"Aku mau putus!"
Sudah empat tahun Nindya menjalin hubungan dengan Robby, teman sekelas waktu SMA. Namun semenjak kuliah mereka sering putus nyambung dengan permasalahan yang sama.
Robby selalu bersikap acuh tak acuh dan sering menghindari pertikaian. Sampai akhirnya Nindya meminta putus.
Nindya sudah membulatkan tekatnya, "Kali ini aku tidak akan menarik omonganku lagi."
Tapi ini bukan kisah tentang Nindya dan Robby. ini kisah tentang Nindya dan cinta sejatinya. Siapakah dia? Mampukah dia melupakan cinta Robby? dan Apakah cinta barunya mampu menghapus jejak Robby?
Happy reading~
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ginevra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Apakah aku akan kehilanganmu juga?
"Namun saya tidak dekat dengan keluarga abah," jawab Aan melirihkan suaranya.
"Oh ya? Kenapa?" Tanya Pak Broto.
"Hanya tidak dekat saja."
"Kalau begitu saya tidak akan merestui hubungan kalian!" Teriak Pak Broto.
Bagai disambar petir, Aan terbelalak kaget. "Tapi Pak, saya benar-benar mencintai anak Bapak," jelasnya dengan merana.
"Pokoknya tidak ya tidak!"
"Saya mohon Pak," Aan masih meminta sambil berusaha meraih tangan Pak Broto.
"AHH...pergi dari sini!" Pak Broto menampik tangan Aan cukup kasar.
"Tapi pak..."
"Nindya cepat masuk!" Seru Pak Broto.
"Tidak... Dek Nindya!!!" Aan menengadahkan tangannya.
"Ti...dak..."
Sontak matanya terbelalak. Dia terlonjak dari tempat tidurnya, kedua tangan mencengkram jantung yang berdetak lebih cepat. Nafasnya tersengal-sengal, masih nampak jelas bayangan penolakan Pak Broto.
Butuh beberapa detik baginya untuk menyadari bahwa dia terbangun dari mimpi buruk. Dia menutup wajahnya dan mengelap keringat yang mengalir deras.
"Astagfirullah... Mimpi yang sangat mengerikan," katanya masih dengan nafas yang terengah.
mimpinya tidaklah tanpa alasan. Reaksi Pak Broto yang sulit ditebak membuat hati Aan tidak tenang.
Apakah jawaban jujurnya akan keluarga abahnya membuat penilaian Pak Broto merosot tajam. Namun dia tidak mau keluarga abahnya yang terkenal sebagai keluarga priayi itu menjadi tolak ukur dirinya.
Sudah lama dia tidak pernah lagi membawa nama abahnya lagi dalam kehidupannya. Reaksi orang-orang sekitar yang terlalu hormat menjadi salah satu alasannya.
'Padahal Abah bukanlah orang yang sebaik itu!' gerutunya.
Helaan nafasnya membuat ia teringat dengan masa kecilnya yang penuh memori kasih sayang Ibu dan kakek-neneknya. Benar, Aan tumbuh tanpa kasih sayang sang Abah.
Abah dan Ibunya bercerai sejak dia dilahirkan. Istri madu adalah alasannya. Mempunyai istri yang baik dan anak-anak yang lucu tidak membuat abahnya puas. Beliau lebih memilih untuk bersama cinta pertamanya yang telah menjadi janda itu.
Abahnya meninggalkan sang Ibu beserta 4 anak yang masih kecil-kecil terlebih Aan yang baru saja lahir tanpa harta gono gini. Sang Ibu menerima keputusan itu agar bisa cepat terlepas dari nestapa permaduan.
Mungkin Aan tidak secara langsung mengetahui perceraian orang tuanya kala itu karena dia baru lahir. Namun lambat laun dia tahu kisah dibalik dirinya yang tumbuh tanpa seorang ayah.
Alih-alih rasa sayang, Aan lebih dulu belajar akan kebencian sedari kecil terhadap ayahnya. 'Ayahku tidak sebaik kata orang-orang!' kata itu selalu muncul dibenaknya.
Aan heran dengan orang-orang yang selalu menghormati Abahnya. Padahal beliau hanya bersembunyi dibalik nama kakaknya yang seorang Kyai ternama di daerahnya.
Rasa bencinya membuncah hingga ia tidak lagi mau berhubungan dengan keluarga Abahnya. Namun kalau dia mendapat undangan dari keluarga Abahnya, ia selalu datang namun bukan untuk Abahnya melainkan untuk menghormati Pamannya.
Sampai Abahnya menghembuskan nafas terakhirnya barulah ia sedikit memaafkan Abahnya. Itupun karena sang Ibu telah memaafkan Abahnya. Mungkin beliau iba melihat mantannya menghadapi sakaratul maut sambil meneriakkan namanya.
"Jam berapa ini? Huft belum subuh," Aan melihat jam dindingnya kemudian memeriksa pesan Nindya.
Dek sudah bangun? Sebentar lagi subuh.
Aan meletakkan HPnya dan pergi berwudhu. Sudah menjadi kebiasaan ia membaca Al-Qur'an sambil menunggu adzan subuh. Dia berharap Tuhannya menenangkan hatinya setelah dihantui oleh mimpi buruknya itu.
...****************...
Di pagi hari Nindya beraktivitas seperti biasa, mandi, sarapan, dan berdandan.
Yang membuatnya berbeda saat ini adalah fokusnya kepada HP. Dia berulang kali melihat HP nya untuk memeriksa apakah ada pesan dari sang pujaan hati.
"Hari ini dia agak tenang. Kenapa? Apa gara-gara kemarin?" Nindya bermonolog di depan kaca.
'Chat duluan nggak apa-apa kali ya. Tapi pas subuh aku sudah balas chatnya, masa aku chat lagi sih' batin Nindya.
'Bodo ah! Gas-ken!'
Mas sudah berangkat ke sekolah? Kok nggak bales chat aku?
'Cukup, segitu aja!'
Nindya melempar HP nya ke kasur karena malu dengan apa yang dilakukannya.
Namun rasa penasarannya mengalahkan rasa malunya. Dia berulang kali melirik HP terbantingnya dengan masih mengoleskan lipcreamnya di bibir berulang-ulang.
'Huft... Mungkin dia sudah berangkat'
Kemudian Nindya bersiap berangkat dengan langkah yang jauh lebih ringan dari biasanya. Sesekali kakinya berjingkat dan memutar badannya. Dia bersenandung pelan dan menyapa Ibunya yang sedang memakaikan pakaian adik balitanya.
"Pagi mommy ku yang cantik. Hari ini mommy terlihat sangat sexy!" Celetuknya tak kira-kira.
"Hush!"
"Hehehe...Assalamualaikum cantik, bye!" Ucap Nindya sambil mencium tangan Ibunya.
"Waalaikum salam!" Jawab Ibu.
***
Disela-sela aktivitasnya di sekolah yang tidak sibuk itu, Nindya terus memeriksa HP nya.
"Ini HP rusak apa ya? Kok nggak ada suaranya sama sekali?" Nindya cemberut menahan umpatan kepada HP laknatnya.
'Drrt!'
Dengan cepat Nindya menyambar HP yang disangka rusak itu.
Iya dek, ini baru selesai mengajar untuk kelas 4. Maaf ya baru bales.
Muncul kelegaan yang luar biasa di hati Nindya. Untung saja kekhawatirannya tidak terjadi. 'Mana mungkin dia nge-ghosting aku kan!'
Ada apa? Kamu kayak beda.
Nindya melempar umpan.
Tadi malam aku mimpi buruk. Dimimpiku Bapakmu menolak aku.
Tebakan Nindya ternyata benar. Ini pasti gara-gara Bapaknya yang diam tanpa berkomentar saat mendengar jawaban Aan kemarin malam.
Ah...Mas terlalu memikirkannya saja. Santai aja kali.
Nindya berusaha untuk menenangkan penghuni hatinya itu.
Dek ...
Pesannya sangat singkat hingga membuat Nindya sedikit was-was.
Aku mendekatimu bukan untuk sekedar menjadi pacarmu namun aku bersungguh-sungguh ingin menikahimu.
Jantung Nindya mendadak berdetak keras. Senyumnya merekah indah dengan pipi yang merona. Dia mengipasi wajahnya yang mendadak memanas.
Aku tidak mau ada rahasia di antara kita. Aku mau terbuka masalah keluargaku padamu. Nanti setelah kamu tahu, kamu bisa menilai apakah aku layak untukmu atau tidak.
Kemudian Nindya menerima chat dari Aan berturut-turut tanpa jeda. Dia menceritakan semuanya, mulai dari perceraian orang tua nya hingga kebenciannya terhadap Abahnya.
Nindya mencelos. Setelah dibawa ke langit tiba-tiba dia dijatuhkan ke dasar lautan.
Tentu saja bagi Nindya masalah itu bukanlah hal besar. Memang kenapa kalau orang tuanya bercerai? Memangnya kenapa kalau dia besar tanpa sosok ayah? Baginya yang terpenting adalah kepribadian Aan. Keberanian, kejujuran, dan ketaatannya terhadap Tuhannya membuat Nindya terkesan.
Namun tidak dengan Bapaknya. Bapaknya sangat pemilih. Beliau tidak pernah mentolerir kekurangan sedikit pun.
"Huft.." Nindya menghembuskan nafas panjang.
Kepalanya menunduk rendah memandangi HP yang dibelainya pelan. Ada setitik air jatuh membasahi layar hitam yang memproyeksikan wajahnya. Lama-kelamaan setitik air itu berubah menjadi genangan.
'Kurasa aku akan kehilangan orang yang kusayangi lagi.'
.
.
.