NovelToon NovelToon
Dipaksa Kawin Kontrak

Dipaksa Kawin Kontrak

Status: tamat
Genre:Obsesi / Pelakor jahat / CEO / Nikah Kontrak / Cintapertama / Tamat
Popularitas:17.9k
Nilai: 5
Nama Author: Dini Nuraenii

Kaila tidak pernah membayangkan hidupnya akan berubah drastis hanya dalam semalam. Seorang perempuan sederhana yang mendambakan kehidupan tenang, mendadak harus menghadapi kenyataan pahit ketika tanpa sengaja terlibat dalam sebuah insiden dengan Arya, seorang CEO sukses yang telah beristri. Demi menutupi skandal yang mengancam reputasi, mereka dipaksa untuk menjalin pernikahan kontrak—tanpa cinta, tanpa masa depan, hanya ikatan sementara.

Namun waktu perlahan mengubah segalanya. Di balik sikap dingin dan penuh perhitungan, Arya mulai menunjukkan perhatian yang tulus. Benih-benih perasaan tumbuh di antara keduanya, meski mereka sadar bahwa hubungan ini dibayangi oleh kenyataan pahit: Arya telah memiliki istri. Sang istri, yang tak rela posisinya digantikan, terus berusaha untuk menyingkirkan kaila.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini Nuraenii, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29

Mobil Arya melaju kencang, membelah hujan deras yang tiba-tiba turun di jalanan kota, seolah langit ikut menangisi aib yang baru saja terjadi.

Di dalam mobil, keheningan terasa mematikan, lebih mencekam daripada gemuruh badai di luar. Arya mengemudi dengan rahang yang mengeras, fokus pada jalanan. Kaila duduk di samping, tubuhnya gemetar dan air mata yang terus mengalir membasahi gaun dusty pink-nya.

Skandal yang mereka tinggalkan terasa seperti belati yang tertanam di punggungnya.

Sesampainya di rumah mewah itu, Arya menarik Kaila ke ruang tengah.

Lampu-lampu rumah terasa terlalu terang, mengekspos setiap sudut kelelahan dan kehancuran pada wajah Kaila.

“Duduk,” perintah Arya, suaranya berat dan nyaris tidak dikenali.

Kaila duduk di sofa, punggungnya tegak, seolah ia sedang mempersiapkan diri untuk menerima hukuman terberat.

Ia sudah siap. Siap menerima kemarahan Arya, siap menerima kalimat perpisahan yang akan segera diucapkan.

Arya berdiri di hadapannya, kedua tangannya mengepal di sisi tubuh. Ia tidak langsung meluapkan amarah, melainkan menatap Kaila dengan kekecewaan yang jauh lebih menyakitkan daripada bentakan.

"Kenapa, Kaila?" tanya Arya, mengulang pertanyaan yang sama, tapi kini dengan nada yang lebih dalam. "Aku memberimu seluruh kepercayaanku. Aku membawamu ke makam ibuku. Aku membuka diriku, sesuatu yang tidak pernah aku lakukan pada siapa pun. Kenapa kamu tidak jujur tentang Harlan? Tentang Ayahmu yang mabuk dan diperalat? Kenapa kamu menyembunyikan masa lalu serumit ini?"

"Aku minta maaf, Arya," bisik Kaila, suaranya tercekat. "Aku takut... aku tidak ingin kamu tahu masa laluku yang kotor dan berantakan. Aku takut... kamu akan menjauhiku. Aku takut kamu akan melihatku sama seperti mereka melihatku."

"Aku tidak peduli dengan latar belakangmu!" sentak Arya, akhirnya meluapkan sedikit emosinya. Ia mengusap wajahnya, frustrasi.

"Aku sudah tahu kamu bukan dari kalangan elit. Aku tahu ayahmu bermasalah. Itu tidak penting! Yang penting adalah kejujuran. Nayla tidak akan bisa sejauh ini kalau dia tidak punya apa-apa untuk diserang!"

Kaila menunduk. "Aku tahu. Aku minta maaf. Semua ini salahku. Aku yang membawa aib ke rumah ini."

Arya duduk di sebelahnya, tiba-tiba terlihat sangat lelah. Ia menyandarkan siku di lutut, menatap lantai. "Aku membela kamu di sana, Kaila. Aku mempertaruhkan segalanya di depan ratusan mata."

"Aku tahu," Kaila menoleh, menatap mata Arya yang dipenuhi kekecewaan dan kelelahan. "Dan justru karena kamu melakukan itu, aku harus pergi."

Arya menoleh cepat, tatapannya tajam. "Apa maksudmu?"

"Aku harus pergi, Arya," kata Kaila, air matanya kembali membanjir, namun kini ada ketegasan dalam suaranya.

"Aku sudah menyebabkan kerusakan yang tak termaafkan bagi Satya Group. Ini sudah bukan lagi soal kontrak. Ini soal reputasi keluarga yang harus aku lindungi. Aku sudah membawa aib yang tidak bisa dimaafkan. Aku harus pergi sekarang, sebelum Nayla atau Ayahmu bergerak lebih jauh."

"Tidak," tolak Arya tegas. Ia berdiri, berjalan ke jendela, dan menatap pantulan dirinya di kaca. "Kamu akan tetap di sini. Kita akan hadapi ini bersama. Aku akan urus Nayla dan skandal ini. Kamu tidak akan kemana-mana."

"Kamu tidak mengerti," Kaila berdiri, berjalan ke arahnya. "Ayahmu, Wira, Nayla, semua orang akan menuntut kamu. Dan kamu baru saja mempertaruhkan citramu untukku di depan umum. Aku tidak bisa membiarkan anak ini lahir dalam kekacauan yang aku ciptakan. Aku tidak ingin masa laluku menghantuinya."

Kaila berjalan cepat menuju kamarnya. Arya mengikuti. Kaila buru-buru mengambil koper kecil yang sudah ia siapkan sejak menerima ultimatum Wira, seolah ia sudah menanti hari ini.

Di dalam kamar yang luas, Kaila bergerak cepat dan efisien, seolah ia takut jika berhenti sejenak, ia akan berubah pikiran.

"Kaila, jangan bodoh!" Arya menahan tangannya. "Ke mana kamu akan pergi? Kamu sedang hamil! Di luar hujan deras dan dingin. Kamu tidak bisa melakukan ini!"

"Aku sudah memutuskan. Malam ini, aku akan pergi," kata Kaila, tatapannya bertemu mata Arya. Ada kesedihan mendalam di sana.

"Aku akan membesarkan anak ini sendiri, Arya. Kamu bisa urus sisa kontraknya. Aku akan menghubungi pengacara setelah anak ini lahir."

Kaila melepaskan tangan Arya dengan lembut. "Aku tidak ingin menghancurkanmu lebih dari ini. Aku tidak ingin menjadi penyebab keruntuhanmu."

Kaila berjalan ke meja rias dan mengambil sebuah surat yang ia tulis tangan.

Ia menyerahkan surat itu kepada Arya, matanya memohon maaf.

"Ini surat untukmu. Aku sudah berterima kasih untuk semua perhatian, kebaikan, dan kepercayaan yang kamu berikan padaku. Kamu adalah pria yang luar biasa, Arya. Tapi aku... aku terlalu rapuh dan kotor untuk berada di sisimu."

Arya hanya bisa melihat Kaila yang mengenakan jaket tebal dan membawa tas kecil. Ia terlalu kaget dan marah, dan sekaligus hancur, untuk menghentikannya.

"Jangan pergi, Kaila," bisik Arya, suaranya patah, dipenuhi rasa putus asa. Ia melangkah mendekat, seolah ingin meraih Kaila, tapi ragu. "Aku tahu aku dingin. Aku tahu aku tidak pernah bicara manis. Tapi aku butuh kamu di sini. Kamu membuatku merasa... hidup."

Kaila tersenyum pahit, air mata menetes. "Kamu tidak butuh aku, Arya. Kamu hanya butuh tanggung jawab. Aku sudah memilih untuk pergi. Aku akan membesarkan anak ini sendiri. Jangan cari aku."

Kaila berbalik, membuka pintu. Langkah kakinya cepat, seolah melarikan diri dari takdir yang sudah ia pilihkan.

Arya tidak bergerak. Ia hanya berdiri mematung, menatap punggung Kaila yang menghilang di kegelapan malam, diikuti suara pintu utama yang tertutup perlahan.

Arya perlahan membuka surat itu. Tulisan tangan Kaila rapi, tapi isinya menusuk hati:

Arya,

Terima kasih atas segalanya. Kamu adalah pria yang baik, dan aku bersyukur kamu pernah mempercayaiku. Tapi aku bukan takdir yang kamu butuhkan. Aku sudah menyebabkan terlalu banyak masalah, dan aku tidak bisa menanggung beban skandal itu lagi. Aku harus pergi.

Anak kita akan aman. Aku akan melahirkan dia dengan sehat. Aku berjanji tidak akan menggunakan nama Satya untuk apa pun.

Jangan cari aku. Aku sudah memilih jalanku.

Jaga dirimu. Dan semoga kamu menemukan kedamaian.

Kaila.

Arya meremas surat itu kuat-kuat. Ia jatuh berlutut di lantai marmer yang dingin, menyadari bahwa ia telah kehilangan satu-satunya wanita yang membuatnya merasa menjadi dirinya sendiri, yang membuatnya berani menangis. Ia kehilangan ibu dari anaknya.

"Kaila!" teriak Arya, suaranya menggema di rumah yang kini terasa hampa dan dingin. "Aku mencintaimu! Aku mencintaimu, Kaila!"

Namun, sudah terlambat.

Teriakan itu hanyalah gema yang sia-sia di rumah yang kini kembali sepi. Arya tahu, ini adalah konsekuensi dari ketidakjujurannya tentang perasaannya, kebanggaan, dan kebodohannya sendiri yang gagal melindungi Kaila dari dunia yang brutal.

1
Indah Rosyida
asik bacanya
Oma Gavin
sekarang kamu merasa menang arya dan nayla tunggu saja seperti ucapan kakek wira kalian hanya menunggu waktu pembalasan atas perbuatan kalian semua ke kaila
Oma Gavin
ngapain takut melahirkan dan merawat anakmu kaila selama kamu sehat bisa bekerja keluar dari rumah tersebut kenapa kamu ragu jgn gadaikan harga diri mu untuk orang2 yg menganggap rendah dirimu jgn sampai kamu menyesal telah menukar anakmu dgn dalih tdk bisa memberikan yg terbaik builshit
Aquarius97 🕊️
jangan mau kaila,
Aquarius97 🕊️
hadir Thor 👋🏻
Aquarius97 🕊️: siap Thor 👋🏻
total 2 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!