Drasha, si gadis desa yang cantik dan polos tiba-tiba diklaim sebagai keturunan keluarga Alveroz yang hilang 15 tahun silam.
Kecuali Nyonya besar Alveroz, tidak ada dari keluarga itu yang menerima Drasha. Bahkan dua orang yang katanya mama papa biologis Drasha lebih mengutamakan sang anak angkat.
Bagi mereka, Drasha adalah putri palsu yang hanya ingin memanfaatkan harta keluarga Alveroz. Sementara itu, sang anak angkat yang pandai mengambil hati keluarga, membuat posisi Drasha semakin terpojok.
Tapi, tanpa mereka semua tahu, Drasha bukan ingin memeras harta keluarga Alveroz melainkan dia membawa dendam dalam hatinya.
Siapa Drasha sebenarnya? Apakah dia memang putri palsu atau justru putri asli keluarga Alveroz? Dendam apa yang membuat Drasha memasuki keluarga Alveroz?
Yuk temukan jawabannya di cerita Drasha.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yita Alian, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Korban Bully Adriel
Drasha berdiri di depan lokernya dengan raut heran. Seingat gadis itu, kunci kombinasi lokernya masih rusak saat ia tinggalkan sore kemarin.
Dia juga sempat melaporkan hal tersebut, tapi kata petugas perbaikannya akan diproses besok pagi. Harusnya sekarang lokernya diperbaiki.
Tapi lihat, lokernya sudah bagus. Kunci kombinasinya sudah terpasang dengan baik.
Kok bisa?
Siapa yang memperbaikinya?
Bel jam pertama berbunyi.
Drasha tidak mau berlarut memikirkan soal, lokernya. Toh, sudah bagus. Dia lalu memasukkan biolanya ke dalam loker dan bergegas ke kelas.
Dan – Brukk!
Di persimpangan lorong gedung kelas, Drasha tidak sengaja bertabrakan dengan seorang cowok berkacamata dari arah berlawanan.
Keduanya terpental pelan.
Drasha tidak apa-apa, hanya saja buku-buku yang dibawa cowok itu jatuh berantakan di lantai.
"Maaf…," kata Drasha cepat, dia refleks merendahkan badannya dan membantu mengumpulkan buku-buku itu kembali.
Jari-jari lembut gadis itu berhenti ketika menatap wajah cowok itu.
Tidak salah lagi, dia cowok yang pernah Drasha lihat dibully oleh Adriel dan kabur meninggalkan Drasha.
"…Kamu…"
Cowok itu membelalak kaget ketika menangkap wajah cantik Drasha. Dia merapikan posisi kacamata di hidungnya. Lalu merampas buku-buku dari tangan Drasha.
Tanpa komentar apa-apa, dia berjalan cepat meninggalkan Drasha.
Gadis itu menghela napas heran. Kenapa cowok itu seakan menghindar dari Drasha.
"Dia anak kelas bronze juga kayak aku," gumam Drasha.
***
Di kelas, Drasha akhirnya bisa belajar dengan tenang. Ronny dan Bryan yang biasa mengganggunya tampak fokus dengan urusan mereka masing-masing.
Drasha heran lagi tapi dia memilih lanjut belajar.
Ketika jam istirahat tiba, gadis itu menerima sebuah file dari Adriel.
Informasi mengenai semua teman seangkatanya. Nilai terbaik mereka, riwayat ketika mengikuti Clash of Class, dan sebagainya.
"Dia beneran punya semua informasi mereka. Apa beneran mata-mata yah dia itu."
Gadis itu mengedikkan bahu lalu memasukkan hapenya ke dalam saku blazer merah karunnya dan lanjut melangkah ke kafetaria.
Dalam perjalanannya, Drasha beberapa kali mendengar sekumpulan cewek atau cowok yang membicarakan website Roos.
Ada yang dapat gebetan, ada yang dibantu menyelesaikan tugas, ada juga yang berhasil meminta pertolongan urgent.
Bahkan ada yang berhasil mengungkapkan perselingkuhan orang tuanya dengan bantuan website misterius itu.
"Ternyata di sekolah ini memang banyak yang jadi anggota Roos," gumam Drasha, mengulum bibir.
***
Drasha menyusuri lorong kafetaria kelas bronze sambil memegang food tray berisi nasi, ayam teriyaki, sup jagung krim, potongan buah dan jus kotak.
Langkah sepatunya pelan dia antara suara riuh siswa-siswi yang memenuhi udara.
Matanya menyapu sekeliling, mencari kursi kosong di antara meja-meja panjang yang kebanyakan sudah penuh.
Akhirnya, Drasha melihat satu meja pendek di sudut dekat jendela. Dia sedikit mempercepat langkahnya ke sana dan duduk di kursi kosong.
Setelah itu, dia meletakkan food tray dan menarik napas tipis sebelum menikmati makanannya.
Belum cukup tiga suapan, kursi kosong di depannya bergeser.
"Haiii, Sha!"
Ternyata Rachelle. Gadis imut cantik itu meletakkan kotak makanan berbahan kayu premium di meja lalu duduk. Makanannya sangat berbeda dengan punya Drasha. Tidak heran karena Rachelle berasal dari kelas Gold.
"Kamu nggak makan di lounge anak gold?" tanya Drasha.
"Enggak! Aku males … eh, tapi aku ke sini sebenarnya pengen kamu main course dari sana." Rachelle tersenyum lebar, memamerkan jejeran giginya yang rapi. Dia kemudian memindahkan chicken katsu dengan sumpit ke food tray Drasha.
"Kamu makan yang banyak, biar makin semangat belajar dan ngajarin aku," sambung Rachelle dengan gaya khas centilnya yang unik.
Drasha menelan makanannya sekuat tenaga. "Memangnya kamu nggak makan?"
Rachelle menggeleng, dia lalu menyuap Greek Salad ke dalam mulutnya. "Aku lagi diet, Drasha. Mommy aku bilang aku gendutan."
"Menurut aku badan kamu sudah proporsional."
"Emm, no no, akhir-akhir ini aku memang banyak makan tanpa lihat kalorinya, Drasha. So, aku harus nurutin kata mommy aku buat diet." Rachelle kemudian sedikit memajukan wajahnya sambil mengulas senyum. "Eh, tahu nggak, tadi ada kuis dadakan gitu di kelas aku dan aku bisa jawab banyak."
"Kamu keren, Rachelle," puji Drasha.
"Itu karena yang kamu ajarin ke aku langsung masuk ke otak dan gak keluar-keluar, Drasha."
"Aku seneng apa yang aku ajarin bisa berguna untuk kamu, Rachelle."
"Nanti kita belajar bareng lagi, kan?"
"Iya, setelah kegiatan ekskul."
"Of course, aku juga mau ke archery club dulu."
Beberapa saat kemudian, kafetaria kelas bronze jadi heboh. Terutama para cewek, mereka bisik-bisik histeris dan gregetan seperti cacing kepanasan di kursi mereka.
Drasha tidak peduli dan fokus pada makanannya.
Rachelle menyipitkan mata. "Ngapain dia di sini … gak biasanya."
"Umm?"
"Itu, si Adriel dan temen-temennya." Rachelle mengarahkan pandangannya pada cowok tampan yang duduk di meja belakang seberang Drasha.
Drasha mengunyah pelan dan menoleh, menatap dari balik bahunya.
Tidak heran kafetaria ini jadi heboh, ternyata memang ada Adriel. Kemeja seragamnya tidak diselipkan ke dalam celana, dasinya longgar dan blazernya tidak dikancing.
Penampilannya benar-benar seperti berandalan, tapi para cewek justru malah tergila-gila pada cowok itu.
Drasha tidak mengalihkan perhatiannya bukan karena terpesona tapi karena cowok korban bully tempo hari muncul dan meletakkan dua food tray di depan dua teman Adriel.
Setelah itu, cowok berkacamata itu lari lagi ke tempat pengambilan food tray.
Dia seperti pelayan yang melayani majikan.
"Cowok itu kayaknya dibully sama Adriel dan teman-temannya, Rachelle."
"Memang iya," kata Rachelle menyuap makanannya. "Tapi nggak usah dipeduliin selagi bukan kamu yang jadi target, Drasha."
"Tapi bukannya bisa dilaporkan ke Dewan Kedisiplinan."
"Bisa, kalau buktinya kuat, tapi kalau cuma ngambilin makanan kayak gitu nggak ngaruh apa-apa, Drasha," kata Rachelle.
"Udah, seperti kata aku waktu itu, nggak usah terlibat sama Adriel," sambung gadis imut itu.
Drasha tidak berkomentar lagi dan lanjut menyuap makanannya.
Sementara itu, Adriel diam-diam melirik ke arah Drasha.
cwo yg di toilet restoran itu jg gk sih
penasaran bangt sm siapa drasha
beneran drasha asli ato plsu