Shanaya Sanjaya percaya bahwa cinta adalah tentang kesetiaan dan pengorbanan. Ia rela menjadi istri rahasia, menelan hinaan, dan berdiri di balik layar demi Reno Alhadi, pria yang dicintainya sepenuh hati.
Tapi ketika janji-janji manis tersisa tujuh kartu dan pengkhianatan terus mengiris, Shanaya sadar, mencintai tak harus kehilangan harga diri. Ia memilih pergi.
Namun hidup justru mempertemukannya dengan Sadewa Mahardika, pria dingin dan penuh teka-teki yang kini menjadi atasannya.
Akankah luka lama membatasi langkahnya, atau justru membawanya pada cinta yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puji170, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 19
Langkah Shanaya berderap mundur hingga punggungnya nyaris menyentuh dinding koridor. Suasana hangat kafe berubah drastis, dingin dan mencekam. Napasnya memburu, tapi ia memaksa dirinya tetap tenang. Ia tahu, jika panik sekarang, segalanya bisa berakhir lebih buruk.
“Jangan mendekat,” ucapnya dengan suara bergetar, namun sorot matanya tajam. “Aku akan teriak.”
Pria tinggi di depan menyeringai sinis. “Teriaklah. Musik dan suara mesin kopi di luar terlalu bising. Siapa yang akan dengar, hm?”
Shanaya melirik ke sekeliling. Matanya menangkap tabung semprot pembersih di dekat wastafel. Dalam satu gerakan cepat, ia meraihnya.
“Aku bilang jangan dekati aku!” teriaknya, kini lebih lantang dan tegas.
Kedua pria itu tertawa meremehkan. “Serius? Mau lawan kami pakai cairan toilet?” ejek salah satunya sambil melangkah maju.
Sreettt!
Cairan langsung menyembur ke wajah pria itu. Ia berteriak kesakitan, terhuyung sambil mengusap matanya. Temannya spontan maju menyerang, tapi Shanaya sigap menyemprotkan cairan lagi, tepat ke wajah pria kedua.
Mereka terhuyung sambil mengumpat, namun tetap sigap. Salah satu berhasil menangkap lengan Shanaya dan membekuknya dengan kasar.
“Mau kabur ke mana, cantik?” gumamnya dengan nada licik. Nafasnya memburu, entah karena marah atau kegirangan.
Shanaya meronta sekuat tenaga, tubuhnya gemetar hebat. Namun kekuatan pria itu jauh lebih besar. Bahunya nyeri saat tangan kasar menekannya ke dinding.
“Kamu tahu nggak, hari ini kamu milik kami,” ucap pria itu penuh nafsu. Ia mengeluarkan ponsel dari saku, membuka kamera. “Bu Malika dan Pak Reno pasti senang lihat ini. Bayaran sepuluh kali lipat, bukan main-main.”
Otak Shanaya langsung berpacu. Mencerna tujuan Reno dan Malika melakukan hal buruk ini padanya, ini pasti tentang perceraian itu. Reno dan Malika... mereka menjebaknya! Membuatnya terlihat bersalah... membuatnya tampak seperti wanita murahan demi menyelamatkan nama Reno.
"Reno, Malika… brengsek kalian!" batin Shanaya menjerit.
Namun yang lebih menakutkan kini adalah kedua pria ini seperti anjing liar kelaparan.
“Lepaskan aku!” jerit Shanaya. Suaranya serak. Air matanya ingin mengalir tapi ia tahan, berusaha agar tidak terlihat lemah meskipun ketakutan.
Tangan pria itu mulai mengarah ke kerah bajunya.
Shanaya berdoa dalam hati, “Siapapun... tolong aku…”
“Cepat! Jangan banyak mikir!” hardik pria satunya, ikut mendekat.
Tubuh Shanaya lumpuh. Kakinya lemas. Ia ingin menendang, melawan, tapi tenaganya terkuras. Saat ia mulai menghimpun kekuatan, kakinya justru ditahan, membuatnya benar-benar tak berdaya.
“Kamu pikir bisa melawan kami?” ejek pria itu, menarik kasar bajunya hingga dua kancing terlepas. Tank top putih yang membalut tubuhnya kini terekspos sebagian. Bahunya terbuka, kulitnya yang mulus langsung mengundang nafsu liar pria itu.
“Jangan… jangan lakukan ini padaku. Tolong…” lirih Shanaya, suaranya nyaris tak terdengar, kali ini air matanya tidak bisa dibendung lagi, jatuh tanpa bisa dicegah.
Membuat kedua pria itu tertawa makin liar.
“Simpan suaramu yang merdu itu. Belum waktunya.”
Shanaya pasrah. Tapi dalam hatinya, ia terus berdoa, “Tolong… siapapun… selamatkan aku…”
Tepat saat pria itu menunduk, hendak mencium bahunya—
BRAK!!
Pintu kamar mandi terbuka keras. Suara dentumannya menggema tajam, membungkam seketika semua kegaduhan.
Di ambang pintu berdiri Sadewa.
Wajahnya gelap. Rahangnya mengeras. Tatapannya menusuk seperti pisau, langsung ke arah kedua pria itu. Ia mengamati wajah dua pria itu dan teringat pernah melihat di rumah sakit. Kini ia baru tahu, saat itu Shanaya bukan ingin menggodanya tapi sedang menyelamatkan diri.
“Kalian sentuh dia,” ucapnya pelan. Dingin. Datar. Tapi ancamannya terdengar jelas, “Saya patahkan tangan kalian.”
Kedua pria itu spontan melepas Shanaya. Ia jatuh terpuruk ke lantai, terengah-engah. Bahunya nyeri. Tangannya refleks menyilang ke dada, melindungi bagian tubuhnya yang terbuka meski tak sepenuhnya berhasil.
Salah satu pria menggertak. “Jangan sok jadi pahlawan, anak muda. Ini urusan kami!”
Sadewa tak menjawab. Ia hanya melangkah pelan, seperti macan mendekati mangsanya.
BUG!!
Pukulan telak menghantam rahang pria pertama. Tubuhnya terpelanting, menghantam wastafel dengan suara dentuman keras.
Pria kedua panik, hendak menyerang, tapi Sadewa lebih cepat—lututnya menghantam perut pria itu, lalu sikunya menghajar tengkuknya berkali-kali.
Dugg! Dugg!
Pria itu terkapar. Mengerang.
Sadewa menatap keduanya dengan pandangan mematikan. “Keluar… sebelum aku buat kalian lumpuh seumur hidup.”
Tanpa perlawanan, keduanya terhuyung bangkit dan kabur keluar.
Sadewa menoleh perlahan. Menatap Shanaya yang masih duduk lemas di lantai, terisak diam-diam.
Napasnya tercekat saat melihat wajah wanita itu. Pucat. Luka. Air mata yang mengalir tak terkendali.
“Shanaya…” ucapnya lirih. Suaranya berubah lebih lembut, meski masih terdengar kaku. “Kamu… kamu baik-baik saja?”
Shanaya mencoba menjawab, tapi tak ada suara. Ia hanya mengangguk pelan, lalu menunduk. Bahunya bergetar. Air mata jatuh satu per satu, membasahi pipinya yang dingin.
Tanpa berkata apa-apa, Sadewa melepas switernya dan memakaikannya ke tubuh Shanaya. Namun, sentuhan itu tak serta-merta menenangkan perempuan itu. Sadewa bisa merasakan tubuhnya masih gemetar hebat.
Tak ingin membiarkannya seperti itu, Sadewa langsung mengangkat tubuh Shanaya dalam gendongannya, bertekad membawa keluar dari tempat mengerikan itu.
Namun tepat ketika kakinya melangkah ke ambang pintu—
Reno muncul, bersama Wina yang tampak syok di belakangnya. Wajah Reno langsung mengeras, amarah membuncah begitu melihat istrinya dalam pelukan pria lain.
“Lepaskan istriku!” bentaknya, penuh emosi.
Sadewa terdiam sejenak. Ia tidak berniat mencari masalah, apalagi merusak rumah tangga orang lain meskipun ia tahu jika Shanaya memiliki status Janda. Perlahan ia bersiap untuk menurunkan Shanaya.
Namun, tangan Shanaya mencengkeram erat lengan Sadewa. Genggaman itu kuat, gemetar, seolah berkata, jangan... jangan serahkan aku padanya... tolong...
Sadewa menunduk, menatap mata Shanaya yang berlinang dengan ketakutan yang nyata. Tubuh wanita itu masih bergetar, wajahnya pucat pasi.
Reno yang menyaksikan semua itu, terutama bagaimana Shanaya enggan melepaskan pelukan Sadewa, langsung memerah wajahnya karena marah.
“Shanaya, aku perintahkan kamu turun sekarang juga! Apa kamu tidak malu?!” bentaknya tajam.
Namun sebelum Shanaya bereaksi, Wina angkat suara, menatap Reno dengan kesal.
“Reno! Kamu cuma bisa marah? Kamu nggak lihat dia ketakutan? Apa kamu buta?! Lagian, bukankah kalian sedang dalam proses cerai?”
“Diam kamu!” bentak Reno, menatap Wina tajam sebelum kembali menajamkan fokus pada Shanaya, yang masih berada dalam gendongan Sadewa.
Wajahnya melunak sedikit. Suaranya berubah jadi lebih pelan, tapi penuh tekanan.
“Shanaya, sayang... dengarkan aku. Aku minta maaf. Sekarang ikut aku pulang, oke? Kamu harus nurut.”
Tapi Shanaya tak menjawab. Ia hanya diam, bahkan lebih erat menyembunyikan wajahnya di dada Sadewa, tubuhnya makin gemetar. Isyarat diam itu jelas, ia tak mau kembali pada Reno.
Sadewa menarik napas pelan, lalu menggeleng.
“Untuk apa kamu paksa? Dia jelas-jelas nggak mau ikut kamu.”
Reno melangkah maju, wajahnya memerah lagi. “Hei! Jangan ikut campur urusan rumah tangga orang!”
Sadewa menatapnya tajam, datar. “Kalau kamu benar-benar suaminya, kenapa dia sampai begini?”
Reno mengepalkan tangannya, terdiam seketika.
knp update nya Arsen buk bgt y🫢🫢🫢
Sadewa JD anak tiri 🤔
itu jodohmu, Shanaya🤭