Zahira terpaksa menerima permintaan pernikahan yang diadakan oleh majikannya. Karena calon mempelai wanitanya kabur di saat pesta digelar, sehingga Zahira harus menggantikan posisinya.
Setelah resepsi, Neil menyerahkan surat perjanjian yang menyatakan bahwa mereka akan menjadi suami istri selama 100 hari.
Selama itu, Zahira harus berpikir bagaimana caranya agar Neil jatuh cinta padanya, karena dia mengetahui rencana jahat mantan kekasih Neil untuk mendekati Neil.
Zahira melakukan berbagai cara untuk membuat Neil jatuh cinta, tetapi tampaknya semua usahanya berakhir sia-sia.
Bagaimana kelanjutan kisahnya? Ikuti terus cerita "100 Hari Mengejar Cinta Suami" tentang Zahira dan Neil, putra kedua dari Melinda dan Axel Johnson.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nopani Dwi Ari, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.27
...Dipendam sesak di dada, dikeluarkan merusak suasana hati. Ada saatnya kita tak punya pilihan lain, selain terdiam dan menerima kenyataan....
Satu jam sudah Maureen duduk termenung di ruang tengah, setelah Nathan mengantarkannya kembali sekaligus berpamit untuk pergi karena akan pulang dan dia berterima kasih. Karena sudah baik pada adik iparnya tersebut.
Entah mengapa ada yang tak enak pada hati Maureen, apa dia jatuh cinta? Tidak mungkin secepat itu. Maureen menghembuskan napasnya dengan pelan, untuk mengurangi rasa yang tak enak yang muncul tiba-tiba.
"Astaga, Maureen sadarlah. Bangun jangan bermimpi, dia siapa kamu siapa!"
Maureen mulai beranjak dari duduknya, dan akan menyiapkan makan malam untuk Julian. Entah mengapa, kini rumah menjadi sepi membuatnya merindukan momen saat Nathan ada di rumah.
Di tempat Velia, Nathan sudah membereskan semua barang bawaannya. Dia sudah di todong oleh sang adik, dengan berbagai macam buah tangan. Walau Ana bukan bocah lagi dan bisa membeli semua yang dia mau, tapi oleh-oleh dari Nathan mungkin akan jadi yang teristimewa.
"Sudah selesai?" tanya Velia, membuka pintu kamar sang cucu.
"Sudah, Oma." Nathan tersenyum pada Velia, dan memeluknya dia akan merindukan sang Oma dan entah kapan dia akan kembali lagi ke tempat ini.
"Oma sedih kamu pergi, tapi mau gimana lagi. Perusahaan Opa mu harus maju terus," kekeh Velia, lalu memeluk sekali lagi Nathan.
"Semoga kamu, kembali lagi." Ucap Velia dalam hati.
"Liburan bersama yang lainnya Oma, aku pasti kembali. Tapi tidak dalam waktu dekat," timpal Nathan, dijawab anggukan Velia.
Hanya Ello yang mengantar Nathan, karena Velia sedang merasa tak enak badan. Malam harinya, Julian memperhatikan wajah sang adik yang tak bersemangat.
"Kamu kenapa?" tanya Julian, sejak pulang tadi dia ingin bertanya. Namun, dia tahan dia kira wajah adiknya akan berubah seperti sedia kala. Tapi, sampai makan malam pun wajahnya masih mendung.
"Aku ... Aku gak apa-apa, kok." Jawab Maureen, anggaplah Julian percaya.
"Dimana lelaki yang, mengaku kakak ipar Zahira?" tanya Julian.
"Dia sudah pulang," jawab Maureen, dia mengatakannya dengan menunduk agar Julian tak melihat raut wajahnya yang seperti orang galau.
"Ohh."
Maureen menghembuskan napasnya dengan pelan, sangat sulit untuk menelan makanan yang sedang dia kunyah. Beruntung Julian, fokus pada makanannya.
****
Ana dengan tak sabar menekan bel apartemen Theo, sudah sepuluh menit mereka di luar. Namun, tak ada yang membuka pintu untuk mereka.
"Mereka ini kemana, sih?" kesal Ana.
"Sudah, sabar." Kata Aiyla, walau dia sendiri juga sudah pegal.
"Sabar, sabar. Masa jam segini belum bangun. Kebo dasar," cibir Ana.
Lima menit kemudian, David membuka pintu saat dia akan membuang sampah dan terkejut sudah ada Ana dan Aiyla di depan. Dengan meletakkan tangan di dada.
"Ana, Aiyla. Kalian, ngapain?" tanya David, membuat Ana ingin melempar sepupunya itu ke luar.
"Nagih utang," ketus Ana. "menurut lo, ngapain gue pagi-pagi gue udah kesini?"
David tertawa merasa lucu dengan Ana, dia membuang sampah terlebih dulu. Lalu mengajak kedua gadis tersebut masuk.
"Ayo masuk, gak baik anak gadis di luar. Takut ada yang culik," canda David, membuat kedua gadis tersebut memutar bola mata malas.
"Jangan pura-pura lupa, ya! David. Lo yang minta kita-kita datang," omel Ana dengan kesal, entahlah mengapa laki-laki di keluarganya selalu membuatnya kesal. Hanya Axel sang ayah yang membuat Ana bisa sabar.
"Oke, oke. Gue minta kalian ke sini, mau ajak kakak lo yang sedang galau jalan-jalan. Ya siapa tahu sembuh," ujar David.
"Jalan-jalan kemana?" sahut Aiyla dengan cepat.
"Giliran jalan-jalan aja, ijo lo Ai." Cibir Ana, membuat Aiyla tertawa dengan malu.
“Ke yang dekat-dekat lah kepulauan seribu misalnya, atau ke gunung kita naik gunung.” Usul David.
"Engga." Pekik Aiyla dan Ana, membuat David menutup telinga. Mungkin, akan membangunkan Neil yang sedang tidur.
"Suara kalian, udah mirip toa masjid tau gak." Protes David.
"Biarin, lagian siapa yang mau mendaki gunung? Memang lo mau, gendong kita, hah?" cetus Ana.
"Ya enggak lah, lo berat tahu." Ledek David, membuat Ana berpindah duduk dan menghajar David. Walau pukulan tersebut tidaklah sakit bagi dirinya.
"Ada apa sih, pagi-pagi udah ribut aja." Protes Theo.
"Tanya saja dia." Ana menunjuk David dan sekali lagi, menendang tulang kering David lalu duduk tenang di dekat Aiyla. David menggeleng dan mengusap kakinya yang agak sakit.
Theo pun ikut bergabung dengan kedua gadis tersebut, dan memperhatikan penampilannya yang sudah rapi dan cantik. Dan ingat, jika David mengajak mereka juga Neil keluar untuk liburan.
"Bentar yah, gue siap-siap." Ujar Theo, meninggalkan ruang tamu. David datang dengan dua minuman hangat untuk kedua gadis tersebut. Dan mulai membicarakan tentang hubungan Neil dan Zahira, juga tentang liburan mereka kali ini.
*****
Di kediaman Ethan, Zahira sudah selesai mengurus Jasmine. Dan mengajak Jasmine main di halaman depan, yang cukup luas sekaligus menemani Rosma menikmati mentari pagi.
"Apa kamu tidak ada, niat untuk bercerai dengan suami, kamu?" tanya Rosma tiba-tiba.
Pertanyaan Nenek dari Jasmine membuat Zahira menoleh seketika. Dan tersenyum tipis menatap Jasmine, yang sedang bermain sepeda dia tak menjawab pertanyaan Rosma. Karena menurutnya itu adalah privasi.
Melihat Zahira tak menjawab Rosma tak meneruskan pertanyaannya, dia cukup tahu diri. Dia cukup bersyukur ada yang menyayangi Jasmine.
"Terima kasih, sudah mau menyayangi cucu saya. Dia lebih ceria dari biasanya," kata Rosma, menggenggam tangan Zahira.
"Tidak Nyonya, seharusnya saya yang berterima kasih. Karena Tuan Ethan, sudah menolong saya yang sedang kesusahan." Ujar Zahira tersenyum hangat, dihadapan Rosma dia selalu memanggil Ethan dengan sebutan Tuan. Tapi, saat berdua Ethan meminta Zahira memanggilnya nama saja.
Rosma mengangguk sebagai jawaban, adanya Zahira. Seperti dia memiliki anak perempuan yang selalu dia inginkan.
"Jasmine, ayo masuk nak!" ajak Rosma.
"Baik, Nek." Jasmine meninggalkan sepedanya begitu saja, dan memeluk Zahira sebentar lalu masuk bersama Rosma. Rosma hanya ingin menghabiskan waktu bersama Jasmine dan meminta Zahira beristirahat saja.
Melihat itu semua membuat Zahira membayangkan, bagaimana sang anak nanti. Mungkin, dia tak akan mendapatkan kasih sayang dari Nenek dan Kakeknya.
"Maafkan, Mama sayang." Ucap Zahira mengusap lembut perutnya, walau belum terlihat membuncit. Tapi dia suka membelai perutnya dan berbicara.
"Walau kamu pasti akan mirip, Papa mu. Tapi, Mama harap sikapmu, tak sama dengan Papa." Kekeh Zahira, berbicara dengan bayi yang masih sangat kecil adalah hal menyenangkan bagi Zahira. Apalagi jika, perutnya sudah membesar.
"Kenapa, belum menemui dia? Nanti kabur lagi, gimana?" Melinda memukul pelan lengan Axel, sangat kesal pada suaminya yang hanya diam di tempat dengan santai.
"Memang kamu mau, dia kabur lagi?" tanya Axel kesal sendiri, ingin marah dia Melinda wanita yang paling dia cintai.
"Ya engga lah, makanya cepat kita temui." Kesal Melinda.
"Ya sudah, nanti kita temui." Putus Axel, dia tak bisa menolak perintah dari Melinda.
Melinda pun tersenyum senang dan memeluk suaminya dengan erat.
Bersambung
lanjut Thor
emang enak