Tak pernah terbayangkan dalam hidup Selena Arunika (28), jika pernikahan yang ia bangun dengan penuh cinta selama tiga tahun ini, akhirnya runtuh karena sebuah pengkhianatan.
Erlan Ardana (31), pria yang ia harapkan bisa menjadi sandaran hatinya ternyata tega bermain api dibelakangnya. Rasa sakit dan amarah, akhirnya membuat Selena memutuskan untuk mengakhiri pernikahan mereka dan memilih hidup sendiri.
Tapi, bagaimana jika Tuhan mempermainkan hidup Selena? Tepat disaat Selena sudah tak berminat lagi untuk menjalin hubungan dengan siapapun, tiba-tiba pria dari masalalu Selena datang kembali dan menawarkan sejuta pengobat lara dan ketenangan untuk Selena.
Akankah Selena tetap pada pendiriannya yaitu menutup hati pada siapapun? atau justru Selena kembali goyah ?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Buna_Ama, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 28
Lily bergegas menghampiri Selena lalu merangkul erat lengan perempuan itu.
"Syukurlah, Sel semua berjalan dengan lancar. Sekarang kamu sudah resmi bercerai. Pokoknya mulai hari ini kamu harus fokus sama dirimu sendiri, nanti kita seru-seruan lagi deh". Ucap Lily dengan begitu antusias nya.
Selena hanya mengangguk dan menyunggingkan senyum kecil. Lalu, Bu Ratna datang menghampiri mereka setelah melengkapi beberapa berkas.
"Sel.." panggil nya. "Saya sudah lengkapi berkas-berkasnya, nanti saya kabari kalo akta cerai sudah turun".
Selena mengangguk, "Terimakasih Bu Ratna, maaf sudah merepotkan Ibu".
Bu Ratna mengulas senyum seraya mengusap lengan Selena dengan lembut. "Sama-sama Sel, sudah menjadi tugas saya memberikan yang terbaik untuk klien saya. Kalau begitu saya pamit dulu, Sel".
"Iya Bu, hati-hati".
Tanpa lagi menyahut, Bu Ratna bergegas melangkahkan kakinya keluar dari ruang sidang.
"Ayo Sel pulang". Ajak Lily dan langsung diangguki oleh Selena. Kedua nya berjalan beriringan keluar dari gedung, tapi sebelum sampai diambang pintu Selena kembali menoleh kebelakang menatap Erlan yang masih berdiri mematung tak jauh dari tempat duduknya tadi.
Hati Erlan kembali bergejolak saat menatap wajah meneduhkan dari wanita yang selama tiga tahun itu menemani dirinya, mengisi hari-harinya. Sungguh berat sekali rasanya saat ini, mau gila saja rasanya ia. Terlebih pandangan mata meneduhkan milik Selena kembali menyapanya, paras cantiknya bahkan mengulas senyum lembut kearahnya.
Rasanya hatinya dipermainkan, pikirannya pun bertambah berantakan. Ia tidak menyangka jika dirinya dan bidadari hatinya itu akan berpisah dengan cara yang seperti ini.
Sungguh sial dirinya terjebak dalam kubangan yang ia perbuat sendiri.
"Pak Erlan..." panggil Herman, pengacaranya. "Saya sudah lengkapi berkas-berkas untuk mengurus akta cerai anda dengan Bu Selena".
"Hmm, terimakasih". Ucap Erlan tanpa mengalihkan pandangannya menatap Selena yang sudah keluar dari ruang pengadilan, punggungnya pun sudah tak terlihat.
"Karena sudah tidak ada lagi yang diurus saya pamit undur diri". Ujar Pak Herman
Erlan hanya berdehem sambil menganggukkan kepalanya. Setelah itu, Pak Herman segera meraih tas kerja nya yang ia letakkan diatas kursi kemudian ia bergegas melangkahkan kakinya keluar.
Erlan masih diam mematung ditempat memandang sejenak sekeliling ruang pengadilan. Ini adalah tempat yang menjadi saksi berpisahannya dengan Selena. Sekaligus, menjadi tempat yang sangat menyakitkan untuknya, ia harus merelakan sang bidadari hati pergi dari sisinya hanya karena kebodohannya semata.
Sejenak Erlan menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan, menetralkan sesak didada nya yang sedari tadi tak kunjung hilang. Setelah itu, ia bergegas melangkahkan kakinya keluar dari ruang pengadilan.
Tapi, saat berbelok melewati lorong mata tajam Erlan memicing saat melihat seorang wanita dengan pakaian yang seksi berjalan kearahnya sambil membawa sebuket bunga ditangan kiri nya dan wajah nya terus mengulas senyum. Erlan sangat mengenal siapa wanita itu, dia adalah Vera. Sekarang hanya istri sah satu-satunya.
"Mas Erlan..." seru Vera memanggil nya, suara nya yang sedikit keras sontak saja membuat beberapa orang langsung mengalihkan atensinya menatap kearah mereka berdua.
"Vera, kamu ngapain kesini?" bisik Erlan menahan malu
"Jelas aku mau ucapin selamat buat kamu mas, sekarang hanya aku istri sah kamu satu-satu". Ucap Vera dengan begitu bangga nya tanpa memperdulikan sekeliling dari tatapan orang-orang yang berbisik-bisik membicarakan mereka.
Erlan yang mendengar itu mendelik tajam, buru-buru ia menarik tangan Vera mengajak istri nya itu untuk keluar dari gedung pengadilan.
Begitu sampai tempat parkir, Erlan langsung melepaskan tangannya dan menghempaskannya begitu saja membuat Vera hampir jatuh tersungkur.
"Mas!" pekik Vera terkejut
"Bisa gak kamu jangan bertingkah seperti ini? Kau ini membuat ku malu, Ver". Ucap Erlan berkacak pinggang dan menatap Vera dengan tajam.
"Bertingkah seperti ini gimana maksud kamu mas?? Aku datang hanya ingin mengucapkan selamat buat kamu". Sahut Vera kebingungan
“CK.” Erlan berdecak, jarinya menarik sedikit lengan dress tipis yang Vera pakai. Bahannya lembek seperti kain tidur, terlalu pendek dan terlalu mencolok untuk dipakai di tempat seperti gedung pengadilan. “Kamu pikir pakaian begini cocok dipakai ke sini?”
Vera langsung manyun, heran sekaligus tersinggung. “Mas ini cuma dress biasa. Lagian aku udah dandan rapi loh. Kenapa reaksi mu berlebihan seperti itu?"
“Ini bukan soal dandan atau enggaknya, Ver.” Erlan menahan suara agar tetap rendah. “Baru saja sidang selesai, orang-orang masih lalu-lalang, dan kamu datang sambil bilang 'selamat, sekarang aku istri sah satu-satunya'. Kamu lihat gak semua orang tadi langsung noleh?”
“Aku cuma ngomong apa adanya mas” balas Vera dengan ketus. “Emang salah?”
Erlan menatap istri nya itu dengan tatapan kesal. “Kamu malu sedikit bisa gak, Ver? Kamu tahu Selena tadi masih di sekitar sini waktu kamu ngucap begitu?”
“Terus kenapa?!” Vera melotot ringan. “Dia udah pergi kan? Udah gak ada hubungan apa-apa lagi sama kamu. Kalau dia sakit hati, itu bukan urusan kita lagi dong.”
Erlan diam. Ada rasa mengganjal di dadanya, seperti sesuatu yang mestinya tidak dibahas, tapi Vera sengaja menyentilnya.
Vera menyilangkan kedua tangannya di dada. “Mas masih peduli sama dia ya?”
“Bukan soal itu,” jawab Erlan cepat, nada suara nya terdengar tegas. “Aku cuma gak mau kamu bikin drama di depan umum. Orang-orang tadi lihat kita semua.”
Vera tertawa sinis. “Drama? Yang drama itu kamu, mas. Dari tadi tegang banget. Harusnya kamu senang semuanya selesai. Tapi kamu malah kayak nyalahin aku terus.”
“Karena caramu datang itu salah, Ver.” Erlan mengusap kasar wajahnya. “Ini hari yang berat. Harusnya kamu bisa jaga sikap dikit.”
Vera terdiam, bukan karena paham, tapi karena kesal dengan sikap Erlan.“Jadi aku salah terus?”
“Aku gak bilang gitu. Tapi nada bicara kamu bilang begitu.”
Erlan menarik napas panjang, mata menerawang ke parkiran yang sepi. Ia capek. Sidang barusan menghabiskan setengah energinya. Datangnya Vera justru menghabiskan sisanya.
“Udahlah,” ucap Erlan “Kita pulang.”
“Mas Erlan…” panggil Vera pelan seperti menahan emosi. “Aku cuma mau ikut bahagia. Kenapa rasanya kamu gak pernah mau lihat itu?”
Erlan berhenti sebentar, tapi tak menolehkan kepalanya menatap kearah Vera.“Yang aku butuh hari ini cuma ketenangan, Ver. Kita bicarakan nanti di rumah.”
Lalu ia melangkah pergi, meninggalkan Vera berdiri beberapa detik sebelum akhirnya perempuan itu mengejar.
Sisi lain parkiran, Selena baru saja hendak membuka pintu mobil Lily.
Ia sebenarnya sudah akan masuk kedalam mobil, tangannya sudah memegang gagang pintu. Tapi suara Vera yang melengking sedikit karena emosi tadi membuat langkahnya otomatis berhenti.
“Mas masih peduli sama dia ya?!”
Kata-kata itu melayang begitu jelas dikepalanya.
“Sel?” panggil Lily dari dalam mobil, sedikit mengintip saat melihat Selena tak kunjung masuk kedalam mobil. “Kamu kenapa diem?”
Selena tersentak lalu menggeleng. “Gak apa-apa. Ayo pulang.”
.
.
.
Jangan lupa dukungannya genggss!! Like, vote dan komen... Terimakasih 🎀🌹
seperti diriku jika masalah keungan tipis bahkan tak ada bayangan
Maka lampirku datang 🤣🤣🤣
dan sekarang datang