NovelToon NovelToon
Kembalinya Dewa Beladiri

Kembalinya Dewa Beladiri

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi Timur / Spiritual / Reinkarnasi / Kelahiran kembali menjadi kuat / Budidaya dan Peningkatan / Balas dendam dan Kelahiran Kembali
Popularitas:31.7k
Nilai: 4.3
Nama Author: SuciptaYasha

Setelah mengorbankan dirinya demi melindungi benua Tianlong, Wusheng, Sang Dewa Beladiri, seharusnya telah tiada. Namun, takdir berkata lain—ia terlahir kembali di masa depan, dalam tubuh seorang bocah lemah yang dianggap tak berbakat dalam seni bela diri.

Di era ini, Wusheng dikenang sebagai pahlawan, tetapi ajarannya telah diselewengkan oleh murid-muridnya sendiri, menciptakan dunia yang jauh dari apa yang ia perjuangkan. Dengan tubuh barunya dan kekuatannya yang tersegel, ia harus menemukan jalannya kembali ke puncak, memperbaiki warisan yang telah ternoda, dan menghadapi murid-murid yang kini menjadi penguasa dunia.

Bisakah Dewa Beladiri yang jatuh sekali lagi menaklukkan takdir?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

29 Malam Yang Tenang: Kamar Lin Shuelan

Mu Xie menyipitkan matanya, jelas tersinggung oleh cara Wu Shen membalikkan ejekannya.

“Jangan membalikkan fakta, pecundang. Aku hanya ingin memastikan semua orang melihat saat kau dihancurkan di depan umum. Agar kau tidak memiliki keberanian untuk menunjukan wajahmu lagi di tempat ini.”

Wu Shen tersenyum tipis. “Kalau begitu, pastikan kau bertahan cukup lama di turnamen agar bisa berhadapan langsung denganku. Akan sangat disayangkan jika kau gugur lebih awal dan tidak sempat memamerkan semua gertakanmu ini.”

Mu Xie mendengus, bahunya sedikit naik karena emosi yang mulai mendidih. Namun sebelum ia bisa menjawab, suara Jing Hun terdengar dari samping.

“Lucu sekali,” katanya dengan nada ringan namun tajam. “Kau datang ke sini seperti anjing yang mengendus-endus bau panggung. Padahal orang-orang yang layak sudah bicara dan sepakat—kau hanya datang untuk mengacaukan suasana.”

Mu Xie melirik tajam ke arah Jing Hun, tapi pemuda itu tetap tersenyum, santai dan tak terintimidasi.

“Dan jangan khawatir soal Wu Shen,” lanjut Jing Hun. “Dia akan mendaftar. Tapi bukan untuk membuktikan apa pun pada orang sepertimu. Dia akan berdiri di arena demi kehormatannya sendiri—bukan untuk menjawab gonggongan.”

Beberapa orang tertawa pelan mendengar analogi itu, dan Mu Xie merasa pipinya memanas. Matanya menyapu seluruh ruangan yang kini menatapnya dengan campuran geli dan tidak hormat.

“Baiklah,” katanya, suaranya rendah dan dingin. “Kalian semua boleh tertawa sekarang. Tapi aku bersumpah… saat turnamen itu dimulai, aku akan membungkam mulut-mulut lancang ini. Dan kau, Wu Shen…”

Tatapan Mu Xie semakin menusuk, “...kau akan berlutut di hadapan semua orang. Kita lihat siapa yang akan tertawa terakhir.”

Tanpa menunggu balasan, Mu Xie berbalik dan melangkah pergi dengan jubah yang berkibar keras, meninggalkan aura kekesalan yang masih terasa menggantung di udara.

Wu Shen hanya menghela napas dan melirik Jing Hun yang mengedipkan sebelah matanya kearahnya. Tak bisa dipungkiri jika Wu Shen benar-benar tidak mengerti dengan cara berpikir pria di hadapannya itu.

Pertama kali bertemu, Jing Hun menunjukkan tatapan bermusuhan, ia mengajak salaman tapi malah mencengkram erat tangannya seolah ingin memberikan tantangan. Dan sekarang, Jing Hun bahkan membelanya dari ejekan Mu Xie.

Wu Ruoxi tiba-tiba menarik pakaian Wu Shen dan berbisik pelan kepadanya. "Ingat jika kau telah berjanji untuk menahan kekuatanmu, jangan terpancing oleh gertakannya sehingga kau melakukan tindakan yang bodoh."

"Aku mengerti, ibu," jawab Wu Shen pelan.

...

Malam itu, aula pertemuan mulai kosong. Tawa dan diskusi yang sebelumnya memenuhi ruangan kini hanya tinggal gema samar di dinding batu. Cahaya lentera mulai meredup, menandai berakhirnya pesta kecil di tempat itu.

Lin Shuelan berjalan kembali ke kamarnya. Langkahnya ringan, dan senyum kecil tak bisa ia sembunyikan.

Di balik semua tekanan dan tatapan ragu dari anggota keluarganya, malam ini ia merasa... berhasil.

Saat sampai di kamarnya, ia melepas ikatan rambut panjangnya. Rambut merah darah itu tergerai indah, bergoyang pelan diterpa angin malam yang tiba-tiba masuk dari jendela.

Clakkk... Jendela terbuka.

Lin Shuelan menoleh cepat, waspada. Namun sebelum ia bisa meraih belati di balik jubah tidurnya, sesosok tubuh masuk lewat jendela dengan gerakan ringan dan senyap.

“Stttss... jangan berteriak,” bisik suara itu. “Ini aku.”

"Wu Shen?!" bisiknya kaget, hampir setengah berteriak sebelum menutup mulutnya sendiri. "Apa yang kau lakukan di sini? Kenapa kau mengendap-endap? Kau bisa saja ditangkap penjaga, kau tahu?"

Wu Shen mengangkat tangannya seolah menyerah. “Aku tahu, aku tahu. Tapi aku harus bicara denganmu. Ini penting.”

Shuelan mengerutkan kening, tapi akhirnya memberi isyarat agar Wu Shen duduk.

"Apa yang begitu penting sampai kau harus memanjat jendela kamar orang lain malam-malam begini?"

Wu Shen menghela napas, matanya serius. “Tentang Patriak Wu. Kakekku...”

Shuelan langsung memusatkan perhatiannya.

“Aku tidak yakin dia benar-benar berniat menjalankan kerja sama ini dengan tulus,” lanjut Wu Shen pelan.

Lin Shuelan menunduk, lalu duduk di sisi tempat tidurnya. Angin malam masih berhembus lembut dari jendela yang belum tertutup.

“Sejujurnya… aku juga merasa seperti itu. Patriak Wu terlalu cepat menyetujui perjanjian ini, padahal kita tahu dia membenci sekte kami. Tapi... aku tidak punya pilihan. Kerja sama ini adalah satu-satunya cara agar aku dianggap berguna di keluargaku.”

Wu Shen menatap Lin Shuelan yang kini duduk memeluk lutut di sisi ranjang. Cahaya lentera dari sudut ruangan menyorot wajahnya yang lembut, membentuk siluet hangat di tengah udara malam yang perlahan mendingin.

Angin dari jendela masih berhembus pelan, memainkan helaian rambut merah gadis itu.

Shuelan mengangkat wajahnya dan tersenyum kecil. “Kau terlalu banyak berpikir, Wu Shen.”

Wu Shen mengangkat alis. “Apa maksudmu?”

“Kau selalu merasa harus menanggung beban semuanya sendiri. Tapi tidak semua hal harus kau pecahkan sendirian,” ucapnya pelan, menatap mata Wu Shen dengan penuh ketulusan. “Semuanya akan baik-baik saja. Aku yakin... kami bisa melewati ini.”

Ucapan itu membuat dada Wu Shen terasa hangat. Tatapannya melembut, dan tanpa sadar, senyuman tipis muncul di wajahnya.

Beberapa saat berlalu dalam keheningan yang tak canggung, hanya suara lembut daun-daun malam di luar jendela yang menemani.

Wu Shen akhirnya bertanya dengan suara pelan, “Kau benar-benar harus pulang besok?”

Shuelan mengangguk pelan. “Iya… Aku harus menyampaikan berita kerja sama ini secepat mungkin pada para tetua. Mereka pasti sudah menunggu kabar.”

“Aku mengerti…” Wu Shen menjawab, meski ada nada kecewa yang samar dalam suaranya. Ia memalingkan wajah ke arah jendela, menyembunyikan ekspresinya.

Shuelan tersenyum tipis, lalu melanjutkan dengan nada riang. “Sebenarnya... aku ingin sekali menyaksikan pertandingan bela diri itu. Pasti seru melihat kalian saling adu teknik di arena, dengan semua sorakan dan kemegahan itu.”

“Kau suka pertandingan semacam itu?” tanya Wu Shen, menoleh sekilas.

Wu Shen terdiam sejenak, memperhatikan wajah gadis itu. Pipi Lin Shuelan terlihat memerah sedikit, entah karena malu atau dinginnya angin malam.

“Kenapa kau melihatku seperti itu?” tanya Shuelan pelan, tak berani menatap balik.

Wu Shen buru-buru memalingkan wajahnya ke arah lain. “Ah... tidak apa-apa. Hanya... kau terdengar sangat senang saat berbicara.”

"Be-benarkah?" ucap Lin Shuelan sedikit gugup.

Suasana menjadi hening lagi. Tapi kali ini, bukan karena canggung. Hati mereka berdebar, tapi keduanya memilih untuk tidak mengatakan hal yang terlalu dalam.

Ada semacam batas tak terlihat yang belum siap mereka lewati malam ini.

Tiba-tiba, Wu Shen mengingat tentang Jing Hun, pria yang awalnya terlihat memusuhinya tiba-tiba malah membantunya untuk menghadapi kesombongan Mu Xie.

Untuk mengalihkan suasana, Wu Shen akhirnya bertanya dengan pelan, “Ngomong-ngomong… soal Jing Hun. Menurutmu bukankah dia sedikit aneh?”

1
Nanik S
Apakah Whu Shen akan ikut pertandingan
Nanik S
Shiiiii0
Yuga Pratama
caw
Nanik S
Lanjut Terus Tor
arumazam
mungkin xieran adl keturunan asli kerajaan
Caveine: segampang itu ya di tebak 😭😭🙏
total 1 replies
arumazam
semakin rumit
didik iswahyudi
wu shen bakal ketahuan karena lukanya
didik iswahyudi
besok sudah ada pertandingan, akan ada yg mencelakai ibunya dan dia skarang lg sakit
Rinaldi Sigar
lnjut
Rinaldi Sigar
lanjut
Rinaldi Sigar
lnjut
Rinaldi Sigar
lanjut
Lanjutkan Tor
Akhirnya kembali kerumah
Xieran kasihan... gadis kecil mungkin merasa punya teman dan kakak buat hatinya
Yuga Pratama
ini nih yg mulai bikin ruet hidup
Lanjut terus
Cerita yang bagus Tor 👍👍
arumazam
mungkin xieran adl turunan longsen
didik iswahyudi
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!