⛔ jangan plagiat ❗❗
This is my story version.
Budayakan follow author sebelum membaca.
Oke readers. jadi di balik cover ungu bergambar cewek dengan skateboard satu ini, menceritakan tentang kisah seorang anak perempuan bungsu yang cinta mati banget sama benda yang disebutkan diatas.
dia benar-benar suka, bahkan jagonya. anak perempuan kesayangan ayah yang diajarkan main begituan dari sekolah dasar cuy.
gak tanggung-tanggung, kalo udah main kadang bikin ikut pusing satu keluarga, terutama Abang laki-lakinya yang gak suka hobi bermasalah itu.
mereka kakak-adik tukang ribut, terutama si adik yang selalu saja menjadi biang kerok.
tapi siapa sangka, perjalanan hidup bodoh mereka ternyata memiliki banyak kelucuan tersendiri bahkan plot twist yang tidak terduga.
salah satunya dimana si adik pernah nemenin temen ceweknya ketemuan sama seseorang cowok di kampus seberang sekolah saat masih jam pelajaran.
kerennya dia ini selalu hoki dan lolos dari hukuman.
_Let's read it all here✨✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Daisyazkzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
•Malu•
Belajar berakhir karena Zyle sendiri yang bosan dan tertidur di meja saat Devano sibuk menerangkan.
Sampai akhirnya Devano membangunkan Zyle di pukul delapan pagi untuk dipulangkan ke penginapan ayah bundanya.
gadis itu sangat malu. Bingung sendiri mengapa dirinya selalu melakukan hal-hal menyebalkan.
mereka naik mobil Devano, dia ingin langsung ke kampus setelah menurunkan Zyle, dan memberinya izin sakit sehari saja. mobil berjalan begitu cepat, berhubung Devano akan mengajar pukul sembilan tepat.
ternyata bunda sudah menunggu di pinggir jalan depan bangunan hotel yang menjulang tinggi. tidak dengan ayah.
Begitu melihat putrinya turun dari dalam mobil entah mengenakan baju milik siapa, sang ibu bertanya, "ya ampun Zyle! Bunda kira kamu sudah pulang kemarin. Makanya Devano mengirim pesan kalau kamu di rumahnya..ini baju siapa? Mana gaunmu?"
Zyle membalas dengan cengiran, menunjuk Devano yang berjalan mendekat menenteng paper bag berisi gaun dan heels miliknya. "Sama Depan bunda."
"kamu ngerepotin gak disana? Gak ngapa-ngapain kan sayang?" tanya bunda lagi, cerewet.
Zyle menggeleng kencang. "Zyle muntahin blazer Depan. Terus tidur aja. Depan tidur di luar kok."
Bunda buru-buru merangkul Devano, mengelus pundaknya. "Devano, maaf ya kalau anak Tante menyusahkan! Dari dulu kamu selalu membantu Zizi..."
Devano tersenyum sopan, memberi paper bag tadi sambil membalas, "saya sudah biasa. Bukan masalah."
"Bun, jadiin Depan bodyguard Zizi aja." ceplos Zyle sembarangan.
Tapi tidak ada yang mendengarnya. Devano menyalami bunda, "Tante, saya ada pekerjaan dulu. Saya pamit."
Bunda mengiyakan, "terimakasih banyak!"
Jujur saja, Zyle masih merasa kecewa. Memandangi lesu punggung Devano yang masuk ke dalam mobil, sekali lagi cowok itu tersenyum karir pada bunda, lalu dia benar-benar pergi.
Kemana senyumnya yang menghibur itu? Zyle mungkin bertanya sendiri dalam hati. Ia cuma tak mau melihat Devano terlalu serius.
"Zizi! Kamu kan sudah besar sayang! Masa kamu mau ngerepotin Devano terus?" omel bunda sambil menyeret lengan sang putri.
"gak apa-apa Bun. Depan gak marah kok." timpal Zyle, agak takut.
"Tapi kasihan sayang, dia kan juga udah punya pekerjaan! Bunda denger dari mamanya katanya Devano itu sebentar lagi mau menikah!"
Jleb! Bagai seutas panah yang menancap, Zyle benar-benar membisu dalam sekejap. takut, sedih, tidak percaya, semuanya bercampur aduk.
gadis itu melemas seketika.
bunda sama sekali tak sadar dengan ekspresi sang putri yang malah ingin menangis.
"Zyle, gimana kuliahmu? Siapa dosen pembimbing kamu?" tanya bunda lagi.
"Devano...."
"astaga! Devano dosenmu? Zyle, kenapa kamu bersikap begini pada dosen pembimbing kamu sayang? seharusnya perlakuanmu ini dianggap buruk!"
Bunda marah. Ya, ini pertama kalinya bunda membentak Zyle setelah beberapa bulan tidak bertemu.
Bunda melepas tangannya, bahkan berjalan meninggalkan Zyle yang berdiri ketakutan.
Sang putri berpikir, seandainya ia tidak pernah bertemu Devano lagi mungkin semuanya tak akan kacau. Zyle memang salah, terlalu memandang Devano sebagai laki-laki yang dikagumi, terlalu berlarut larut dalam zona nyaman Devano, sampai ia sendiri yang akan hancur berkeping-keping dalam kesedihannya.
disaat seperti ini, Zyle ingin sekali bertemu ayah. Saat ditelfon, Ayah tak mengangkat. "aku capek...."
Zyle terus berjalan lagi, naik lift, sampai di depan pintu kamar menginap bundanya.
'Toktoktok...' "bunda..Zyle minta maaf. Zyle yang salah. Zyle terlalu egois...Zyle..."
'BRAK!' tiba-tiba saja bunda membuka pintu dengan keras, nyaris membuat tubuh Zyle terpelanting. "ZYLE! AYAHMU!!!" bunda berseru dengan wajah merah, basah dengan basuhan air mata.
"AYAHMU KECELAKAAN!!!!"
Seketika pikiran Zyle kosong.
***