartini
lanjut thor
karina
up lagi
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!