LANJUTAN OH MY JASSON. HARAP BACA OH MY JASSON TERLEBIH DULU
Kimmy mencoba berusaha melupakan Jasson, laki-laki yang sudah ia sukai sejak dari kecil. Ia memilih fokus dengan pendidikannya untuk menjadi calon dokter.
Setelah tiga tahun, Kimmy kembali menjadi wanita dewasa dan mendapat gelar sebagai seorang dokter muda. Namun pertemuannya kembali dengan Jasson, pria yang memiliki sikap dingin itu justru malah membuat usahanya selama ini menjadi sia-sia.
Sebuah jebakan memerangkap mereka berdua dalam sebuah ikatan pernikahan. Namun pernikahan mereka berdua semata hanya tertulis di atas kertas dan di depan keluarga saja. Perjanjian demi perjanjian mereka sepakati bersama. Meskipun dalam hubungan ini Kimmy yang paling banyak menderita karna memendam perasaannya.
Banyak sekali wanita yang ingin mendapatkan hati Jasson, tak terkecuali teman sekaligus sekretaris pribadinya. Lantas, akankah Kimmy mampu meluluhkan hati laki-laki yang ia sukai sejak kecil itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nona lancaster, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meminjam Elga
Harry tak henti-hentinya memberikan nasehat kepada Jasson untuk bersikap sebagaimana mestinya. Diterima atau tidaknya, ia tidak peduli. Yang terpenting, dirinya sudah memberikan nasehat dan solusi kepada sahabatnya tersebut. Sepulang dari rumah Jasson, Harry tak langsung pulang ke Apartement maupun ke rumahnya. Laki-laki itu terlebih dulu mampir ke kantor Kendrick untuk menemui seseorang.
*
Suara langkah kaki berasal dari sepatu heels yang terdengar menggema di lorong kantor, mengalihkan perhatian Harry yang kala itu duduk di kursi tunggu. Seorang wanita yang ia tunggu-tunggu sejak dari tadi. Siapa lagi jika bukan Jesslyn. Ya, Harry pergi ke kantor Kendrick hanya ingin menemui wanita itu—saudara kembar dari sahabatnya—wanita yang sangat ia idam-idamkan. Raut wajah datar Jesslyn yang tak ramah senyum dan juga tatapannya yang terkesan angkuh, menjadi daya pikat sendiri bagi Harry saat melihatnya. Rasanya Harry ingin selalu berlama-lama menatap wajah cantik Jesslyn yang sama sekali tidak membosankan untuk dipandang.
Harry pun beranjak berdiri meninggalkan kursi besi yang ia duduki sejak kurang lebih dua puluh menit yang lalu. Seulas senyuman ia sematkan kepada Jesslyn yang baru saja berhenti melangkahkan kaki persis di hadapannya.
“Hai, Jesslyn.” Mata Harry mendadak lumpuh saat kedua matanya menemui manik mata berwarna perak milik wanita itu.
“Ada apa kau kemari?” Jesslyn menghunuskan tatapan tajam kepada Harry seraya melipat kedua tangannya di atas perut. Tatapan seorang musuh.
“Aku kemari karena membutuhkan bantuanmu.”
Jesslyn menarik salah satu sudut bibirnya. “Kau membutuhkan bantuanku?”
“Iya, aku membutuhkan bantuanmu.”
“Tetapi sayangnya aku tidak mau membantu pengacau seperti dirimu!” Jesslyn memutar kedua bola matanya, diikuti dengan tubuh rampingnya yang nyaris meninggalkan laki-laki itu pergi dari sana.
“Ini masalah Jasson!” Langkah kaki Jesslyn mendadak berhenti. Ia kembali membalikan tubuhnya menghadap ke arah Harry hingga rambut pirangnya yang kala itu tergerai bebas mengikuti gerak kepalanya mengarah, semakin menambah kesan seksi di mata laki-laki itu.
“Jasson? Apa dia sudah pulang?” Lagi-lagi Harry hanya bisa meneguk ludahnya saat melihat bibir berwarna merah layaknya buah cherry yang baru saja dipetik itu serasa tengah menggodanya.
“Katakan di mana Jasson?” Jas milik Harry kini menjadi sasaran tangan Jesslyn untuk direnggutnya. Merasa tidak sabar menunggu jawaban Harry.
“Iya, Jasson sudah pulang. Sekarang dia sedang berada di rumah.”
“Aku harus memberitau kakak dan juga Papa sekarang.”
“Jangan!” Harry seketika menarik pergelangan tangan Jesslyn yang nyaris meninggalkan dirinya. Tubuh mereka saling terhimpit satu sama lain karena Harry menarik tubuh wanita itu dengan sangat keras hingga hanya menyisakan sedikit celah di antara keduanya.
Jesslyn dengan kesalnya mendorong tubuh Harry. “Jangan mencari kesempatan dengan menyentuhku, dasar pengacau!” serunya sembari memelototkan kedua matanya.
“Maaf ... “ Harry mengangkat kedua tangannya sambil terkekeh gemas melihat wajah galak wanita itu. “Jangan memberitahu Kakak Ken dan Paman Gio dulu.”
“Kenapa kau melarangku?” serunya dengan tatapan yang sengit.
“Emosi Jasson masih belum stabil, jadi biarkan dia sendiri dulu.”
“Kalau begitu apa niatmu datang kemari?” Suara galak itu terdengar menggema di lorong kantor.
“Aku hanya membutuhkan bantuanmu.”
“Bantuan apa?” serunya.
“Tolong mintalah izin kepada Alana supaya Elga boleh dipinjam oleh Jasson sehari untuk menemui Kimmy.”
Jesslyn mengernyitkan dahinya. Merasa bingung dengan permintaan Harry. “Meminjam Elga?”
“Iya.”
“Kenapa harus meminjam Elga?”
“Kau kan tau Kimmy sangat menyayangi Elga. Setidaknya, Elga bisa membujuk Kimmy untuk pulang bersama Jasson dan memaafkannya.”
“Oh, iya, kenapa aku tidak berpikiran hingga ke sana.”
“Kau bisa membantuku?” tanya Harry.
“Tentu saja bisa. Aku akan bilang kepada Alana sepulang dari kantor.” Senyuman Jesslyn kali ini tampak bersahabat dan setuju dengan ide yang diberikan oleh Harry.
“Hanya meminjam Elga saja, kan?” tanya Jesslyn.
“Iya, Elga dipinjam oleh Jasson. Dan, kau ... kupinjam.” Harry tersenyum usil membuat Jesslyn merasa kesal.
“Kau bilang apa?” Kedua mata Jesslyn melotot. Nyaris memenuhi wajahnya.
“Tidak. Aku hanya bercanda.” Harry terkekeh.
***
Di rumah Bibi Bea, sejak siang tadi Kimmy terlihat gelisah. Wanita itu berjalan mondar-mandir di dalam kamar yang akan ia tempati selama di sana. Sementara Bibi Bea sendiri sedang pergi ke supermarket berbelanja makanan untuk persediaan musim dingin yang akan datang.
Merasa tidak tenang dan semakin gelisah. Kimmy memutuskan keluar meninggalkan kamarnya dan berjalan ke ruang tengah untuk mendekati nakas yang menampakan sebuah telepon kabel di atasnya.
Kimmy menarik napasnya dan mengembuskannya secara perlahan. Ia dengan ragu mengangkat gagang telepon dan meletakannya di dekat daun telinga setelah tombol-tombol angka yang tertera di sana ia tekan satu persatu sesuai dengan nomor telepon yang ia tuju. Suara nada dering terdengar menghubungkan.
“Selamat sore kediaman Jasson Moen.” Suara seorang wanita yang tak lain Bibi Katty terdengar menyahut dari seberang sana.
“Halo, Bibi Kattt?”
“Nona Kimmy?” Suara Bi Katty terdengar begitu senang saat mengetahui sang penelepon tak lain ialah Kimmy. Ya, wanita itu sudah mengenal betul suara majikannya.
“Bibi, apa Jasson di rumah?” tanya Kimmy.
“Iya, Nona, Tuan sekarang berada di kamarnya. Sebentar saya akan memanggilkan Tuan.”
“Jangan, Bi!” seru Kimmy.
“Kenapa, Nona?”
“Tidak apa-apa. Jangan beri tau dia kalau Kimmy menelepon. Kimmy hanya mau tanya apa Bibi sudah membuatkan makan siang untuk Jasson?”
“Sudah, Nona. Tetapi Tuan sama sekali tidak mau makan.”
“Dia tidak mau makan?” Kimmy begitu terkesiap.
“Iya, Nona. Keadaan Tuan sepertinya kurang sehat.” Mendengar pernyataan Bibi Katty, Kimmy tiba-tiba merasa bersalah.
“Bibi Katty, coba nanti Bibi buatkan makanan kesukaan Jasson supaya dia mau makan.”
“Makanan kesukaan Tuan Jasson apa, Nona?” tanya Bi Katty. Kimmy sejenak membisu. Ia tidak bisa menjawab pertanyaan Bi Katty, karena dirinya sendiri tidak tau apa makanan kesukaan suaminya.
“Ehm, biasanya Jasson lebih suka makan apa, ya, Bi?” tanya Kimmy.
“Saya kurang tau, Nona, karena kan Tuan jarang sekali makan di rumah. Kalaupun saya atau Nona Kimmy yang masak Tuan selalu memakannya dan tidak pernah pilih-pilih.” Keheningan sesaat kembali terjeda di antara Kimmy dan juga Bibi Katty.
“Kalau begitu Bibi masakan saja lasagna buat Jasson.”
“Baiklah, Nona, setelah ini akan saya masakan pasta lasagna buat Tuan.”
“Tapi tolong pastikan Jasson benar-benar memakannya, ya, Bi.”
“Kalau Tuan tidak mau memakannya bagaimana, Nona? Saya takut kalau memaksa Tuan. Karena daritadi Tuan Jasson marah-marah,” ujar Bi Katty dengan berbisik takut suaranya terdengar oleh Jasson.
“Tidak usah dipaksa, Bi. Yang penting Bibi masakan saja makanan untuknya.”
“Baiklah, Nona.” Peracakapan antara keduanya pun berakhir. Kimmy mengembalikan telepon itu ke tempatnya semula.
Kimmy mengatur napasnya yang tiba-tiba memberat. Mata peraknya yang menatap ke sembarang arah kini berkilat-kilat. “Bahkan aku tidak tau makanan kesukaan Jasson apa. Karena dia lebih sering makan di luar bersama Nona Alea. Ya, Nona Alea sangat tau tentang Jasson. Apapun itu.” Kimmy memejamkan kedua matanya hingga cairan bening tiba-tiba ikut tersapu menggenangi wajahnya. Hatinya yang semula sedikit membaik kini kembali terluka.
Ceklek.
Pintu terbuka.
Seorang wanita tua berambut putih dengan kain bercorak yang menutupi sebagian kepalanya, dan membawa beberapa kantung belanjaan tiba-tiba masuk ke dalam rumah dan kini berjalan mendekati Kimmy. Wanita itu tak lain ialah Bibi Bea.
“Kimmy sayang, kenapa kau menangis?”
Bibi Bea terkesiap saat melihat keponakannya tersebut menangis. Begitu pun dengan Kimmy yang sama terkesiapnya saat melihat bibinya itu ternyata sudah pulang dari supermarket. Kimmy menyembunyikan wajahnya dan dengan cepat menghapus air matanya yang masih mengalir di sana.
“Bibi sudah pulang? Kenapa cepat sekali?” Kimmy tersenyum, berusaha menyembunyikan rasa sakitnya supaya tampak baik-baik saja.
“Kau kenapa menangis?” Barang belanjaan itu digeletakan begitu saja di bawah lantai. Kini kedua tangan yang mulai renta itu menangkup rahang Kimmy. Memperhatikan kedua mata keponakannya yang masih dilekati sisa-sisa air mata.
“Tidak, Kimmy tidak menangis.” Kimmy membantah tegas. Berusaha menyembunyikan wajahnya.
“Bibi bukan anak kecil yang bisa kaubohongi. Ayo kemari duduk.” Bibi Bea menarik tangan Kimmy. Menyuruh keponakan satu-satunya itu untuk duduk di atas sofa. Rambut berwarna madu yang terlihat sedikit berantakan, kini dirapikan oleh Bibi Bea dengan kedua tangannya.
“Ayo bercerita kepada Bibi siapa yang membuatmu menangis anak manis?”
“Tidak Bibi.” Kimmy meggelengkan kepalanya. Namun, sorot mata yang sendu itu tidak bisa membohongi kakak kandung dari papanya tersebut.
Bibi Bea mendengus kesal. “Kimmy, kalau kau tidak mau bercerita kepada Bibi, Bibi akan menyuruhmu tidur di kandang domba!” gertaknya.
Kimmy memejamkan singkat kedua matanya seraya mengembuskan napas berat. Ia menatap dalam kedua bola mata bibinya. “Bibi Bea ...”
“Iya, Sayang?”
“Bibi, apa Kimmy salah bersikap seperti ini kepada Jasson?”
Kebisuan sejenak dirasakan oleh Bibi Bea. Bingung harus menjawab pertanyaan Kimmy. “Sebenarnya memang salah, Nak. Kau sudah dewasa, bukan anak kecil lagi. Dan apapun masalah rumah tangga kalian, seharusnya kau menyelesaikan dengan suamimu secara baik-baik. Bukan malah meninggalkan suamimu sendirian di rumah dan mengungsi kemari. Ini justru tidak akan menyelesaikan masalah, Sayang,” tutur Bibi Bea seraya mengusap kepala Kimmy.
“Kimmy hanya ingin menenangkan diri selama beberapa hari. Karena Kimmy merasa masih sakit hati jika melihat Jasson, Bi. Dia sudah membohongi Kimmy.”
Kimmy membenamkan tubuhnya di pelukan Bibi Bea. Air matanya yang sempat menyurut, kini meledakkembali. Bibi Bea membalas pelukan Kimmy, namun tetap hati-hati supaya ia tidak mengenai luka lengan tangan keponakannya yang belum mengering sepenuhnya.
“Sayang, jangan menangis. Jasson kan sudah meminta maaf. Lagipula ini bukanlah sebuah kebohongan yang besar. Dia hanya berbohong masalah pekerjaan saja. Tidak ada yang perlu dibesar-besarkan, Sayang.” Bibi Bea mengelus-elus rambut keponakannya secara berangsur. Berusaha menenangkan Kimmy yang masih menangis dalam dekapan hangatnya.
“Sekecil apapun kebohongan, itu akan terasa sangat menyakitkan bagiku. Semua orang tidak tau bagaimana perasaanku selama ini. Bagaimana selama ini aku jatuh cinta dan patah hati sendirian. Hanya aku yang bisa merasakannya. Bukan orang lain.” gumam Kimmy dalam hati.
“Jasson sendiri yang bilang kepadaku akan memindahkan Nona Alea. Tapi nyatanya dia tidak bisa. Dia sangat bergantung kepada wanita itu. Ya, mungkin perasaannya juga, itu sebabnya Jasson membohongiku .”
“Dari dulu Jasson lebih banyak menghabiskan waktu bersama Nona Alea daripada bersamaku. Nona Alea mengetahui apapun tentang Jasson, buku, makanan, minuman kesukaannya. Sedangkan aku? Bahkan Jasson sangat tertutup kepadaku. Dia tidak pernah membiarkan aku masuk ke dalam duniannya. Menyentuh barangnya saja aku tidak boleh. Dia selalu bersikap dingin kepadaku, sementara bisa bersikap lembut dan penuh tawa dengan Nona Alea.”
"Jasson tidak pernah memajang foto pernikahan kita, justru di kamarnya hanya ada fotonya berdua bersama Nona Alea yang mungkin sudah bertahun-tahun terpajang di sana. Dan jika foto itu tidak dijatuhkan oleh Elga, mungkin foto itu akan tetap terpajang sampai saat ini."
"Semuanya memang berubah semenjak kami bulan madu. Jika tidak ada hari itu, mungkin sikapnya kepadaku akan sama seperti sebelum-sebelumnya. Jasson hanya menginginkan apa yang belum pernah didapatkan dari diriku."
Kimmy semakin mengeratkan pelukannya. Air matanya yang kini berhamburan menggenangi wajah ialah bentuk dari rasa sakitnya selama ini. Kimmy tidak bisa bercerita atau berbagi rasa sakitnya kepada siapapun. Apalagi kepada kedua orang tuanya. Kimmy bisa saja memaklumi Jasson, tetapi orang tuanya? Apakah mereka juga bisa memaklumi Jasson seperti Kimmy memakluminya? Apa mereka juga bisa memaafkan Jasson seperti Kimmy memaafkannya jika mengetahui bahwa putrinya selama ini lebih banyak terluka daripada bahagia?