Harusnya, dia menjadi kakak iparku. Tapi, malam itu aku merenggut kesuciannya dan aku tak dapat melakukan apapun selain setuju harus menikah dengannya.
Pernikahan kami terjadi karena kesalah fahaman, dan ujian yang datang bertubi-tubi membuat hubungan kami semakin renggang.
Ini lebih rumit dari apa yang kuperkirakan, namun kemudian Takdir memberiku satu benang yang aku berharap bisa menghubungkan ku dengannya!
Aku sudah mati sejak malam itu. Sejak, apa yang paling berharga dalam hidupku direnggut paksa oleh tunanganku sendiri.
Aku dinikahkan dengan bajingan itu, dibenci oleh keluargaku sendiri.
Dan tidak hanya itu, aku difitnah kemudian dikurung dalam penjara hingga tujuh tahun lamanya.
Didunia ini, tak satupun orang yang benar-benar ku benci, selain dia penyebab kesalahan malam itu.~ Anja
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Atuusalimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bagian 6,part 4
Kecuali kemarin siang, belum ada satupun makanan berat yang masuk kedalam perutnya. Semua waktu habis terkuras untuk berpikir, jika asistennya tadi tidak cekatan dalam menyikapi masalah yang sedang ia hadapi, barang tentu dia sudah gagal menandatangani kontrak. Ia sama sekali tak bisa konsen, sama halnya dengan ia yang tanpa sadar sudah berdiri di ruang makan.
Ia berniat pergi untuk menghindar, sebelum dua pasang mata menemukan keberadaannya.
"Kamu sudah pulang? Kebetulan papi mau bicara!" Ucap pak Tias nyaris serupa ancaman.
"Pih, biarkan dia makan dulu!"seberapa besar kesalahan yang diperbuat anaknya, seorang ibu selalu menjadi orang yang tak pernah tega
"Ayo sini, kamu belum makan kan dari kemarin?"
Mata Anja berpusat pada makanan bahkan saat Reka sudah berdiri didekatnya. Walau tak lagi terasa menarik, namun dia tetap berusaha menikmati makanan yang menurutnya menjadi terasa hambar.
"Papi tunggu di halaman belakang!" pak Tias berbicara sebelum berlalu, suaranya yang dingin membuat Reka menebak bahwa orang tua itu telah menemukan kesalahan pada dirinya.
Bu Niar menghela napas, "Mau ambil sendiri atau mau mami ambilkan?" Tawar Bu Niar mencoba mengalihkan suasana.
"Aku ambil sendiri aja mam," Reka mencengkram pinggiran piring, berusaha menghindari bersitatap dengan Anja. Ia terlihat begitu menyedihkan, keberadaannya dirumah sejak kemarin diperlakukan sebagai lalat yang menjijikan, kecuali kakaknya yang itupun sudah pulang.
Hening kemudian mengambil alih, sekilas Anja mengintip ekspresi Reka yang nampak tertekan.
"Ini, mau ambil sop iga kan?" Ucap Bu Niar seraya mengangsurkan mangkuk kearahnya.
Reka menerimanya, kemudian sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Anja.
Aroma mint yang bercampur keringat pada pria itu tercium, Anja menahan napas, tak berani bergerak, memperhatikan jari-jari kokoh itu memindahkan sop iga dari wadah besar kedalam mangkuk. Alarm bawah sadarnya menekan pada dirinya untuk tidak lari.
Ia berhasil, namun udara disekitar menjadi terasa beku sekarang.
"Mami sudah kenyang, kalian lanjutkan saja!" Bu Niar bangkit setelah beberapa saat memperhatikan kecanggungan diantara mereka. Itu alasan, tentu saja Anja dapat menebak dengan mudah mengingat makanan pada piring wanita itu nyaris utuh.
"Kezia rewel? Bagaimana keadaannya?" Reka memberanikan diri untuk bertanya, ia bahkan sudah mempersiapkan diri untuk menerima teriakan atau suara sendok yang dibanting. Mau bagaimana, jika terus dibiarkan seperti ini, hubungan mereka mungkin tak akan mendapat kemajuan sama sekali.
"Jauh lebih baik!" jawab Anja tanpa mengindahkan pandangannya sama sekali.
Anja tak tahan lagi, ia bangkit hendak pergi namun dihentikan oleh panggilan dari Reka.
"Anja, tunggu!"
Ia terdiam sejenak, memperhatikan Reka yang memindahkan sesuatu dari ujung kursi makan dan menyodorkan kearahnya.
Sebuah ponsel keluaran terbaru dari brand terkenal mahal,
"Ini untukmu,!" gigi Anja dirapatkan, matanya berkaca-kaca siap meledakan amarah, jangan pikir dengan bersikap baik terhadapnya ia akan memaafkan Reka begitu saja.
"Ma-maafkan aku. Aku tidak bermaksud menyinggungmu. Tapi, tapi tadi aku bertemu Dian dan meminta no ponselmu.
Jadi kupikir, kamu sangat merindukannya. Itu aku, aku sudah menyimpan kontak Dian untukmu agar kamu dapat menghubunginya!" jelas Reka terburu-buru.
Amarah Anja meredam begitu Reka menyebut sahabat baiknya. Tatapan nya beralih pada ponsel yang masih berada dalam bag nya itu.
"Pin nya aku pakai tanggal lahir kamu, emhh.. kalau misal kamu tak suka tidak apa-apa. Lain kali kamu bisa membelinya sendiri atau menyuruh seseorang untuk menggantinya"
"Terimakasih!" Ucap Anja dingin, mengambil bungkusan itu kemudian berlalu. Tentu saja sekarang dia tak akan keberatan menerimanya karena kabar dari sahabatnya lebih penting dari apapun untuk saat ini.
Reka memperhatikan punggung istrinya seraya menghela napas lega, seraya memutar otak untuk berpikir alasan apalagi agar ia dapat berinteraksi dengannya.
semangat kak author 😍