Menjadi istri tapi sama sekali tak di anggap? Bahkan dijual untuk mempermudah karir suaminya? Awalnya Aiza berusaha patuh, namun ketidakadilan yang ia dapatkan dari suaminya—Bachtiar membuat Aiza memutuskan kabur dari pernikahannya. Tapi sepertinya hal itu tidak mudah, Bachtiar tak semudah itu melepaskannya. Bachtiar seperti sosok yang berbeda. Perawakan lembut, santun, manis, serta penuh kasih sayang yang dulu terpancar dari wajahnya, mendadak berubah penuh kebencian. Aiza tak mengerti, namun yang pasti sikap Bachtiar membuat Aiza menyerah.
Akankah Aiza bisa lepas dari pernikahannya. Atau malah sebaliknya? Ada rahasia apa sebenarnya sehingga membuat sikap Bachtiar mendadak berubah? Penasaran? Yuk ikuti kisah selengkapnya hanya di NovelToon!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F A N A, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter—28
Di bawah gemuruh hujan. Di depan sebuah bangunan mewah bertingkat. Seorang wanita cantik berlutut dengan kepala yang ikut menunduk. Seorang lelaki penjaga yang ditugaskan melindungi bangunan mewah tersebut, lantas menghampiri wanita tersebut yang tampak begitu menyedihkan.
“Apa anda sedang mencari, Tuan, Nona?” tanya penjaga itu, bersuara lembut, meski penampilan tampak arogan.
Wanita itu mengangguk.
“Tuan sedang di luar.” Entah apa yang terjadi antara wanita cantik itu dengan ‘Tuannya’. Lelaki yang bertugas menjaga kediaman tersebut tak berani bertanya.
Beberapa kali ia pernah melihat wanita cantik itu. Bahkan selama beberapa hari lalu juga pernah menginap di sana. Terakhir pagi tadi sebelum Felix keluar dari kediamannya.
Meski sang petugas keamanan juga wanita cantik itu tak pernah bertegur sapa. Namun, yang ia ketahui adalah, wanita cantik yang sedang berlutut di depan pagar rumah mewah yang dijaganya merupakan wanita spesial bagi tuannya.
“A- ku … akan menunggu,” lirih Aiza. Terdengar sangat pelan, bahkan suaranya langsung menghilang seiring tiupan angin yang menerpanya.
Masih dalam posisi yang sama, terus berlutut di depan kediaman mewah itu tanpa sedikit pun tergerak mengangkat wajahnya.
Petugas kemanan itu tak lagi menimpali. Ia kembali ke pos jaga. Akan tetapi tak juga mengabaikan, karena kini ia tampak mengambil ponselnya lalu menekan sesuatu di sana.
Ting!
Pesan lain masuk tak lama setelah petugas kemanan itu mengirimkan pesan. Usai membaca apa yang tertulis di sana, ia pun kembali melanjutkan pekerjaannya. Membiarkan Aiza dalam kedinginan sambil berlutut di depan sana.
Awan semakin gelap. Tiupan angin semakin kencang. Menerbangkan dedaunan gugur yang jatuh ke tanah. Pun begitu Aiza tak kunjung beranjak, terus mematung dengan posisi yang sama di depan rumah mewah itu.
Tiga jam kemudian sebuah mobil Roll-Royce datang. Petugas kemanan pun membuka gerbang tanpa memedulikan keadaan Aiza yang masih dalam posisi yang sama.
Seorang pria dengan porsi tegap kemudian turun dengan sebuah payung yang sudah terbuka di tangan. Lantas bergerak melangkah mendekati Aiza yang masih berlutut dengan kepala yang tertunduk.
Ketika sang pria sudah semakin dekat, Aiza bisa melihat sepasang sepatu pantovel yang mengkilat meski sudah melewati genangan air hujan. Aroma khas parfum lelaki itu menguar, sontak membuat Aiza menengadahkan wajah.
“T- tuan … to-long saya,” ucap Aiza.
Nada wanita itu penuh dengan permohonan. Bibirnya tampak bergetar saat menyampaikan permintaan. Juga raut wajahnya terukir kepiluan yang sangat dalam. Meski di tengah guyuran air hujan, namun tampak jelas linangan air mata yang keluar dari matanya.
Felix mengerutkan dahi. Sorot matanya tajam menatap wajah Aiza. “Apa kau yakin dengan permintaanmu?” imbuhnya kemudian yang terdengar dingin dan datar.
“Y- ya … saya yakin!” Aiza mengangguk. Iras pucatnya menunjukkan tekad kuat, jika apa yang barusan keluar dari mulutnya merupakan sebuah kesungguhan.
“Kalau begitu … sekarang berdirilah. Kita akan membicarakannya di dalam,” ucap Felix sembari memegang satu lengan Aiza.
Aiza mengangguk, menuruti apa yang Felix perintahkan. Lalu berusaha menggerakkan kedua kakinya. Akan tetapi sepasang tungkai itu sangat sulit digerakkan. Terasa kaku. Mungkin efek berlutut terlalu lama, juga karena hawa dingin yang semakin menyeruak masuk ke dalam tubuh Aiza hingga membuatnya kehilangan tenaga.
Menyadari hal itu, Felix lantas menyampirkan gagang payung yang ada di tangannya ke dalam genggaman Aiza. Lalu mengangkat tubuh wanita muda itu dengan kedua tangan, digendong ala bridal style.
Aiza tak banyak bicara. Ia hanya memasrahkan saja tubuhnya di angkut oleh lelaki itu. Kemudian Felix membawa Aiza ke dalam rumahnya di tengah gemuruh langit serta hujan yang turun semakin deras.
***
Aiza mengerjap. Silau cahaya lampu membuat ia kesulitan melihat. Aiza kemudian kembali menutup matanya, lantas pelan-pelan kembali membukanya agar bisa beradaptasi dengan cahaya sekitar.
Sebuah ruangan bergaya klasik yang mulai terbiasa dengan pandangan mata Aiza menyapa indera penglihatannya. Aiza yang sadar sudah tertidur di dalam kamar tersebut kemudian merangsek bangun, duduk bersandar sambil memegangi kepalanya.
“Awwwhh … kenapa sakit sekali?” Aiza berucap lirih. Lalu ia memegangi kening dengan kedua tangan. Menekan-nekan dengan gerakan pelan, berusaha menghilangkan rasa pening yang menyeruak.
“Aakkhh …” Ringisan itu kembali terdengar. Namun, kali ini rasa sakit itu semakin luar biasa. Aiza merasa kepalanya sangat berat, seperti hampir pecah. Lantas memukul-mukul dengan kedua tangannya guna meredakan rasa sakit yang ia rasa.
Ceklek!
Pintu kamar terdengar dibuka. Aiza langsung menolehkan wajahnya. Ia melihat seorang maid datang mendekatinya. Lalu berkata,- “Tolong saya … k- kepala saya … sakit sekali!”
Dan pelayan wanita itu pun sigap menolong Aiza.
***
“Bagaimana dengan keadaannya?” tanya Felix. Ekspresinya terlihat cemas memandang pada Aiza yang terbaring lemah.
“Tidak ada masalah. Gadis ini hanya demam biasa. Barusan sudah aku suntikkan obat, jadi demam juga sakit kepalanya akan segera pulih,” ucap Dokter lelaki bertubuh jangkung tersebut.
“Syukurlah ….” Felix tampak menghela napas lega. Rautnya yang semula cemas, berangsung kembali datar seketika. Maniknya kemudian menyorot ke arah Aiza yang saat ini sudah kembali tertidur lelap.
“Ngomong-ngomong, siapa gadis ini? Kenapa aku baru melihatnya?” tanya Dokter lelaki itu penasaran. Tak pernah-pernahnya Felix membawa seorang gadis ke kediaman pribadinya.
Felix melangkah menjauh. Meninggalkan Henry yang merupakan teman lamanya itu tanpa menjawab apa-apa.
Penasaran, lelaki bertubuh jangkung yang menyandang predikat sebagai profesor sekaligus dokter spesialis termuda karena kejeniusannya itu ikut melangkahkan kakinya. Mengejar ketertinggalannya, menyusul Felix yang sudah keluar dari ruangan itu.
“Jangan bilang jika ia pacarmu!” ucap Romi merubah raut menjadi senang. Mengingat akhirnya Felix yang selama ini tak pernah membuka hati kepada para wanita itu, terlihat menjalin hubungan.
“Jaga mulutmu. Aku sama sekali tidak punya pacar. Wanita itu … ia dan aku hanya—”
Kriiinggg!!
Ponsel Romy berdering. Gegas ia menanggapi panggilan tersebut yang merupakan panggilan dari rumah sakit. Usai melakukan pembicaraan singkat. Lulusan terbaik dari universitas kedokteran harvard tersebut langsung berpamitan kepada Felix, untuk kembali melanjutkan tugasnya di rumah sakit.
Akan tetapi sebelum itu…
“Bukankah kau salah satu, Dokter Jantung, terbaik di negeri ini?”
“Ya, tentu saja!” Romy menyahut dengan senyuman bangga. Bagaimana bisa Felix masih menanyakan hal tersebut, padahal lelaki itu sudah mengetahuinya.
“Tolong lakukan sesuatu untukku—” ucap Felix menggantung sebentara ucapannya. “Berapapun biayanya akan aku bayar,” imbuhnya kemudian.
“Apa kau ingin aku menyelamatkan seseorang?” tanya Romy penuh penasaran.
Felix mengangguk. “Ya, aku ingin kau menyelamatkan seseorang untukku. Pastikan berhasil. Jika kau melakukan nya dengan baik maka aku akan membayarmu dengan ferrary terbaru yang kau inginkan,” ucap Felix yang lantas langsung mendapat persetujuan dari Romy
Bersambung.