NovelToon NovelToon
WHO¿

WHO¿

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Identitas Tersembunyi / Anak Genius / TKP / Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:663
Nilai: 5
Nama Author: jewu nuna

Misteri kematian Revano yang tidak pernah meninggalkan jejak, membuat gadis penderita ASPD tertantang menguak kebenaran yang selama bertahun-tahun ditutupi sebagai kasus bunuh diri.

Samudra High School dan pertemuannya bersama Khalil, menyeret pria itu pada isi pikiran yang rumit. Perjalanan melawan ego, pergolakan batin, pertaruhan nyawa. Pada ruang gelap kebenaran, apakah penyamarannya akan terungkap sebelum misinya selesai?

Siapa dalang dibalik kematian Revano, pantaskah seseorang mencurigai satu sama lain atas tuduhan tidak berdasar?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jewu nuna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Duapuluh Enam

“Tapi kenapa harus dia?” tambah Angkasa.

Eden dan Niko mendatarkan ekspresi. Menatap Khalil yang terfokus pada pertanyaan Angkasa. Benar kata Angkasa kala itu, bahwa kehidupan manusia tidak bisa ditebak seperti Aletha itu adalah tantangan. Bertemu dengan siapapun bahkan Aletha-pun juga bukan kemauan mereka. Tapi semua juga tergantung pilihan. Pilihan untuk berteman, pilihan untuk membatasi ruang, pilihan untuk jatuh cinta.

Tidak ada yang tidak setuju dengan kalimat yang Khalil bicarakan. Tidak bisa memilih perasaan manusia jatuh pada manusia yang mana. Tapi kembali lagi, atas dasar apa dan kenapa tidak dibatasi? Demi kelangsungan hidup dan sisa kewarasan yang ada. Terlebih seseorang yang dipilih Khalil menempatkan hatinya adalah Aletha.

“Menurut kalian, kenapa gue sempat menyangkal sama Delleta soal perasaan gue ke Aletha?”

“Karena bingung?”

Khalil mengangguk, menyetujui pernyataan Angkasa yang bisa dibilang asal bicara saja. Tapi ke-asbun-an itu justru jadi fakta baru bagi mereka bertiga. Maksudnya, seorang Khalil Gibran ternyata juga pernah merasakan kebingungan? Disaat semua nilai dan kepercayaan adalah banding-an terbaik semasa hidupnya.

Niko menghela napas, “Khal, kita semua nggak akan ngelarang apapun keputusan yang lo ambil. Karena kita juga tahu lo selalu punya alasan dibalik itu semua, ngerti maksud gue?”

Khalil menegak sekaleng soda digenggamannya.

“Lo selalu selangkah lebih maju dari kita semua, bahkan saat kita nggak mikirin itu, lo udah mikirin lebih dulu”

“Itu dia, Den”

Ketiga manusia itu menatap senyuman tipis dari bibir Khalil. Menampilkan sisi yang lain saat seumur hidup pria itu dia habiskan untuk berilmu tanpa melibatkan perasaan kepada siapapun.

“Aletha selalu dua langkah lebih maju dari kalian, which is dia selangkah lebih maju dari gue dong? Dia selalu nggak ngelakuin apa-apa dan anehnya gue jatuh cinta. Apa yang ada di otaknya, yang nggak semua orang lain pikirin, bikin gue masuk kedunia dia, yang beda”

“Wah udah gila nih anak”

“Nik, menurut lo gimana?” Angkasa melirik saat Eden justru pasrah dengan keadaan. Sementara Niko terdiam dalam asumsinya sendiri.

Gila? Benar kata Eden jika Khalil sudah gila. Tapi hanya Aletha yang akan mengatakan pria itu unik saat seisi alam semesta memandangnya aneh. Seperti bagaimana Aletha dipandang dunia selama ini dan hanya Khalil yang menganggapnya berbeda.

“Dengan memilih membaca sebuah buku, lo terpaksa tenggelam dalam isi pikiran sang penulis. Keterpaksaan itu memang ada dan harus, tapi bakal jadi biasa kalau lo mulai menyukai prosesnya”

Ketiga manusia itu terdiam. Tak menanggapi pernyataan Niko, si pria jenius yang selalu punya masukan sekalipun dibawah tekanan.

Siang ini, dalam toping kemalasan. Hanya Niko yang bisa paham bagaimana cara pandang Khalil terhadap Aletha. Saat Angkasa dan Eden memilih tidak setuju, dan itu hak mereka. Jatuh cinta itu tidak bisa memilih, tapi juga bisa memilih kalau kita mau. Pasalnya pertemuan pertama yang terjadi karena sebuah penasaran akibat sikap aneh Aletha-lah yang membuat Khalil hanyut. Bukan dengan maksud demikian, tapi dengan silir air tertutupnya kasus pembunuhan Revano. Sebab hal itu jadi kebiasaan yang tidak bisa Khalil hindari. Karena dia memilih membantu, karena dia memilih selalu ada, karena dia memilih untuk penasaran.

Berubahlah menjadi perasaan. Bukan tidak terima, tapi jatuh cinta. Pada pendewasaan yang tidak dia temukan di orang lain, pada kata tak berucap yang tidak dia jumpai pada perempuan luar sana, pada pergerakan konsisten dari tubuh jenjang itu. Aletha, perempuan pembohong pertama yang mampu membuat Khalil jatuh hati.

Bagaimana bisa tidak dikatai pembohong. Saat dia melakukan pemalsuan identitas, menyembunyikan kekriminalannya selama ini dengan otak cerdasnya, menipu semua mata dengan sikap anarkisnya, seolah bersikap biasa saja saat semua orang mengabaikannya padahal dia menikmati itu semua.

“Jangan pernah menghakimi, apalagi untuk urusan perasaan orang lain yang seperti apa”

“Gue cumann menyelamatkan dan berusaha buat dia pikir logis sama keputusan apa yang dia ambil” Eden menderu, pria itu agaknya tersulut. Seperti ketidak adilan lagi-lagi menggerogoti jiwa Khalil.

“Apa keputusannya?”

Khalil menghela napas saat prolog pada perdebatan ini sudah terlihat hilalnya.

“Keputusan apa yang Khalil ambil sampe lo pengen nyelametin dia?”

“Please kita nggak lagi ada pelajaran bahasa Indonesia” Angkasa mengusap wajahnya resah. Tak ingin hanya masalah perempuan membuat retaknya pertemanan mereka. Pria itu menuang sisa es teh ke meja, membuat ketiga pria itu menghindar, dan mulai memecah forum.

“Ang, gila”

Angkasa ikut beranjak, menatap Khalil yang baru saja ingin bersuara justru dihadang Niko. Perdebatan tidak akan ada titik terang jika satu diantara pion-nya menyulut dengan emosi.

“Kita nggak lagi ngomongin poros bumi dimana, kalau-pun ada itu nggak berpusat di lo, Den”

“Gue nggak pernah merasa dunia harus setuju sama isi pikiran gue”

“Forum ini punya empat kepala, empat isi kepala yang berbeda, empat diksi yang beragam, berdebat bukan solusi kalau salah satu dari kita egonya lebih tinggi”

Angkasa berdecak, menatap Khalil yang bersuara lebih lantang dari biasanya. Masalahnya ada pada pria itu. Andai saja bukan Aletha, pasti perdebatan sampah seperti ini tidak akan terjadi, menurut Angkasa. Walau disisi lain mereka berdualah yang memulai pembahasan berujung prolog debat, yang tidak akan menjumpai epilog.

“Kalian udah dewasa, punya hak apa atas keputusan orang lain termasuk sahabat kalian sendiri?”

Aletha terdiam pada sudut bangunan, memiringkan wajah sambil menatap dinginnya ekspresi wajah Khalil saat berhadapan dengan ketiga sahabatnya. Pertemuan Khalil yang berbeda untuk Aletha. Pemikiran yang lagi-lagi jadi pusat kesenangan sendirian.

Pria itu mengalihkan atensinya, sejenak menatap manik tajam Aletha sebelum beranjak dari tempat. Bicara dengan gadis itu mengenai kasus yang sempat dia tinggalkan, sekarang, bukan waktu yang tepat. Apalagi kondisi mereka berempat sedang ada dalam status waspada.

“Adil?”

“Nik, lo paham maksud gue sama Angkasa apa”

Niko mengangguk setuju, “Tapi kalian ngomong sama Khalil, sekarang kalian tahu maksud gue apa?”

Angkasa mendengus, melempar cup sisa minumnya ke sembarang arah. Kata Niko sesederhana ucapan yang terlontar dari mulut Khalil, adalah yang tidak pernah mereka pikirkan sebelumnya. Angkasa setuju, Eden jauh lebih menyetujuinya. Tapi menyikapi ego Khalil di usia mereka seperti bukan kemampuan mereka bertiga. Rasanya berat berteman dengan seorang Khalil Gibran. Gab antara mereka selalu ada soal garis pemikiran dan cara bertindak, walau mereka sama-sama berusaha untuk saling mengerti.

Aletha beranjak berbalik, meninggalkan forum yang berubah narasi semenjak Khalil memutuskan pergi.

“Ternyata gue punya tipe?”

To Be Continue...

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!