NovelToon NovelToon
Unexpected Love

Unexpected Love

Status: sedang berlangsung
Genre:Kisah cinta masa kecil / Diam-Diam Cinta
Popularitas:338
Nilai: 5
Nama Author: Mutia Oktadila

Letizia Izora Emilia tidak pernah merasa benar-benar memiliki rumah. Dibesarkan oleh sepasang suami istri yang menyebut dirinya keluarga, hidup Zia dipenuhi perintah, tekanan, dan ketidakadilan.

Satu keputusan untuk melawan membuat dunianya berubah.

Satu kejadian kecil mempertemukannya dengan seseorang yang tak ia sangka akan membuka banyak pintu—termasuk pintu masa lalu, dan... pintu hatinya sendiri.

Zia tak pernah menyangka bahwa pekerjaan sederhana akan mempertemukannya dengan dua pria dari keluarga yang sama. Dua sifat yang bertolak belakang. Dua tatapan berbeda. Dan satu rasa yang tak bisa ia hindari.

Di tengah permainan takdir, rasa cinta, pengkhianatan, dan rahasia yang terpendam, Zia harus memilih: tetap bertahan dalam gelap, atau melangkah berani meski diselimuti luka.

Karena tidak semua cinta datang dengan suara.
Ada cinta… yang tumbuh dalam diam.
Dan tetap tinggal... bahkan ketika tak lagi dipandang.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mutia Oktadila, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

chapter 28

Sekitar jam 4 subuh, alarm ponsel Zia berbunyi nyaring, memecah kesunyian pagi. Gadis itu langsung bangkit, semangatnya membuncah membayangkan liburan singkat ke pantai yang mereka rencanakan semalam. Setelah mandi, ia memilih gaun panjang biru bermotif bunga dengan potongan sederhana namun anggun—gaun yang akan membuatnya terlihat semakin menawan di bawah sinar matahari pagi. Ia mematut diri di depan cermin, merapikan rambut dan menambahkan hiasan kupu-kupu putih kecil di samping kepalanya.

Setelah memastikan penampilannya rapi, Zia bangkit dari kursi meja rias dan berjalan menuju kamar Azka terlebih dahulu. Ia membuka pintu perlahan, menemukan kakaknya itu masih terlelap, berselimut sampai dada, wajahnya damai seperti tak ada rencana besar di hari itu. Padahal, semalam mereka sudah bersepakat untuk berangkat pagi-pagi demi melihat sunrise.

"Kak, bangun," ucap Zia sambil menggoyangkan bahu Azka.

"Heummm..." gumam Azka setengah sadar, membuka matanya sedikit lalu menutupnya lagi.

"Bangun, katanya mau ke pantai pagi-pagi," ucap Zia sedikit memaksa.

"Iya, iya," sahut Azka akhirnya, lalu bangkit perlahan. Ia menggaruk kepalanya yang berantakan dan menuju kamar mandi dengan langkah malas.

Sambil menunggu Azka mandi, Zia membuka lemari dan memilihkan pakaian untuknya—kemeja rajut putih longgar dan celana pendek krem, persis seperti yang dibayangkannya semalam. Ia membayangkan Azka akan terlihat santai namun tetap keren di pantai nanti.

Begitu selesai menyiapkan pakaian Azka, Zia beranjak menuju kamar Aksa. Begitu pintu terbuka, matanya langsung menangkap pemandangan yang membuatnya geleng-geleng kepala—Aksa tidur dengan kaki berada di atas sandaran ranjang, sedangkan kepalanya menelungkup di bagian bawah tempat tidur, nyaris menyelip di bawah bantal.

"Sungguh barbar..." gumam Zia pelan sambil menghela napas. Ia lalu mendekati Aksa dan menggoyangkan kakinya.

"Bangun," katanya tegas.

Aksa mengerang pelan, masih setengah tidur. "Apa sihh, gue masih ngantuk..."

"Katanya mau liat sunrise," ucap Zia, mencoba mengingatkan janji semalam.

"Tapi gue ngantuk, Zia..."

"Ugh, udahlah. Kalau nggak mau ikut, biar aku sama Bang Azka aja yang pergi," ujar Zia, pura-pura tak peduli.

Mendengar itu, Aksa langsung membuka matanya. "Eh, iya... gue bangun, gue ikut," ujarnya cepat, walau matanya masih berat.

Aksa akhirnya bangun dan berjalan gontai menuju kamar mandi. Zia mengambilkan pakaian untuknya—kemeja tipis warna krem dan celana pendek putih, cocok dengan langit biru cerah yang ia bayangkan akan mereka temui di pantai nanti.

Setelah semua siap, mereka bertiga berkumpul di ruang tamu. Azka sudah memegang kunci mobil, sementara Aksa masih menguap lebar sambil menenteng tas kecil berisi perlengkapan pribadi.

"Yuk, sebelum mataharinya keburu naik," ucap Azka sambil berjalan menuju garasi.

Perjalanan menuju pantai memakan waktu sekitar satu jam. Di dalam mobil, suasana cukup hangat. Zia duduk di kursi depan bersama Azka yang menyetir, sementara Aksa memilih tidur lagi di kursi belakang, hanya sesekali membuka mata untuk melihat jalanan.

Saat mobil mulai mendekati pantai, aroma laut yang khas langsung tercium. Ombak terdengar memecah di kejauhan, berpadu dengan semilir angin pagi yang masuk melalui jendela. Begitu sampai, Zia langsung melangkah cepat menuju bibir pantai, menyibakkan gaunnya agar tak basah terkena ombak.

Azka ikut berjalan di belakang, membawa kamera untuk mengabadikan momen. Aksa, meskipun awalnya malas, sekarang sudah lebih segar dan langsung berlari kecil menuju ombak, membiarkan air laut membasahi kakinya.

"Wah, segar banget!" seru Aksa, tersenyum lebar.

Zia berdiri di tepi, menutup mata sambil merasakan hangatnya sinar matahari pagi di wajahnya. Angin laut menerbangkan sedikit ujung rambutnya, membuatnya terlihat seperti gadis di poster liburan musim panas. Azka yang melihat momen itu langsung memotret diam-diam.

Tak mau kalah, Aksa mengambil kelapa muda dari penjual di tepi pantai, lalu berdiri di atas batu karang sambil menatap ke arah laut lepas. "Zia, sini coba! Foto bareng gue!" teriaknya.

Mereka bertiga akhirnya menghabiskan waktu dengan bermain air, berfoto, dan duduk santai di tikar sambil menikmati kelapa muda. Sesekali, Zia dan Aksa tertawa bersama karena saling menggoda, sementara Azka hanya memperhatikan dengan senyum tipis, merasa suasana ini jarang terjadi.

Saat mereka sedang duduk santai di tepi pantai, sambil menikmati hembusan angin laut yang menenangkan, Aksa tiba-tiba bersuara.

“Gimana kalau kita sewa sepeda terus jalan-jalan keliling sekitaran pantai?” ucapnya sambil menunjuk ke deretan sepeda yang terparkir di dekat warung kelapa muda.

“Boleh tuh!” sahut Zia cepat sambil mengangguk semangat.

“Boleh deh,” tambah Azka singkat, menatap arah yang sama.

Tak perlu waktu lama, mereka bertiga berjalan menuju tempat penyewaan. Setelah membayar, mereka mendapat dua sepeda—satu untuk Aksa dan satu lagi untuk Azka.

“Aku ikut siapa?” tanya Zia sambil menoleh ke kedua laki-laki itu.

“Sama gue aja,” jawab Aksa cepat.

“Dia sama gue,” potong Azka, suaranya terdengar tegas tanpa memberi ruang debat.

“Oke deh, lo sama Bang Azka aja,” ucap Aksa, tapi tatapannya sedikit berubah, seperti merasakan hawa dingin yang tiba-tiba muncul entah dari mana.

Zia pun menaiki sepeda Azka. Bukannya duduk seperti biasa, ia malah duduk selonjoran di boncengan belakang, membiarkan angin laut meniup rambutnya yang terurai.

“Wahhhhh,” serunya sambil menutup mata menikmati suasana.

“Kejar gue kalau bisa!” teriak Aksa dari depan sambil mengayuh sepedanya cepat, wajahnya penuh tawa.

“Kak Azka, cepetin sepedanya! Kejar Aksa!” pinta Zia bersemangat.

“Udah, biarin aja,” jawab Azka santai, seolah tak tertarik mengikuti tantangan itu.

“Ckkk… nggak seru banget. Mending aku tadi sama Aksa aja,” gumam Zia pelan, tapi cukup jelas untuk terdengar oleh Azka.

Begitu kata-kata itu masuk ke telinganya, tangan Azka refleks mengepal di setang sepeda. Tatapannya mengeras, napasnya sedikit berubah. Tanpa aba-aba, ia langsung melajukan sepedanya kencang. Ban sepeda menghantam pasir dan batu kecil di jalur tepi pantai, membuat Zia hampir kehilangan keseimbangan.

“Kak! Pelan-pelan!” teriaknya sambil memegang pinggiran jok agar tidak jatuh.

Namun Azka hanya diam, terus mengayuh sepedanya cepat, seolah ingin membuktikan sesuatu. Dalam beberapa detik, mereka berhasil menyusul Aksa yang sempat menoleh kaget.

“Woi! Mau balapan nih?” teriak Aksa, ikut mempercepat kayuhannya.

Zia yang awalnya semangat, kini mulai panik. “Kak Azka! Aku hampir jatuh nih!” serunya lagi, dengan nada memohon.

Mendengar itu, Azka akhirnya mengendurkan laju sepedanya. Napasnya sedikit memburu, namun ia tak berkata apa-apa. Zia memandang punggungnya dari belakang, menyadari bahwa ada sesuatu di balik diamnya laki-laki itu.

Aksa, yang sudah lebih dulu sampai di ujung jalur, menoleh sambil tertawa. “Gue kira kalian nggak mau nyusul!” serunya.

Zia mencoba tersenyum untuk menutupi ketegangannya barusan, tapi hatinya bertanya-tanya—kenapa Azka tiba-tiba berubah seperti itu hanya karena ucapan kecilnya tadi?

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!