Terbelenggu dalam pernikahan yang tidak diinginkan, mampukah pernikahan itu bertahan?
Bagaimana bila yang selalu berjuang justru menyerah saat keduanya sudah disatukan dalam ikatan suci pernikahan?
“Cinta kita seperti garis lurus. Bukan segitiga atau bahkan persegi. Aku mencintai kamu, kamu mencintai dia dan dia mencintai orang lain. Lurus kan?” ucap Yuki dengan tatapan nanar, air mata yang mulai merembes tertahan di pelupuk mata. “Akan lucu dan baru menjadi bangun datar segi empat bila sosok yang mencintai aku nyatanya dicintai orang yang kamu cintai.”
“Di kisah ini tidak ada aku, hanya kamu dan kita. Bukankah kita berarti aku dan kamu? Tapi mengapa kisah kita berbeda?” Ucapan lewat suara bergetar Yuki mampu menohok lawan bicaranya, membungkam bibir yang tiba-tiba beku dengan lidah yang kelu.
Ini adalah cerita klise antara pejuang dan penolak hadirnya cinta.
*
*
*
SPIN OFF Aara Bukan Lara
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hana Hikari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sebrengsek dan Secinta Itu
“Capek gue.” Merebahkan separuh tubuhnya dengan kaki menggantung di sofa ruang tamu rumah Saka, kepala Keven mendongak dengan mata terpejam. Nafasnya terdengar berat namun cukup terhembus beraturan.
Mengibaskan noda air hujan di celana panjang yang nyatanya tidak berefek apapun, Saka menatap malas pada Keven. “Capek lagi gue. Kalau tau elo gak sendirian udah gue biarin.”
“Kurang apa lagi coba Kev, malam, hujan, mobil mogok, terus..” Tersenyum miring, Saka sengaja menjeda kalimatnya. Memainkan kedua alisnya naik-turun serentak, lirikan mata Saka tersirat penuh makna.
“Gak usah ngaco elo!” Ucap Keven meninggi disertai lemparan bantalan kursi. Sangat terpampang nyata maksud kalimat Saka. Dasar Saka laki-laki berotak kotor, mungkin seperti itulah umpat Keven dalam hati.
“Fix dia emang naksir elo.” Ucap Saka tiba-tiba yang sudah bukan hal baru bagi Keven semenjak Yuki bekerja di restoran mereka.
Memutar bola matanya malas, Keven menepuk dada Saka yang sudah ikut duduk di samping kanannya. “Gak usah bahas itu lagi. Bosen gue itu terus.”
“Sakit woi..!” Keluh Saka sambil mengusap dada bidangnya.
“Lembek!” Cibir Keven sembari menatap remeh pada Saka.
“Jangan bilang elo belum move on dari mantan terindah?” Celetuk Saka tiba-tiba sekenanya. Tangannya bergerak ke belakang kepala, terlipat sebagai tumpuan, tidak lupa Saka juga melemaskan punggungnya pada sandaran sofa.
“Gak ada mantan terindah, Ka.” Balas Keven cepat sambil terkekeh. Entah apa yang lucu, tapi jelas kekehan Keven sangat hambar, tidak bahagia atau sekedar menutupi kesedihan.
Semuanya benar-benar hampa jika berhubungan dengan mantan pacarnya. Seperti apa jalinan kisah mereka sebenarnya hanya Keven yang tau, bahkan tidak secuil pun cerita mereka yang Keven bagikan kepada Saka.
“Terus kalau gak indah kenapa elo gak bisa lupa?” Tanya Saka dengan sebelas alis menukik naik, ia penasaran pada kisah beberapa tahun lalu yang terkesan Keven tutupi dan lupakan begitu saja. Apa sebegitu menyakitkannya sehingga Keven enggan berbagi kisah itu pada Saka, sahabat Keven satu-satunya.
“Kalau indah gak mungkin gue memilih berhenti dan putus.” Jawab Keven telak.
“Mungkin aja kan kenangan setelah berpisah yang baru kerasa indah.” Ucap Saka lagi seakan ngotot dengan pendapatnya atas apa yang menimpa Keven. Terkadang pihak luar memang lebih merasa paham dan sok mengerti dengan apa yang orang lain alami. Benar atau salah, hal itu seolah menjadi urusan belakangan, hanya memaksa pendapat yang dikedepankan terlebih dahulu.
“Lo kayak gak kenal gue aja.” Desah Keven jengah, melirik sinis pada Saka yang justru menyengir. “Lagi pula buat apa mikirin dia yang udah nyakitin gue?” Ucap Keven acuh, namun helaan nafas Keven menunjukan dirinya sedang kecewa.
Beranjak dari posisi duduknya, Saka tau Keven mulai tidak nyaman dengan topik yang sedang mereka bahas. “Tadi lo apain aja anak gadis orang sampai betah nemenin elo?” Ucap Saka mengalihkan pembicaraan.
“Masih aja lo bahas dia. Kesel gue!”
“Lagian mana bisa gue gak mikir aneh-aneh lihat elo pakai singlet aja. Cuma lucunya yang kayak anak perawan di situ bukan Yuki, tapi elo. Hahaha..” Tergelak tawa kencang, Saka benar-benar menertawakan Keven sepuas-puasnya.
“Gue sempat kaget tadi lihat posisi kalian, mana mobil goyang lagi. Udah travelling otak gue. Eh, tau-taunya kandas rupanya ada yang digodain cewek malah gemeteran.”
“Agresif banget itu cewek. Gue gak suka.”
“Lucu lagi dia itu. Elo aja yang gak bisa ngimbangin kalau dia mulai ngoceh. Buktinya gue biasa aja kalau ngobrol sama Yuki.”
“Ya karena elo sama dia memang sefrekuensi.”
“Sefrekuensi biasa langsung cocok kalau jadi teman. Tapi yang berlawanan kayak elo tiba-tiba jadi jodohnya.”
“Resek ya elo!”
“Udah lah, gue mau lanjut tidur. Sayang banget hujan gini gue gak langsung tidur.” Ucap Saka sambil menutup mulutnya yang menguap. Kantuk mulai terasa mendera tubuh lelahnya.
“Alia..” Ucap Keven terbata dalam intonasi lirih menghentikan langkah Saka. Keven sedikit ragu untuk mengungkapkan sesuatu yang ada di benaknya.
“Hm? Alia kenapa?” Memutar badannya sedikit menyerong, kepala Saka tertoleh pada Keven yang menatapnya penuh tanya. Jelas kerutan samar di dahi Saka kini terbentuk semakin nyata.
“Elo udah ungkapin perasaan lo ke Alia?” Tanya Keven akhirnya dengan lugas, menatap tepat pada sepasang pupil mata Saka.
“Belum.” Menggeleng perlahan, Saka tersenyum tipis. “Gak secepat itu Kev. Dia baru pulang. Biarin dia nikmati kesendiriannya dulu, terus baru gue modusin ajak jalan atau ambil kesempatan berdua. Setelah itu juga lama-lama ungkapan cinta gue bakal mengalir gitu aja.”
“Kelihatan banget playboy.” Sindir Keven dengan senyum mengejek.
“Bukan playboy, tapi masalah cinta itu gak hanya butuh ketulusan perasaan yang ada di sini.” Ucap Saka sambil memukul pelan dadanya, hanya dua kali, namun sangat kentara sedang menyombongkan diri.
“Rencana matang dan cerdik juga perlu. Gue kan mau sesuatu yang berkesan, gak perlu lah buru-buru.” Imbuh Saka lagi dengan senyuman yang terlukis nyata di wajah rupawan nya. Merekah indah memamerkan gigi putih yang rata.
“Lo serius kan sama Alia?” Ujar Keven lagi, melontarkan pertanyaan tanpa keraguan yang tersisa.
Menghembuskan nafasnya pelan, Saka tidak langsung menanggapi pertanyaan Keven. Ia melangkah mendekat pada Keven yang masih setia mendudukkan diri di sofa. Sepersekian detik kemudian Saka mengulurkan tangan kanannya, memegangi bahu kiri Keven dan memberikan tatapan yang serius.
“Gue cinta sama Alia. Sebanyak apapun mantan pacar gue, semua itu cuma pengalihan dari rasa cinta gue ke Alia yang nggak terbalaskan. Sebrengsek dan secinta itu gue sama Alia. Itu yang perlu lo tau, Kev.” Tutur Saka tanpa ragu dan tanpa tau malu. Benar-benar brengsek dirinya yang memacari semua mantan pacarnya tanpa cinta, hanya rayuan dan bualan belaka.
“Brengsek..” Umpat Keven pada Saka, ia sempat terkekeh tidak percaya pada kelakuan sahabatnya itu.
“Gue pegang ucapan elo. Gak perduli elo itu juga sahabat gue, kalau sampai elo sakiti Alia, maka elo harus berhadapan sama gue!” Ancam Keven serius pada Saka. Tidak akan ia biarkan Saka bertingkah lebih jauh lagi bila menyangkut Alia. Ketiganya memang sangat dekat, bahkan sudah mulai bersahabat dari masa putih abu-abu.
“Iya-iya, iya.. Gak mungkin gue nyakitin Alia. Selama ini gue selalu berusaha kasih yang terbaik buat Alia. Meski gak gue sendiri sih yang berusaha, selalu ada lo yang bantuin gue.” Ucap Saka santai, menaik-turunkan sepasang alis tebal di wajahnya.
“Kayaknya setelah ini gue gak mau bantuin elo lagi.” Ucap Keven asal, berlalu dengan santai menuju kamar Saka yang biasa ia tempati jika menginap di rumah Saka.
“Maksudnya?” Tanya Saka bingung, mengernyit penuh tanya hingga akhirnya tersadar akan sesuatu yang penting. “Jangan bercanda, Kev! Gue masih perlu bantuan elo sebelum restoran gue maksimal.”
“Itu urusan elo.” Jawab Keven acuh dengan terus melangkah maju, mengabaikan Saka si pemilik rumah yang mengekor di belakangnya.
“Gak, pokoknya gak. Itu restoran hadiah buat Alia. Kali aja gue bisa jadi suami Alia sebelum restoran itu berkembang. Hitung-hitung lo bantu gue kasih hadiah pernikahan deh.” Pinta Saka memaksa Keven. Sedikit lagi restoran di lokasi berbeda sedang dibangun selesai. Anggap saja seperti anak cabang, namun semua itu adalah hasil dari jerih payah Saka seorang yang nantinya ditujukan hanya untuk Alia.
“Berhenti halu, Ka. Usaha dulu sana!” Ucap Keven setengah mencibir sembari melempar jaket Yuki yang sedari tadi dipegangnya.
...****************...
*
*
*
Selamat menata puzzle kisah Yuki😘