Nico Melviano, dia merasa dirinya pria bodoh membuang waktu bertahun-tahun menunggu cinta berbalas. Tapi ternyata salah, wanita itu tidak pantas untuk ditunggu.
Cut Sucita Yasmin, gadis Aceh berdarah Arab. Hanya bisa menangis pilu saat calon suaminya membatalkan pernikahan yang akan digelar 2 minggu lagi hanya karena dirinya cacat, karena insiden tertabrak saat di Medan. Sucita memilih meninggalkan Banda Aceh karena selalu terbayang kenangan manis bersama kekasih yang berakhir patah hati.
Takdir mempertemukan Nico dengan Suci dan mengikat keduanya dalam sebuah akad nikah. Untuk sementara, pernikahannya terpaksa disembunyikan karena cinta keduanya terhalang oleh obsesi seorang perempuan yang menginginkan Nico.
Bagaimana perjalanan rumah tangga keduanya yang juga mengalami berbagai ujian? Cus lanjut baca.
Cover by Pinterest
Edit by Me
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Me Nia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pendekatan
"Bu Secan, tunggu!"
Bayu mencegah Suci yang baru melewati mejanya.
"Kenapa Bay?" tanya Suci sambil membalikkan badannya menatap Bayu.
"Berapa hari si boss cutinya? Aku harusnya hari ini jadwal ke lapangan, mengantar barang ke dua mall tapi harus ada tanda tangan Pak Nico dulu," ujar Bayu sambil memperlihatkan surat jalan dan berkas lainnya yang harus ditanda tangani.
"Waktu itu sih bilangnya dua sampai tiga hari. Ini hari ketiga, berarti besok baru masuk. Sini aku simpan saja dulu di mejaku, nanti kalau sudah datang aku akan dahulukan berkas punyamu." Suci menengadahkan tangan kanannya meminta berkas yang di pegang Bayu.
"Biar aku bawakan, sekalian pengen tahu meja sekretaris nyaman nggak ya,--" Bayu tersenyum, menaikkan kedua alisnya. Ia segera mensejajari langkah Suci menuju mejanya. Meja Suci berbentuk letter L dengan laci dan lemari kecil di bawahnya, tempat menyimpan tas ataupun perbekalannya. Bayu mencoba duduk di kursi putar milik Suci, lalu memutar-mutarnya pelan. "Hm, kursimu lebih empuk dan sangat nyaman, beda dengan kursi sekretaris lama," ujar Bayu memberi penilaian.
Suci mengerutkan keningnya,"Memangnya ini kursi baru?" ujarnya tak percaya. Bayu menganggukkan kepalanya, "Kan aku yang memesannya disuruh Pak Nico, dan kurir mengantarkannya langsug ke sini. Aku waktu itu kerja lapangan terus, baru melihat wajah sekretaris baru lusanya. Wah, pantesan si boss mengistimewakan, rupanya memang orangnya cantik tenan,---" uajr Bayu mengacungkan jempol sambil mengedipkan sebelah matanya.
"Assalamualaikum,---"
Suci dan Bayu sontak menoleh mendengar salam dari suara yang dikenalnya. Bayu langsung terperanjat berdiri, "Waalaikumsalam" kompak keduanya.
NIco menatap tajam keduanya dengan wajah datar, lalu masuk ke ruangannya tanpa bicara. Membuat Suci dan Bayu saling pandang dengan wajah penuh tanda tanya. "Bu Secan, samperin gih, sepertinya si boss cemburu," ujar Bayu sambil melammbaikan tangannya meninggalka Suci yang berdiri dengan bingung.
Nico PoV
Aku sedikit terlambat datang ke kantor karena telat bangun. Semalam tiba di Jakarta, Bunda langsung menghadangku duduk di ruang keluarga, minta diceritakan hasil pertemuanku dengan Umi, jadinya ngobrol sampai larut. Aku sudah tak sabar ingin bertemu Suci, rindu ingin melihat wajah cantik dan senyum manisnya. Tapi yang kulihat dia sedang berdiri dekat dengan stafku, Bayu yang duduk di kursinya. Apa maksudnya si Bayu mengedipkan mata padanya.
"Mas Nico, apa kabar?" Suci masuk ke ruanganku dengan tersenyum manis menanyakan kabarku.
"Baik." tak sadar, aku menjawabnya dengan ketus.
"Mau dibuatkan kopi, Mas?" Aku hanya menganggukkan kepala. Suasana hatiku yang tadinya ceria mendadak kesal gara-gara pemandangan tadi. Ah, sepertinya aku cemburu. Seharusnya aku gak boleh bersikap seperti ini, bisa-bisa Suci tidak suka padaku. Baiklah, aku akan bersikap normal lagi.
Author PoV
Suci menemani Nico di ruangannya. Memberi laporan lisan selama dua hari Nico gak masuk, dan memberikan setumpuk berkas yag harus ditanda tanganinya. Nico mulai memeriksanya sambil menyesap kopi panas yang tersaji di meja.
"Mas Nico, bisa didahulukan berkas ini yang dari Bayu? Hari ini jadwalnya pengiriman pakaian ke dua mall, datanya terlampir di sana,---" Suci menunjukkan map berwarna biru.
"Tadi Bayu ngapain aja di mejamu?" Nico mendongak sebentar, kemudian melanjutkan kembali memeriksa dokumen yang Suci pinta didahulukan.
"Ya itu, membicarakan tugasnya hari ini, menanyakan Mas Nico bakalan masuk kantor kapan, eh ternyata panjang umur, orangnya datang,---" sahut Suci terkekeh pelan. Soal obrolan kursi baru, ia berpikir tak perlu dilaporkan juga.
Nico menyerahkan berkas yang sudah selesai ditanda tangani. "Aku berikan dulu ke Bayu, ya Mas. Sekalian permisi mau melanjutkan pekerjaan."
"Nanti siang temani aku makan ya!" Nico menatap Suci yang tercenung. "Kenapa, keberatan ya?"
Suci menggelengkan kepalanya pelan. "Bukan begitu, aku bawa bekal dari rumah, gimana ya?" Suci menggaruk lengannya yang tak gatal.
"Wah itu malah bagus, aku lebih suka makanan rumahan. Kita makan disini aja, bagi dua ya," Nico nampak sumringah. Selain memang dirinya suka dengan masakan rumah, ini juga jadi kesempatan untuk bisa berdekatan lama.
"Baiklah Mas Nico, aku keluar dulu ya,---"
Aku memang bawa bekal porsi dua orang, rencananya mau makan siang di ruangannya Bang Candra. Kalau seperti ini, aku harus kabari Abang takutnya dia nungguin.
Suci berbicara dalam hatinya selesai memberikan berkas kepada Bayu. Ia lalu mengirim pesan kepada Candra kalau dirinya tidak akan jadi makan bareng.
*****
"Hallo Yah"
"Yah, tolong hari ini, buat Candra kerja lembur ya Yah!"
***"Memangnya ada apa?" ***Suara Ayah Hendro di sebrang\, yang berada di ruang kerjanya seolah heran.
"Aku pengen mengantar adiknya pulang. Please, Yah!'
***"Hm\, kamu ini ada-ada saja. Baiklah!" ***Ayah Hendro dengan nada berat akhirnya mau juga menuruti keinginan anaknya itu.
Nico tersenyum lebar, moodnya kembali ke semula. Ia dengan semangat melanjutkan kembali pekerjaannya agar selesai tanpa harus lembur.
Suci menyajikan bekal makan siangnya di meja sofa dengan dua piring makan yang ia ambil dari pantry. Tak lama Nico datang, selesai ikut berjamaah sholat Duhur d mushola.
"Ini kamu yang masak?" tanya Nico sambil mulutnya mengunyah dengan semangat. Buliran keringat mengembun di dahi dan pelipisnya karena rasa pedas dari sambal dan nikmatnya acar ikan yang hangat karena dipanaskan dulu di microwave yang ada di pantry.
"Iya, aku masak dadakan setelah subuh. Gak enak ya?" Suci menatap Nico yang kembali mencomot ikan nila.
"Enak banget malah, aku suka. Sering-sering ya bawa bekalnya...ini pas banget nasinya cukup untuk berdua."
Ya iyalah, memang tadinya juga untuk berdua dengan Abang, jadinya rejeki Mas Nico deh. Suci membatin.
"Alhamdulillah...nikmatnya. Makasih ya Suci,--" Nico duduk kembali selesai mencuci tangannya di washtafel. Ia tersenyum tulus sebagai ungkapan terima kasihnya
Suci balas tersenyum, "Maaf Mas, itu ada noda kuah sedikit,---" Suci menunjukkan telunjuknya ke ujung bibir Nico.
"Tolong dong!" Nico malah mendekatkan wajahnya minta Suci yang mengelapnya. Gerakan tiba-tiba itu membuat Suci gugup, pandangan mereka beradu dalam jarak dekat. Tatapannya saling mengunci sampai 10 detik lamanya tanpa kedip. Sampai akhirnya Suci mampu mengerjap dengan jantung yang berdebar kencang. Ia buru-buru mengambil tisu di atas meja, dengan wajah yang merona ia usap sudut bibir Nico dengan tangan agak gemetar.
"Sudah" ujar Suci. Sambil menunduk, ia segera membereskan bekas makan sampai meja bersih kembali.
Melihat Suci yang grogi, Nico tersenyum tipis. Dirinya semakin tak sabar untuk segera mengungkapkan perasaannya. Apalagi sekarang ia sudah mendapatkan restu ibunya.
"Nanti pulangnya aku yang antar ya!" Nico memecah keheningan yang sesaat tercipta. Suci hanya menggelengkan kepala, "Aku pulangnya sama Bang Candra,Mas."
"Ooh gitu. Tapi kalau Abangmu lembur, aku yang antar kamu pulang ya!"
"Siap Boss!" Suci mengangkat tangannya tanda hormat, sebelum berlalu meninggalkan ruangan Nico. Nico tersenyum lebar sepeningal Suci, tentu saja ia bisa mengantarnya karena Candra akan lembur.
Cocok sih...pengusaha emas dan pengusaha hotel 😍